Perpajakan (Syarat Menjadi Kuasa di Pengadilan Pajak)
PERTANYAAN
Apakah pernah organisasi advokat/penasehat hukum mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak tentang syarat untuk menjadi kuasa hukum di lingkungan Dirjen Pajak hanyalah pemegang brevet?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah pernah organisasi advokat/penasehat hukum mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak tentang syarat untuk menjadi kuasa hukum di lingkungan Dirjen Pajak hanyalah pemegang brevet?
Seperti diketahui, ketentuan mengenai kuasa hukum di Pengadilan Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 22/PMK.03/2008 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Dalam PMK itu disebutkan, seorang kuasa yang dapat beracara di Pengadilan Pajak harus memiliki sertifikat bravet atau ijazah pendidikan di bidang perpajakan.
Sejauh sepengetahuan hukumonline, organisasi advokat belum pernah secara resmi mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak tentang syarat untuk menjadi kuasa hukum di lingkungan Ditjen Pajak hanyalah pemegang brevet.
Meski demikian, salah satu rekomendasi yang dihasilkan Musyawarah Nasional I Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada 1 Mei 2010 adalah meminta kepada Dewan Pengurus Nasional (DPN) Peradi terpilih untuk melakukan kerjasama dengan Kementerian Keuangan agar seluruh advokat yang berada di bawah naungan Peradi dapat beracara di peradilan pajak.
Sebelumnya pada 2004, tidak lama setelah UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) diundangkan, muncul perdebatan tentang ketentuan hukum beracara di Pengadilan Pajak yang dinilai bertentangan dengan UU Advokat. Hukumonline sempat merekam perdebatan ini dalam artikel di sini.
Sikap organisasi advokat, sebagaimana pernyataan Denny Kailimang dalam artikel, sebenarnya menginginkan semua kegiatan praktisi hukum di pengadilan harus berkiblat pada satu undang-undang yakni UU Advokat. Seperti diketahui, menurut pasal 1 angka 1 UU Advokat, advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU ini. Namun, fakta menunjukkan untuk praktik hukum bidang-bidang tertentu memang mensyaratkan keahlian tertentu.
Tidak hanya pajak, sektor hak atas kekayaan intelektual (HKI) pun mensyaratkan praktisinya harus seseorang yang bersertifikat konsultan HKI. Diatur dalam PP No. 2 Tahun 2005, konsultan HKI bahkan tidak harus seorang sarjana hukum. Meski begitu, konsultan HKI tidak bisa mendampingi klien dalam perkara HKI di Pengadilan Niaga (lihat di sini).
Hal sama juga berlaku untuk sektor pasar modal. Konsultan Pasar Hukum Pasar Modal diatur secara rinci dalam Peraturan No. VIII.B.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-261/BL/2008 tanggal 3 Juli 2008 tentang Pendaftaran Konsultan Hukum yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal (lihat di sini).
Demikian sejauh yang kami tahu. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Â
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?