Saya sering melihat label Standar Nasional Indonesia ("SNI") pada beberapa produk barang. Apakah SNI ini sifatnya wajib pada seluruh produk barang/jasa?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Berdasarkan PP 34/2018, SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (“BSN”) dan berlaku di wilayah Indonesia. Kemudian, penerapan SNI dilakukan secara sukarela berdasarkan kebutuhan. Namun, dengan pertimbangan tertentu, SNI diberlakukan secara wajib untuk memenuhi persyaratan yang diberlakukan oleh menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
Selain itu, untuk usaha mikro dan kecil, terdapat ketentuan khusus yang mengatur perihal SNI. Bagaimana bunyi ketentuan ini?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. pada 1 Agustus 2013, dan dimutakhirkan pertama kali pada Rabu, 27 Oktober 2021 oleh Saufa Ata Taqiyya, S.H.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Standar Nasional Indonesia (“SNI”). Berdasarkan Pasal 1 angka 7 PP 34/2018, SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (“BSN”) dan berlaku di wilayah Indonesia.
SNI dapat diterapkan oleh para pelaku usaha, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan,[1] dan dapat diterapkan terhadap:[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Barang yang diperdagangkan atau diedarkan;
Jasa yang diberikan;
Proses atau sistem yang dijalankan; dan/atau
Personal yang terlibat dalam kegiatan tertentu.
Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya penerapan SNI dilakukan secara sukarela berdasarkan kebutuhan.[3] Namun, SNI diberlakukan secara wajib untuk memenuhi persyaratan yang diberlakukan oleh menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian.[4] Kemudian, untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memperoleh sertifikat SNI, BSN menerapkan sistem penggunaan data secara bersama (data sharing) dan terintegrasi secara elektronik (online).[5]
Penerapan SNI Secara Sukarela
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, SNI dapat dilakukan secara sukarela berdasarkan kebutuhan, di mana pelaku usaha yang telah mampu menerapkan SNI dapat mengajukan sertifikasi kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian (“LPK”) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (“KAN”).[6]
Sertifikasi tersebut adalah rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa barang, jasa, sistem, proses, atau personal telah memenuhi standar dan/atau regulasi yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Indonesia.[7]
Selanjutnya, sertifikasi produk Standar Nasional Indonesia akan diberikan oleh LPK dengan memberikan sertifikat kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan SNI.[8]
Apabila pelaku usaha telah mendapatkan sertifikat, maka yang bersangkutan wajib membubuhkan:[9]
Tanda SNI; dan/atau
Tanda kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label.
Pembubuhan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian untuk jasa, sistem, proses, dan/atau personal dapat dibubuhkan pada papan pengenal, kop surat, dan/atau media lainnya.[10] Lebih lanjut, pembubuhan dilakukan setelah pelaku usaha mendapat persetujuan penggunaan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian dari BSN.[11]
Apakah SNI Wajib Dicantumkan?
Pemberlakuan SNI secara wajib dilakukan oleh menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian dengan mempertimbangkan:[12]
keselamatan, keamanan, kesehatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
daya saing produsen nasional dan persaingan usaha yang sehat;
kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional;
kesiapan infrastruktur LPK;
budaya, adat istiadat, atau tradisi berdasarkan kearifan lokal; dan/atau
kepentingan nasional lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, pemberlakuan SNI secara wajib tersebut ditetapkan melalui peraturan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.[13]
Apabila SNI telah diwajibkan terhadap barang, jasa, sistem, atau proses, maka pelaku usaha, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau pemerintah daerah wajib memiliki sertifikat untuk barang, jasa, sistem, atau proses tersebut.[14] Sertifikat ini diterbitkan oleh LPK yang diakreditasi oleh KAN.[15]
Pelaku usaha yang memproduksi, menghasilkan, dan/atau mengimpor barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib, wajib membubuhkan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label yang akan diperdagangkan dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia.[16] Namun, kewajiban ini dikecualikan dalam hal pelaku usaha yang memproduksi dan/atau menghasilkan barang telah membuat perjanjian dengan pelaku usaha pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar bahwa pembubuhan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian dilakukan oleh pelaku usaha pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar.[17]
Sebagaimana yang berlaku dalam pemberlakuan SNI secara sukarela, pembubuhan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian pada SNI yang diberlakukan secara wajib juga dilakukan setelah mendapat persetujuan penggunaan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian yang diberikan oleh BSN kepada pelaku usaha.[18]
Perlu digarisbawahi pula, dalam hal SNI telah diberlakukan secara wajib, pelaku usaha wajib memperdagangkan:[19]
Barang yang telah dibubuhi tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label; dan/atau
Jasa yang telah memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia.
Jika kewajiban ini dilanggar, maka pelaku usaha wajib menghentikan kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.[20] Selain itu, apabila pelaku usaha tidak memenuhi SNI wajib dan tidak membubuhkan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian, maka pelaku usaha wajib menarik barang dari peredaran.[21]
Contoh Barang yang Wajib SNI
Sebagai contoh, berikut adalah barang yang wajib memiliki sertifikat SNI:
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI Ban adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (“LSPro”) kepada produsen yang mampu memproduksi ban sesuai dengan persyaratan SNI ban.[22]
Adapun jenis produk ban yang wajib dicantumkan SNI antara lain:[23]
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh LSPro kepada produsen yang mampu memproduksi helm pengendara kendaraan bermotor roda dua sesuai dengan persyaratan SNI helm.[24]
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI Semen adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh LSPro kepada produsen yang mampu memproduksi semen sesuai dengan persyaratan SNI.[25]
Adapun jenis produk semen yang wajib dicantumkan SNI antara lain:[26]
Air mineral, air demineral, air mineral alami, dan air minum embun yang diberlakukan melalui Permenperin 78/11/2016 dan aturan perubahannya.
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh LSPro kepada produsen yang mampu memproduksi air mineral, air demineral, air mineral alami, dan air minum embun sesuai persyaratan SNI.[27]
Adapun jenis produk air yang wajib dicantumkan SNI antara lain:[28]
Sebagai informasi tambahan, khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil (“UMK”) yang kegiatan usahanya berisiko rendah, UMK tersebut hanya perlu mengurus Nomor Induk Berusaha (“NIB”) tanpa perlu mengurus SNI lagi. Hal ini dikarenakan NIB bagi kegiatan usaha berisiko rendah yang dilakukan oleh UMK, berfungsi sebagai identitas pelaku usaha, legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha, dan berlaku juga sebagai SNI serta pernyataan jaminan halal.[29]
Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.