KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Masalah Pelaksanaan PHK Karena Mencapai Usia Pensiun

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Masalah Pelaksanaan PHK Karena Mencapai Usia Pensiun

Masalah Pelaksanaan PHK Karena Mencapai Usia Pensiun
Umar KasimINDOLaw
INDOLaw
Bacaan 10 Menit
Masalah Pelaksanaan PHK Karena Mencapai Usia Pensiun

PERTANYAAN

Pasal 65 di PKB kami menjelaskan tentang "Pemutusan Hubungan Kerja Karena Mencapai Usia Pensiun" yang isinya: 1. Pekerja yang mencapai usia 55 tahun akan berakhir hubungan kerjanya dengan perusahaan. Pemberitahuan pemutusan hunbungan kerja oleh perusahaan disampaikan kepada pekerja paling lambat 6 bulan sebelumnya. 2. Perusahaan berkewajiban membantu pekerja untuk mengurus pembayaran Jamsostek serta tunjangan-tunjangan terkait lainya apabila ada. 3. Masa persiapan Pensiun (MPP) diberikan selama 3 bulan sebelum mencapai usia pensiun. Sebagai persoalan yang dihadapi anggota saat ini adalah, sekarang beliau sedang mengalami long sick leave tetapi per tanggal 2 Agustus 2012 akan pensiun. Bagaimana pendapat Bapak tentang persoalan ini dan apa yang harus kami lakukan sebagai pengurus SP?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Atas beberapa pertanyaan tersebut, dapat saya jelaskan, sebagai berikut:

    1.    Berdasarkan Pasal 172 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), bahwa “pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat (karena) kecelakaan kerja dan (sudah) tidak dapat menjalankan pekerjaannya, setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan, dapat (mempunyai opsi) mengajukan PHK...”

    KLINIK TERKAIT

    Hak Pekerja yang di-PHK Akibat Memasuki Usia Pensiun

    Hak Pekerja yang di-PHK Akibat Memasuki Usia Pensiun
     

    Artinya, pengusaha tidak memiliki opsi PHK, kecuali melakukan perundingan (sesuai Pasal 151 ayat [2] UUK) atau pekerja/buruh (:karyawan) PHK karena telah memasuki batas usia pensiun ("BUP") yang disepakati/ditentukan oleh perusahaan*.

     

    2.    Apabila seseorang karyawan sakit berkepanjangan karena kecelakaan kerja, bukan berarti “perusahaan memberikan cuti sakit panjang selama 12 bulan”, akan tetapi dengan adanya penetapan dokter penasihat yang menetapkan untuk cuti karena sakit (dan tidak dapat melaksanakan pekerjaannya) akibat suatu kecelakaan kerja, maka otomatis karyawan yang bersangkutan berhak atas cuti sakit berkepanjangan dimaksud.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    3.    Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) huruf a dan ayat (3) PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 53 Tahun 2012, bahwa bagi tenaga kerja (karyawan) yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja, termasuk santunan sementara tidak mampu bekerja (“STMB”), masing-masing:

    -      4 bulan pertama = 100% x upah sebulan;

    -      4 bulan kedua = 75% x upah sebulan;

    -      4 bulan ketiga = 50% x upah sebulan;

     

    STMB ini dibayarkan oleh PT. Jamsostek kepada Pengusaha. Apabila (pembayaran Jamsostek) terdapat kekurangan, maka menjadi tanggung jawab pengusaha.

     

    Dengan demikian, bagi karyawan yang tertimpa kecelakaan kerja, tidak berlaku (tidak mengikuti pola pembayaran sesuai) ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf a jo Pasal 93 ayat (3) UUK sebagaimana yang Bapak/Sdr. kemukakan.

     

    4.    Coverage (cakupan pelayanan) yang dimaksud sebagai kecelakaan kerja sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“UU 3/1992”), adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja (penyakit akibat hubungan kerja, atau disingkat PAK), demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

     

    Ketentuan (Pasal 1 angka 6 UU 3/1992) tersebut berlaku untuk semua sektor, termasuk pertambangan, sepanjang –telah- ditetapkan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagai kecelakaan kerja (vide Pasal 12 ayat [3] Permenakertrans No. Per-12/Men/VI/2007).

     

    Untuk lebih jelasnya coverage tersebut, Bapak/Sdr. dapat berkonsultasi dengan unit kerja PT. Jamsostek di daerah setempat atau kepada unit kerja Pengawasan di Dinas Ketenagakerjaan setempat.

     

    5.    Terkait dengan cuti sakit berkepanjangan (long sick leave) dan rawat jalan yang dialami karyawan yang akan memasuki pensiun (“BUP”) pada usia 55 tahun per-tanggal 2 Agustus 2012, menurut Pasal 4 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1992, bahwa kepesertaan jamsostek memang hanya mewajibkan bagi pengusaha (dan menjadi hak pekerja) selama dalam hubungan kerja. Bahkan, menurut Pasal 7 Permenakertrans No. Per-12/Men/VI/2007, pekerja tidak dapat dilayani oleh PT. Jamsostek bilamana terdapat tunggakan dan/atau pengusaha belum memenuhi kewajiban membayar (iuran serta denda)-nya. Dengan kata lain, apabila hubungan kerja telah berakhir, atau hubungan kerja belum berakhir, akan tetapi pengusaha –telah- terhenti (wanprestasi) membayar kewajiban (iuran) kepada PT. Jamsostek, maka hak pekerja atas jaminan sosial dari PT.Jamsostek juga terhenti.

     

    Dengan demikian, setelah berakhirnya hubungan kerja antara pengusaha dengan karyawan yang mengalami long sick leave atau rawat jalan maka tanggung jawab PT. Jamsostek berakhir juga, kecuali untuk PAK (penyakit akibat hubungan kerja) berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak terputusnya hubungan kerja (vide Pasal 3 ayat [2] Keppres No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja).

     

    Sejauh ini, tidak ada ketentuan siapa yang menanggung long sick leave karena kecelakaan kerja pasca BUP –pensiun-. Lebih spesifik lagi, tidak ada juga ketentuan mengenai kewajiban perusahaan untuk menanggungnya. Oleh karena itu, hemat saya itu adalah risiko kerja yang harus ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan, kecuali disepakati lain atau diatur tersendiri dalam peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).

     

    6.    Ketentuan UU yang mengatur hal tersebut memang lemah, padahal filosofinya semua risiko kecelakaan kerja adalah merupakan risiko dan tanggung-jawab perusahaan. Akan tetapi, pasal yang mengatur secara tegas tidak memuatnya, sehingga karena hal ini tidak diatur oleh undang-undang, maka berdasarkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract atau beginsel der contractsvrijheid), perlu dicantumkan dalam PP/PKB mengenai kecelakaan kerja yang masih harus ditanggung pengusaha sampai sembuh total secara patut/wajar.

     

    7.    Untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak/belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, jalan terbaik yang dapat ditempuh (saat ini) adalah melakukan negosiasi (bargaining) dengan pihak manajemen Perusahaan sesuai dengan Pasal 1338 jo Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dengan argumentasi dan atas budi baik (kebijakan) perusahaan.

     

    Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.

     

    *Catatan:

    Ketentuan (secara umum) mengenai BUP tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, hanya ada beberapa jabatan tertentu –seperti guru/dosen- yang ditentukan UU yang bersangkutan. Oleh karena itu, perusahaan wajib mengatur (menyepakati)-nya sebagai dasar untuk timbulnya hak pensiun. Dapat juga disepakati untuk dilanjutkan (hubungan kerja) setelah batas waktu (BUP) yang ditentukan dengan suatu alasan tertentu, misalnya karena sambil mencari pengganti karyawan yang bersangkutan atau dalam rangka transfer of knowledge.

     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    2.    Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

    3.    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    4.    Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2012

    5.    Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja

    6.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-12/Men/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan Dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 20 Tahun 2012

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!