Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bagaimana Jika Hukum Internasional Tidak Dipatuhi?

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Bagaimana Jika Hukum Internasional Tidak Dipatuhi?

Bagaimana Jika Hukum Internasional Tidak Dipatuhi?
Abdul Razak Asri, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bagaimana Jika Hukum Internasional Tidak Dipatuhi?

PERTANYAAN

Kepada yang terhormat hukumonline saya ini orang awam tentang hukum. Saya ingin menanyakan bagaimana kalau hukum internasional itu diabaikan atau tidak dipatuhi oleh salah satu negara sedangkan negara yang bersangkutan sudah menjadi anggota (mohon dijawab dengan sejelas-jelasnya)? Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Pertama-tama, perlu dijelaskan bahwa hukum internasional itu lingkupnya sangat luas. Bentuknya pun bermacam-macam, ada yang tertulis dan ada pula yang tidak. Dalam konteks pertanyaan ini, sepertinya Anda merujuk pada hukum internasional tertulis jika merujuk pada kalimat “…yang bersangkutan sudah menjadi anggota”. Kenapa disimpulkan begitu, karena hanya pada hukum internasional tertulis saja sistem keanggotaan umumnya diberlakukan. Secara sederhana, keanggotaan dapat diartikan sebagai satu bentuk formal keterlibatan satu pihak dalam sebuah perjanjian.

     

    Di lingkup internasional, norma yang mengatur secara khusus tentang perjanjian internasional adalah Law of Treatyyang ditandatangani di Vienna, Austria pada 1969 (“Konvensi Wina 1969”). Konvensi ini adalah rujukan utama dalam perumusan sebuah perjanjian internasional antarnegara. Di dalamnya mengatur segala aspek dari perjanjian internasional, termasuk soal keanggotaan (party) dan keberlakuan (entry into force). Dua hal inilah yang menurut hemat kami menjadi inti dari pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Status Hukum UU Ratifikasi

    Status Hukum UU Ratifikasi
     

    Pertama-tama, dimulai dari definisi. Berdasarkan Law of Treaty, anggota (party) adalah negara yang telah menyatakan diri terikat pada perjanjian, dan karenanya perjanjian itu berlaku bagi negara tersebut (a state which has consented to be bound by the treaty and for which the treaty is in force). Pihak di luar definisi ini disebut “third state”.

     

    Merujuk pada definisi itu, maka bahwa suatu negara yang menyandang status “anggota” sebuah perjanjian internasional wajib tunduk pada isi perjanjian tersebut. Namun, sebelum menjadi anggota, negara tersebut harus menempuh prosedur pengesahan atau disebut “pernyataan mengikatkan diri”. Lazimnya, prosedur pengesahan atau pernyataan mengikatkan diri diatur dan ditetapkan secara khusus dalam perjanjian internasional terkait.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Cara pengesahan atau pernyataan mengikatkan diri sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi Wina 1969 antara lain penandatanganan (signature), pertukaran dokumen (exchange of instruments constituting a treaty), ratifikasi (ratification), penerimaan “signature, exchange of instruments constituting a treaty, ratification, acceptance, approval or accession, or by any other means if so agreed” (Article 11).

     

    Sekali lagi, terlepas dari cara pengesahannya, negara yang berstatus sebagai anggota wajib tunduk pada isi perjanjian tersebut. Namun, hukum internasional membuka peluang bagi suatu negara untuk tidak melaksanakan bagian tertentu dari sebuah perjanjian internasional, meskipun statusnya anggota. Caranya, dengan menyatakan reservation (pensyaratan) yang umumnya dilakukan bersamaan pada saat pengesahan atau pernyataan mengikatkan diri.

     

    Reservation atau pensyaratan menurut definisi UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral.

     

    Umumnya, reservation diajukan suatu negara jika ada bagian dari perjanjian internasional yang mereka tanda tangani dinilai memberatkan. Karena itu, konsekuensi dari reservation adalah ketidakberlakuan satu atau lebih pasal atau bagian dari perjanjian internasional yang dinyatakan dalam reservation bagi negara anggota yang mengajukannya. Sebagai contoh, Indonesia menyatakan reservation terhadap Pasal 30 ayat (1), Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment. Reservation ini dinyatakan dalam UU No. 5 Tahun 1998 yang meratifikasi Konvensi tersebut.

     
    Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

    2.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia)

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!