Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Upayakan Diversi, Begini Prosedur Peradilan Pidana Anak

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Upayakan Diversi, Begini Prosedur Peradilan Pidana Anak

Upayakan Diversi, Begini Prosedur Peradilan Pidana Anak
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Upayakan Diversi, Begini Prosedur Peradilan Pidana Anak

PERTANYAAN

Bagaimanakah tata cara peradilan anak, proses hukumnya, dan hal apa saja yang akan mengakibatkan seorang anak dapat diadili?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Peradilan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”). Yang dapat diproses menggunakan SPPA adalah anak yang telah berumur 12 tahun tapi belum berumur 18 tahun.

    Berbeda dari proses pidana secara umum, dalam SPPA ditekankan upaya diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Bagaimana prosedur hukum peradilan anak?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Tata cara Peradilan Anak yang dibuat oleh Si Pokrol dan dipublikasikan pertama kali pada Rabu, 16 November 2005.

    KLINIK TERKAIT

    Penetapan Asal-Usul Anak Hasil Kawin Siri dan Poligami

    Penetapan Asal-Usul Anak Hasil Kawin Siri dan Poligami

     

    Usia Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Secara umum, peradilan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”).

    Sistem Peradilan Pidana Anak (“SPPA”) adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.[1]

    Dalam hal ini, anak yang berkonflik dengan hukum ialah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.[2]

    Jika anak melakukan tindak pidana sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun, penyelesaiannya tetap diajukan ke sidang anak.[3]

    Tapi, jika anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:[4]

    1. menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau
    2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, maksimal 6 bulan.

     

    Keadilan Restoratif dan Diversi

    SPPA wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif, yakni penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan, meliputi:[5]

    1. penyidikan dan penuntutan pidana anak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam UU SPPA;
    2. persidangan anak oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
    3. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

    Khusus poin a dan b wajib diupayakan diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.[6] Diversi dilaksanakan bagi tindak pidana yang:[7]

    1. diancam pidana penjara di bawah 7 tahun; dan
    2. bukan merupakan pengulangan tindak pidana, artinya baik tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis, termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui diversi.[8]

    Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif[9], serta dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial dan/atau masyarakat jika diperlukan.[10]

    Bentuk hasil kesepakatan diversi dapat berupa, antara lain:[11]

    1. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
    2. penyerahan kembali kepada orang tua/wali;
    3. keikutsertaan pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS maksimal 3 bulan; atau
    4. pelayanan masyarakat.

    Hasil kesepakatan itu lalu dituangkan dalam kesepakatan diversi[12] dan disampaikan atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai daerah hukumnya maksimal 3 hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.[13]

    Jika diversi tidak membuahkan kesepakatan atau kesepakatan tidak dilaksanakan, maka proses peradilan anak dilanjutkan ke acara peradilan pidana anak.[14]

    Selain itu, setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak, di antaranya:[15]

    1. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
    2. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
    3. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu paling singkat; atau
    4. memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang tertutup untuk umum.

     

    Prosedur Peradilan Pidana Anak

    Pada dasarnya, ketentuan beracara peradilan pidana anak mengikuti hukum acara pidana sebagaimana diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), kecuali ditentukan lain dalam UU SPPA.[16]

    1. Penyidikan

    Penyidik wajib mengupayakan diversi maksimal 7 hari setelah penyidikan dimulai.[17] Jika diversi gagal, penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan melampirkan berita acara diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.[18]

    1. Penangkapan dan penahanan

    Penangkapan anak dilakukan guna kepentingan penyidikan maksimal 24 jam.[19] Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak.[20]

    Sedangkan ketentuan penahanan anak ialah:

    1. Atas permintaan penyidik: maksimal 7 hari dan dapat diperpanjang penunutut umum maksimal 8 hari.[21]
    2. Atas permintaan penuntut umum: maksimal 5 hari dan dapat diperpanjang hakim pengadilan negeri maksimal 5 hari.[22]
    3. Atas permintaan hakim: maksimal 10 hari dan dapat diperpanjang oleh kepala pengadilan negeri maksimal 15 hari.[23]

    Patut diperhatikan, penahanan tidak boleh dilakukan jika anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.[24]

    1. Penuntutan

    Penuntut umum wajib mengupayakan diversi maksimal 7 hari setelah menerima berkas perkara penyidik.[25] Jika diversi gagal, penuntut umum wajib menyampaikan berita acara diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.[26]

    1. Pemeriksaan Hakim
    1. Ketua pengadilan menetapkan hakim tunggal atau hakim majelis untuk menangani perkara anak maksimal 3 hari setelah menerima berkas perkara dari penuntut umum, dengan ketentuan:
    1. pada setiap tingkat peradilan, dilakukan oleh hakim tunggal[27]
    2. jika tindak pidana diancam pidana penjara 7 tahun atau sulit pembuktiannya, dapat ditetapkan pemeriksaan dengan hakim majelis[28]
    1. Hakim wajib mengupayakan diversi maksimal 7 hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai hakim yang dilakukan maksimal 30 hari.[29] Jika diversi tidak berhasil, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.[30]
    2. Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.[31]
    3. Setelah hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, anak dipanggil masuk beserta orang tua/wali, advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan.[32]
    4. Setelah surat dakwaan dibacakan, hakim memerintahkan pembimbing kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan tanpa kehadiran anak, kecuali hakim berpendapat lain.[33]
    5. Pada saat memeriksa anak korban dan/atau anak saksi, hakim dapat memerintahkan agar anak dibawa ke luar ruang sidang dengan ketentuan orang tua/wali, advokat atau pemberi bantuan hukum, dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir.[34]
    6. Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak, dengan catatan identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi harus dirahasiakan oleh media massa dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar.[35]

    Jadi berdasarkan ketentuan di atas, pada dasarnya SPPA diterapkan pada anak berusia 12 sampai dengan di bawah umur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Kemudian peradilan pidana anak mengutamakan keadilan restoratif, di mana pidana penjara hanya diberikan sebagai upaya terakhir dan jika diberikan, masa pemidanaannya diupayakan dalam waktu paling singkat.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

    [1] Pasal 1 angka 1 UU SPPA

    [2] Pasal 1 angka 3 UU SPPA

    [3] Pasal 20 UU SPPA

    [4] Pasal 21 ayat (1) UU SPPA

    [5] Pasal 1 angka 6 jo. Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU SPPA

    [6] Pasal 1 angka 7 jo. Pasal 5 ayat (3) UU SPPA

    [7] Pasal 7 ayat (2) UU SPPA

    [8] Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf b UU SPPA

    [9] Pasal 8 ayat (1) UU SPPA

    [10] Pasal 8 ayat (2) UU SPPA

    [11] Pasal 11 UU SPPA

    [12] Pasal 12 ayat (1) UU SPPA

    [13] Pasal 12 ayat (2) UU SPPA

    [14] Pasal 13 UU SPPA

    [15] Pasal 3 UU SPPA

    [16] Pasal 16 UU SPPA

    [17] Pasal 29 ayat (1) UU SPPA

    [18] Pasal 29 ayat (4) UU SPPA

    [19] Pasal 30 ayat (1) UU SPPA

    [20] Pasal 30 ayat (2) UU SPPA

    [21] Pasal 33 ayat (1) dan (2) UU SPPA

    [22] Pasal 34 ayat (1) dan (2) UU SPPA

    [23] Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU SPPA

    [24] Pasal 32 ayat (1) UU SPPA

    [25] Pasal 42 ayat (1) UU SPPA

    [26] Pasal 42 ayat (4) UU SPPA

    [27] Pasal 44 ayat (1) jo. Pasal 47 ayat (1) jo. Pasal 50 ayat (1) UU SPPA

    [28] Pasal 44 ayat (2) jo. Pasal 47 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (2) UU SPPA

    [29] Pasal 52 ayat (1) dan (3) UU SPPA

    [30] Pasal 52 ayat (6) UU SPPA

    [31] Pasal 54 ayat (1) UU SPPA

    [32] Pasal 56 UU SPPA

    [33] Pasal 57 ayat (1) UU SPPA

    [34] Pasal 58 ayat (1) dan (2) UU SPPA

    [35] Pasal 61 ayat (1) dan (2) UU SPPA

    Tags

    anak
    peradilan pidana anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!