KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sampai Sejauh Mana Merger dan Akuisisi Dilarang oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Sampai Sejauh Mana Merger dan Akuisisi Dilarang oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Sampai Sejauh Mana Merger dan Akuisisi Dilarang oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Shanti Rachmadsyah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sampai Sejauh Mana Merger dan Akuisisi Dilarang oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

PERTANYAAN

Dalam UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dikatakan bahwa Merger dan Akuisisi dilarang jika dapat menyebabkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pembatasan praktek monopoli adalah penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha atau lebih dari 75% dari 2 atau lebih pelaku usaha. Sedangkan batasan persaingan usaha tidak sehat adalah ada unsur tidak jujur/melanggar hukum/menimbulkan penguasaan pasar Pertanyaan: Sampai di mana aspek "ilegal" dari suatu proses merger atau likuidasi jika dilihat dari UU tersebut sedangkan salah satu tujuan dari merger & akuisisi adalah untuk perluasan pangsa pasar (it's not make sense kalau setelah berhasil mendapat pangsa pasar yang dituju maka tindakan merger & akuisisi tersebut menjadi ilegal). Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Merger (penggabungan badan usaha) baru dikatakan mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat jika badan usaha hasil merger itu melakukan:

    1.      Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 4 sampai pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”)

    KLINIK TERKAIT

    Posisi Akte Notaris Setelah Merger

    Posisi Akte Notaris Setelah Merger

    2.      Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24 UU 5/1999.

    3.      Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan artinya keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya jabatan rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai pasal 27 UU 5/1999.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, bukan hanya besarnya pangsa pasar yang dijadikan ukuran. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP 57/2010”) menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu merger mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat adalah:

    1.      Konsentrasi pasar

    2.      Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Dalam pasar dengan entry barrier rendah, merger cenderung tidak menimbulkan dugaan praktek monopoli. Sebaliknya, dalam pasar dengan entry barrier yang tinggi, merger cenerung mengarah pada praktek monopoli.

    3.      Potensi perilaku anti persaingan artinya jika merger melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya.

    4.      Efisiensi yaitu jika merger dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan merger, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.

    5.      Kepailitan artinya yaitu jika merger dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Jika kerugian konsumen lebih besar bila badan usaha tersebut keluar dari pasar, maka merger tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

     

    Jadi, penguasaan pangsa pasar bukanlah satu-satunya hal yang menyebabkan suatu merger dikatakan menyebabkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

     

    Demikian yang kami ketahui, semoga bermanfaat.

     
    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

    2.      Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!