Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana

2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana
Kristiani Virgi Kusuma Putri, S.H.PERSADA UB
PERSADA UB
Bacaan 10 Menit
2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana

PERTANYAAN

Apabila si terdakwa telah mendapat vonis, apakah pihak yang menjadi korban tetap dapat meminta ganti rugi terhadap si terdakwa? Bagaimana prosedur dalam permintaan ganti rugi atas kasus suatu pidana? Siapakah yang menentukan besarnya ganti rugi? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Setelah seorang terdakwa dinyatakan bersalah dan terbukti telah melakukan suatu tindak pidana, korban tindak pidana tersebut dapat meminta ganti kerugian terhadap terpidana melalui 2 upaya alternatif. Apakah itu?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Bagaimana Cara Membuat Surat Gugatan Perdata?

    Bagaimana Cara Membuat Surat Gugatan Perdata?

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bagaimana Cara Menuntut Ganti Rugi Jika Menjadi Korban Tindak Pidana? yang dibuat oleh Anggara dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 23 Mei 2011.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Setelah terdakwa dinyatakan bersalah dan terbukti telah melakukan suatu tindak pidana, korban dapat meminta ganti rugi terhadap terpidana melalui 2 upaya alternatif, yaitu gugatan perdata atas perbuatan yang melawan hukum atau membuat permohonan restitusi kepada pengadilan atau melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Berikut ini penjabarannya.

     

    Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

    Sebelumnya perlu Anda ketahui, Pasal 101 KUHAP menyebutkan ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjang tidak diatur lain. Artinya pihak yang merasa dirugikan oleh perbuatan terpidana dapat mengajukan gugatan, bahkan setelah terdakwa diputuskan bersalah.

    Dasar hukum permohonan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Adapun unsur untuk mengajukan gugatan ini adalah adanya perbuatan yang melawan hukum, kesalahan, kerugian yang timbul, dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.[1]

    Hak menuntut ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum tidak memerlukan somasi. Kapan saja, pihak yang dirugikan dapat langsung mengajukan gugatan. KUH Perdata sendiri tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan demikian, penggugat bisa mengajukan ganti kerugian yang nyata-nyata diderita dan dapat diperhitungkan (material) dan kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang (immaterial).[2]

    Kerugiaan materiil merupakan kerugian yang senyatanya diderita dan dapat dihitung jumlahnya berdasarkan nominal uang sehingga ketika tuntutan materiil dikabulkan dalam putusan hakim maka penilaian dilakukan secara objektif. Misalnya biaya pengobatan dan perbaikan kendaraan atas kecelakaan lalu lintas. Sedangkan immaterial diartikan sebagai “tidak bisa dibuktikan” merupakan kerugiaan yang diderita akibat perbuatan melawan hukum yang tidak dapat dibuktikan, dipulihkan kembali dan/atau menyebabkan terjadinya kehilangan kesenangan hidup sementara, ketakutan, sakit, dan terkejut sehingga tidak dapat dihitung berdasarkan uang.

    Adapun cakupan kerugian immaterial menurut Putusan MA No. 650/PK/Pdt/1994 disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 1370, 1371, 1372 KUH Perdata ganti kerugian immateril hanya dapat diberikan dalam hal-hal tertentu saja seperti perkara kematian, luka berat dan penghinaan.

    Adapun Pasal 1365 KUH Perdata telah memberikan kemungkinan beberapa jenis gugatan perbuatan melawan hukum, antara lain:[3]

    1. ganti kerugian dalam bentuk uang;
    2. ganti kerugian dalam bentuk natura atau pengembalian keadaan pada keadaan semula;
    3. pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum;
    4. larangan untuk melakukan suatu perbuatan;
    5. meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum;
    6. pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.

    Umumnya, pihak yang menuntut ganti kerugian harus dapat membuktikan besarnya kerugian. Akan tetapi, karena sulitnya pembuktian, hakim dapat menentukan besarnya kerugian menurut rasa keadilan. Putusan MA No. 610 K/Sip/1968 menyebutkan meskipun tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas, sedangkan penggugat tetap pada tuntutannya, hakim berwenang untuk menetapkan berapa pantasnya harus dibayar.[4]

    Sepanjang penelusuran kami, berikut persyaratan untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, yang mana untuk semua bukti surat dilegalisir di kantor pos:

    1. Surat gugatan yang ditujukan ke Ketua Pengadilan Negeri yang sesuai dengan domisili tergugat;
    2. Surat kuasa yang sudah dilegalisir (apabila ada kuasa hukum);
    3. Bukti-bukti yang menguatkan untuk mengajukan gugatan.

     

    Permohonan Restitusi

    Upaya lain yang dapat ditempuh oleh korban adalah permohonan restitusi. Sebab, dalam hal korban tidak mengajukan permohonan restitusi dalam proses persidangan, permohonan dapat diajukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Demikian yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Perma 1/2022.

    Korban yang mengajukan restitusi berhak memperoleh restitusi berupa:[5]

    1. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan;
    2. ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana;
    3. penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau
    4. kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.

    Syarat untuk mengajukan permohonan restitusi harus memuat:[6]

    1. identitas pemohon;
    2. identitas korban, dalam hal pemohon bukan korban sendiri;
    3. uraian mengenai tindak pidana;
    4. identitas terdakwa/termohon;
    5. uraian kerugian yang diderita; dan
    6. besaran restitusi yang diminta.

    Lebih lanjut, perihal prosedur permohonan restitusi dapat Anda baca dalam Tata Cara Permohonan Restitusi dan Kompensasi untuk Korban Tindak Pidana.

    Sebagai tambahan informasi, permohonan restitusi dapat diajukan ke pengadilan langsung atau melalui LPSK, yang mana harus diajukan dengan durasi paling lama 90 hari sejak pemohon mengetahui putusan pengadilan atas tindak pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Serta pengadilan wajib memutus permohonan restitusi dalam bentuk penetapan paling lama 21 hari sejak sidang pertama. Apabila permohonan Restitusi diajukan melalui LPSK, maka salinan penetapan pengadilan disampaikan kepada LPSK paling lambat 7 hari dihitung sejak penetapan diucapkan.[7]


    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.

     

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 610 K/Sip/1968;
    2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 650/PK/Pdt/1994.

     

    Referensi:

    1. M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976;
    2. Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Bandung: Alumni, 1982;
    3. R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan keempat. Bandung: Percetakan Binacipta, 1987;
    4. Tata Cara Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri, yang diakses pada 3 Juli 2023, pukul 15.09 WIB.

    [1] R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan keempat. Bandung: Percetakan Binacipta, 1987, hal. 75-76

    [2] Tata Cara Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri, yang diakses pada 3 Juli 2023, pukul 15.09 WIB

    [3] M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976, hal. 102

    [4] Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Bandung: Alumni, 1982, hal. 31

    [5] Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana (“Perma 1/2022”)

    [6] Pasal 5 ayat (1) Perma 1/2022

    [7] Pasal 12 ayat (1), (2), Pasal 14 ayat (9), dan Pasal 15 ayat (1) Perma 1/2022

    Tags

    ganti rugi
    narapidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!