KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perlindungan Nasabah dalam Merger Bank

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Perlindungan Nasabah dalam Merger Bank

Perlindungan Nasabah dalam Merger Bank
Aisha Adelia, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perlindungan Nasabah dalam Merger Bank

PERTANYAAN

Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang merger? Upaya hukum apa yang dapat ditempuh untuk mendapatkan perlindungan tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perlindungan hukum bagi nasabah pada bank yang melakukan merger diatur dalam UU Perbankan dan perubahannya serta peraturan pelaksananya. Pada intinya, merger tidak boleh merugikan kepentingan nasabah.

    Salah satu bentuk perlindungan bagi nasabah adalah dapat mengajukan keberatan terhadap merger dan mengakhiri perjanjian dengan bank.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perlindungan Nasabah dalam Merger Bank? yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 1 Oktober 2010.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Layanan Pinjaman Bank Digital dengan Pinjol

    Perbedaan Layanan Pinjaman Bank Digital dengan Pinjol

    Ketentuan tentang Merger Bank

    Dalam melakukan kegiatan usahanya, bank dapat melakukan merger atau penggabungan yang diatur dalam UU Perbankan dan perubahannya. Adapun definisi penggabungan atau merger berbunyi sebagai berikut.[1]

    Merger adalah penggabungan dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Penggabungan berasal dari inisiatif bank sendiri atau atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan.[2]

    Bagi bank yang berbentuk perseroan terbatas, definisi penggabungan berbunyi:[3]

    Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

    Untuk dapat melakukan penggabungan, bank harus mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan.[4] UU Perbankan mengatur persyaratan dalam melakukan penggabungan yaitu:[5]

    1. bank harus menghindari timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; dan
    2. penggabungan tidak boleh merugikan kepentingan nasabah.

    Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa perlindungan bagi nasabah merupakan salah satu komponen utama yang perlu diperhatikan oleh bank dalam melakukan penggabungan.

    Sebelum membahas lebih rinci mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan penggabungan bank, kita perlu mengetahui bahwa terdapat 2 jenis nasabah perbankan, yaitu:[6]

    1. nasabah penyimpan, yang menempatkan dana dalam bentuk simpanan di bank; dan
    2. nasabah debitur, yang mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari bank.

    Perlindungan bagi Nasabah Penyimpan dalam Merger Bank

    Lantas, apakah ada perlindungan hukum nasabah penyimpan dana dalam merger bank? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan bahwa bagi nasabah penyimpan, perlindungan diberikan dalam bentuk perlindungan bagi kreditur. Dalam hal ini, nasabah penyimpan memiliki simpanan di bank, yang merupakan prestasi yang harus dipenuhi oleh bank. Oleh karena itu, nasabah penyimpan dapat dikategorikan sebagai kreditur.[7]

    Berdasarkan PP 28/1999, dalam melakukan merger, bank harus memperhatikan kepentingan kreditur dalam hal ini menyangkut pengembalian dana terhadap kreditur, termasuk nasabah penyimpan.[8]

    Selain itu, bentuk perlindungan bagi kreditur adalah dengan mewajibkan bank untuk mengumumkan ringkasan rencana penggabungan sebelum pemanggilan rapat umum pemegang saham (“RUPS”) mengenai penggabungan.[9]

    Setelah pengumuman tersebut, nasabah penyimpan atau kreditur memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap penggabungan.[10] Keberatan ini harus diselesaikan oleh bank, dan selama penyelesaian keberatan belum tercapai, penggabungan tidak dapat dilaksanakan.[11]

    Penjelasan lebih rinci kemudian diatur dalam POJK 41/2019. Pengumuman rencana penggabungan dilakukan pada 1 surat kabar harian nasional yang berbahasa Indonesia dan situs web bank.[12]

    Selanjutnya, keberatan harus diselesaikan oleh direksi bank atau RUPS.[13] Apabila penyelesaian keberatan telah disepakati oleh bank dan kreditur, penyelesaian tersebut dimuat dalam akta notaris.[14]

    Sebagai catatan, penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila penyelesaian keberatan belum tercapai.[15]

    Baca juga: Begini Prosedur Peralihan Nasabah Usai Merger 3 Bank Syariah

    Perlindungan bagi Nasabah Debitur dalam Merger Bank

    Lalu, bagaimana perlindungan bagi nasabah debitur?

    Pertama, pengumuman rencana penggabungan, yang sebelumnya telah dijelaskan, juga merupakan bentuk perlindungan bagi nasabah debitur. Dengan adanya pengumuman melalui surat kabar nasional dan situs web bank, nasabah debitur mengetahui bahwa akan dilakukan penggabungan yang dapat memengaruhi posisinya sebagai debitur.

    Kedua, kita dapat merujuk pada POJK tentang perlindungan nasabah, yaitu POJK Perlindungan Konsumen untuk melihat ketentuan yang dapat melindungi nasabah debitur dari konsekuensi penggabungan yang merugikan.

    Konsekuensi yang mungkin terjadi setelah penggabungan adalah perubahan isi perjanjian antara bank dan nasabah debitur. Apabila perubahan dilakukan secara sepihak oleh bank dan tidak menguntungkan nasabah debitur, hal ini tidak adil karena nasabah debitur harus mematuhi perjanjian yang tidak seimbang. Bahkan, mungkin akan mengalami kerugian.

    Sehubungan dengan hal ini, POJK Perlindungan Konsumen mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan (dalam konteks ini bank) untuk menginformasikan perubahan isi perjanjian kepada konsumen sebelum perubahan tersebut berlaku.[16] Apabila konsumen tidak menyetujui perubahan, mereka berhak untuk mengakhiri penggunaan produk dan/atau layanan yang ditawarkan oleh bank.[17]

    Konsekuensi lain yang mungkin terjadi setelah penggabungan adalah pengalihan hak tagih kepada bank hasil penggabungan. Dengan kata lain, nasabah debitur memiliki kreditur baru, yaitu bank hasil penggabungan. Apabila pengalihan tidak dilakukan dengan baik, hal ini dapat merugikan nasabah debitur.

    Untuk menghindari kerugian yang dapat diderita oleh konsumen, POJK Perlindungan Konsumen mengatur bahwa dalam melakukan pengalihan hak tagih, bank harus:[18]

    1. memenuhi tata cara pengalihan hak tagih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. memuat pengalihan hak tagih dalam perjanjian kredit atau pembiayaan;
    3. menyampaikan pemberitahuan kepada konsumen; dan
    4. memastikan bahwa pengalihan hak tagih tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.

    Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan nasabah bank bagi nasabah penyimpan berupa kepemilikan hak untuk mengajukan keberatan terhadap penggabungan, yang apabila tidak diselesaikan menyebabkan penggabungan tidak dapat dilaksanakan.

    Sementara itu, nasabah debitur memiliki hak untuk diberitahukan mengenai perubahan isi perjanjian dan pengalihan hak tagih, yang dapat terjadi sebagai akibat penggabungan, dan hak untuk mengakhiri perjanjian apabila tidak menyetujui perubahan isi perjanjian.

    Baca juga: Merger Menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), Ini Perlindungan Nasabahnya

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
    2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank;
    5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi, dan Konversi Bank Umum;
    6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.07/2022 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

    [1] Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomo 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 10/1998”)

    [2] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi, dan Konversi Bank Umum (“POJK 41/2019”).

    [3] Pasal 109 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

    [4] Pasal 2 ayat (2) POJK 41/2019.

    [5] Penjelasan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

    [6] Pasal 1 angka 17 dan 18 UU 10/1998.

    [7] Penjelasan Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank (“PP 28/1999”).

    [8] Pasal 5 huruf a PP 28/1999 dan penjelasannya

    [9] Pasal 14 ayat (1) PP 28/1999.

    [10] Pasal 37 ayat (1) PP 28/1999.

    [11] Pasal 37 ayat (4) PP 28/1999.

    [12] Pasal 10 ayat (3) POJK 41/2019

    [13] Pasal 13 ayat (3) POJK 41/2019

    [14] Pasal 13 ayat (4) POJK 41/2019.

    [15] Pasal 13 ayat (5) POJK 41/2019.

    [16] Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.07/2022 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK Perlindungan Konsumen”).

    [17] Pasal 31 ayat (5) POJK Perlindungan Konsumen.

    [18] Pasal 34 ayat (1), (2), dan (3) POJK Perlindungan Konsumen.

    Tags

    merger
    nasabah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!