Seorang teman mengajukan klaim 2 lembar kuitansi pengobatan ke kantornya (obat ditebus oleh keluarganya). Pada saat diproses oleh personalia diketahui kemudian bahwa kedua kuitansi tersebut ternyata berasal dari 1 resep (double kuitansi). Hal tersebut terjadi karena teman saya teledor tidak memeriksa ulang kedua kuitansi tersebut pada saat hendak mengklaim ke kantornya, di mana tidak ada tanda duplikat pada kuitansi tersebut. Kondisi di atas masih dalam taraf mengusulkan, dan kantor belum membayarkan kuitansi tersebut. Tetapi teman saya diancam PHK karena dianggap sengaja mengusulkan 2 kuitansi atas 1 resep (cari keuntungan atau penggelapan). Setimpalkah hukuman tersebut untuk keteledoran yang dilakukannya? Dapatkah seseorang di-PHK hanya karena mengajukan double kuitansi meskipun belum dibayar? Teman saya tidak terima hukuman tersebut dan diminta untuk mengundurkan diri, apa yang harus teman saya lakukan untuk memperoleh keadilan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Pada dasarnya, perusahaan atau pengusaha tidak dibenarkan langsung melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) terhadap pekerja yang berbuat salah. Kalaupun kesalahan si pekerja termasuk perbuatan pidana, maka perusahaan baru dapat mem-PHK si pekerja setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Hal di atas merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003 dan Surat Edaran Menakertrans No. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005(“SE Menakertrans”). SE Menakertrans ini menegaskan bahwa jika pengusaha hendak melakukan PHK karena pekerja melakukan kesalahan berat, harus ada putusan hakim pidana yang berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu. Sehingga, harus dibuktikan terlebih dulu kesalahannya melalui mekanisme peradilan pidana. Jadi, tidak ada PHK karena kesalahan berat tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, teman Anda tidak dapat langsung di-PHK oleh perusahaan karena alasan mengajukan 2 kuitansi pengobatan seperti yang Anda sebutkan. Terlebih lagi, di dalam Pasal 161 ayat (1) UUK diatur bahwa dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja (“PK”), peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”), pengusaha dapat melakukan PHK, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
Selain itu, teman Anda perlu pula melihat ketentuan di dalam PK, PP atau PKB. Jika kesalahan teman Anda memang diatur di dalam PK, PP, atau PKB, maka perusahaan harus melakukan proses PHK sesuai prosedur yang diatur dalam UUK dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
a.Mengadakan perundingan bipartit (antara pekerja dan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Jadi, cobalah untuk membuka perundingan dengan pihak pengusaha yang mempekerjakan anda mengenai masalah ini.
b.Apabila dalam waktu 30 hari setelah perundingan dimulai tidak tercapai kesepakatan, upaya selanjutnya adalah perundingan tripartit, yaitu dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat. Pada tahap ini, Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan. Nantinya, pegawai Dinas Ketenagakerjaan itu akan menawarkan pekerja dan pengusaha untuk memilih proses mediasi atau konsiliasi. Jika proses mediasi atau konsiliasi itu membuahkan kesepakatan, maka kesepakatan itu dituangkan dalam sebuah perjanjian bersama. Perjanjian itu harus didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”). Apabila di kemudian hari ada pihak yang melanggar perjanjian bersama, maka pihak yang merasa dirugikan bisa langsung memohonkan eksekusi ke PHI.
c.Apabila perundingan tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Bila nanti ada pihak yang merasa tak puas dengan putusan PHI bisa langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Jadi, teman Anda bisa berunding dahulu dengan pihak perusahaan. Bila perundingan tidak berhasil, barulah perselisihan ini diajukan ke Disnaker setempat. Bila masih belum tercapai penyelesaiannya, maka bisa diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.