Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Eksekusi Objek Jaminan Dikenakan PPN?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Apakah Eksekusi Objek Jaminan Dikenakan PPN?

Apakah Eksekusi Objek Jaminan Dikenakan PPN?
Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI)Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI)
Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI)
Bacaan 10 Menit
Apakah Eksekusi Objek Jaminan Dikenakan PPN?

PERTANYAAN

Debitur dan kreditur mengikatkan diri dalam perjanjian utang dan membuat perikatan jaminan fidusia atas aset debitur. Debitur default dan kreditur selaku penerima fidusia melakukan eksekusi kemudian menjual aset tersebut ke pihak ke-3. Pasal 1A angka 1 UU PPN menyatakan penyerahan BKP terutang PPN. Pertanyaannya: 1. Apakah termasuk juga penjualan aset debitur yang dilakukan kreditur karena debitur default? 2. Apa yang dimaksud Pasal 1A angka 2 huruf b UU PPN?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penyerahan objek jaminan dari debitur ke kreditur bukanlah penyerahan barang kena pajak, karena tidak terjadi peralihan hak, namun sekadar menitipkan barang.
     
    Lain halnya jika ada, misalnya, transaksi jual beli. Penjualan barang debitur ini termasuk penjualan barang kena pajak karena telah terjadi perpindahan/peralihan hak atas barang kena pajak, sehingga dibebankan pajak pertambahan nilai (PPN).
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Penjualan Barang Kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (“UU 42/2009”), yang termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah pengalihan barang kena pajak, antara lain, mencakup:
    1. penyerahan hak atas barang karena suatu perjanjian, meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran dan/atau perjanjian lainnya yang mengakibatkan peralihan hak atas barang tersebut;
    2. pengalihan barang kena pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing)
     
    Apabila barang tersebut diambil dan dijual kembali, maka akan dikenakan PPN, karena telah terjadi perpindahan hak atas barang kena pajak.
     
    Selain itu, patut diperhatikan pula Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-129/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Transaksi Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi dan Transaksi Penjualan dan Penyewagunausahaan Kembali ("SE Dirjen Pajak 129/2010”).
     
    Berikut poin penting dalam surat edaran tersebut:[1]
    1. ketika barang kena pajak adalah barang modal yang menjadi objek pembiayaan dan berasal dari pemasok (supplier), maka:
    1. barang kena pajak dianggap diserahkan secara langsung oleh pengusaha kena pajak pemasok kepada pihak yang menyewa.
    2. pemberi sewa tidak perlu dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, karena dianggap hanya menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN.
    1. ketika barang kena pajak adalah barang modal yang menjadi objek pembiayaan dan berasal dari persediaan yang dimiliki pihak penjual, maka:
    1. pihak yang menyewakan pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu penyerahan jasa pembiayaan tidak dikenai PPN dan penyerahan barang kena pajak yang merupakan objek PPN.
     
    Penyerahan Objek Jaminan Tidak Dikenakan PPN
    Yang dimaksud Pasal 1A ayat (2) huruf b UU 42/2009 adalah yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang piutang.
     
    Maksudnya adalah apabila Tuan A (debitur) menjaminkan mobil pada Tuan B (kreditur) untuk mendapatkan pinjaman dari Tuan B sebesar Rp100 juta, maka penyerahan jaminan ini bukan merupakan pengertian barang kena pajak, ini bukan merupakan jual beli barang, tetapi menitipkan barang.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
     

    [1] Angka 6 SE Dirjen Pajak 129/2010

    Tags

    pajak
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!