KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29
Riza BuditomoAYMP Atelier of Law
AYMP Atelier of Law
Bacaan 10 Menit
Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

PERTANYAAN

Baru-baru ini saya mendaftarkan NPWP pribadi (sebagai karyawan), dan sudah mendapatkan kartu NPWP. Di SKT dinyatakan bahwa saya terkena kewajiban PPh Pasal 25 dan 29. Saya ingin konfirmasi apakah memang individu karyawan terkena pasal tersebut? Benarkah Pasal 25 dan 29 biasanya dikenakan ke badan usaha, sedangkan pribadi terkena Pasal 21? Mohon pencerahannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, untuk individual/orang pribadi yang hanya memiliki satu sumber penghasilan/pemberi kerja akan dikenakan PPh Pasal 21. Namun, PHh Pasal 21 bukan merupakan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, melainkan kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau Wajib Pajak Badan.

    Sedangkan wajib pajak yang memiliki satu atau lebih kegiatan usaha tertentu dikenakan PPh Pasal 25. Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) dan dipublikasikan pertama kali pada 4 Mei 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Surat Keterangan Terdaftar

    Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu apa itu Surat Keterangan Terdaftar (“SKT”). Menurut Pasal 1 angka 30 Perdirjen Pajak 4/2020, SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (“KPP”) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (“KP2KP”) sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang berisi identitas Wajib Pajak.

    Dari definisi dalam pasal di atas, secara sederhana SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kantor Pajak sebagai pemberitahuan bahwa wajib pajak telah terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang berisi identitas Wajib Pajak. Adapun informasi yang tersedia dalam format SKT adalah sebagai berikut:

    1. Nama
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
    3. Nomor Induk Kependudukan (NIK)
    4. Kategori

    Format SKT selengkapnya dapat Anda baca pada Lampiran Perdirjen Pajak 4/2020 (hal. 133-134).

    Secara umum, informasi kewajiban perpajakan yang tercantum dalam SKT dapat dijadikan sebagai acuan dalam memenuhi kewajiban perpajakan bagi masing-masing Wajib Pajak. Namun demikian, menurut hemat kami kewajiban perpajakan yang tercantum dalam SKT tersebut perlu di-review lebih lanjut agar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

    Menjawab pertanyaan Anda, berikut kami jelaskan perbedaan Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29.

    KLINIK TERKAIT

    Apakah NPWP Wajib? Ini Sanksi Jika Tidak Punya NPWP

    Apakah NPWP Wajib? Ini Sanksi Jika Tidak Punya NPWP

    PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

    Mengacu pada ketentuan PPh Pasal 21 ayat (1) UU 36/2008, pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

    1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainsebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan  oleh pegawai atau bukan pegawai;
    2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
    3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
    4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
    5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

    Berdasarkan bunyi pasal di atas, dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi (“WPOP”) bekerja sebagai karyawan dan menerima penghasilan berupa gaji, tunjangan, dan sebagainya, maka penghasilan yang diterima tersebut merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 yang wajib dilakukan oleh pemberi kerja. Dalam arti lain, PPh Pasal 21 bukan merupakan kewajiban perpajakan bagi WPOP, melainkan kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau Wajib Pajak Badan (“WP Badan”).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja merupakan kredit pajak yang dapat diperhitungkan untuk mengurangi besarnya PPh Tahunan Orang Pribadi yang bersangkutan pada akhir tahun pajak sebagaimana dijelaskan pada Pasal 25 ayat (1) UU 36/2008 sebagai berikut:

    Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:

    a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan

    b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

     

    Walau demikian, PPh Pasal 21 yang dikenakan kepada WPOP atas gaji tersebut tidak serta merta diartikan bahwa kewajiban perpajakan (pemotongan) WPOP yang bersangkutan adalah PPh Pasal 21, karena kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 merupakan kewajiban bagi pemberi kerja. Sehingga, kewajiban PPh Pasal 21 tidak akan tercantum dalam SKT WPOP.

    Akan tetapi, jika individu tersebut melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha lainnya dalam mendapatkan penghasilan (selain menjadi karyawan sebagaimana dijelaskan di atas) maka, kewajiban perpajakan yang tercantum dalam SKT adalah PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29.

    Berdasarkan Penjelasan Pasal 25 UU 36/2008, ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PPh Pasal 25 merupakan kewajiban perpajakan bagi orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dalam mendapatkan penghasilan. Angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulannya, dapat diperhitungkan sebagai pengurang besarnya Pajak Tahunan WPOP yang terutang pada akhir tahun pajak.

    Lebih lanjut, PPh Pasal 25 yang dikutip dari Penghitungan PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dikenakan bagi wajib pajak orang pribadi tertentu yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 atau lebih tempat usaha.

    Kemudian, PPh Pasal 29 itu sendiri merupakan pajak penghasilan kurang bayar, sebagaimana dijelaskan dalam Implementasi Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan dalam Penghitungan PPh Pasal 29 dan Angsuran PPh Pasal 25. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 29 UU 36/2008 yang mengatur tentang kewajiban pelunasan kekurangan pembayaran pajak, yaitu:

    Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

    Dengan kata lain, yang menjadi objek PPh Pasal 29 adalah jika Pajak Tahunan WPOP yang terutang lebih besar dari jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan/atau jumlah kredit PPh lainnya.

    Kesimpulannya, untuk individual/orang pribadi yang hanya memiliki satu sumber penghasilan/pemberi kerja akan dikenakan PPh Pasal 21. Namun, PPh Pasal 21 bukan merupakan kewajiban perpajakan bagi WPOP, melainkan kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau Wajib Pajak Badan. Oleh karena itu, menurut hemat kami, pencantuman informasi dalam SKT dapat diartikan sebagai antisipasi terdapatnya kewajiban perpajakan PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29. Karena, PPh Pasal 25 dikenakan kepada wajib pajak yang memiliki satu atau lebih kegiatan usaha tertentu.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
    2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

    Referensi:

    1. Direktorat Jenderal Pajak, Implementasi Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan dalam Penghitungan PPh Pasal 29 dan Angsuran PPh Pasal 25, diakses pada 21 Maret 2024, pukul 15.23 WIB;
    2. Direktorat Jenderal Pajak, Penghitungan PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, diakses pada 21 Maret 2024, pukul 15.00 WIB.

    Tags

    npwp
    pajak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!