Apa fungsi dan peran dari penjelasan dan/atau lampiran dari suatu peraturan? Saya pernah membaca suatu ketentuan yaitu keputusan presiden, di salah satu pasal disebutkan syarat-syarat yang membuat suatu tindakan menjadi gagal. Di dalam penjelasan dari keppres tersebut juga tidak dijelaskan apa-apa, hanya kata-kata "cukup jelas". Namun, saat saya membaca lampiran dari keppres tersebut, syarat-syarat yang telah disebutkan dalam keppres tersebut menjadi bertambah. Terdapat satu syarat yang tidak dapat saya temukan disebut dalam keppres tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah, dapatkah suatu penjelasan atau lampiran suatu peraturan menyebutkan lebih luas dari hal-hal yang telah disebutkan dalam pasal inti peraturan itu sendiri? Yang manakah yang harus menjadi acuan, apakah yang tersebut dalam pasal dalam keppres tersebut ataukah lampiran keppres tersebut? Bagaimana kekuatan mengikatnya?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Tentang keputusan presiden (“keppres”) sebagai peraturan perundang-undangan
“Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.”
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Fungsi dan peran Penjelasan peraturan perundang-undangan
Fungsi dan peran penjelasan suatu peraturan perundang-undangan sudah diatur dalam Lampiran IUU 12/2011, antara lain dalam angka-angka:
176. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.
177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
178. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundangundangan
186. Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai berikut:
a.tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
b.tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam batang tubuh;
c.tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
d.tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum; dan/atau
e.tidak memuat rumusan pendelegasian
Maka, menurut Lampiran I UU 12/2011, penjelasan tidak dapat menyebutkan lebih luas dari hal yang disebutkan dalam suatu pasal yang terkandung dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan, apabila yang disebutkan tersebut mengandung suatu norma baru atau memperluas norma yang terkandung dalam pasal pada batang tubuh peraturan perundang-undangan. Karena pada dasarnya penjelasan hanyalah memberikan tafsiran dari norma yang terkandung dalam suatu pasal. Penjelasan tidak dapat berisi suatu rumusan norma baru atau memperluas/mempersempit/menambah norma yang terkandung dalam pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan.
Artinya, yang mengikat sebagai norma (dan dapat dijadikan suatu dasar hukum) adalah pasal-pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan dan bukanlah penjelasannya. Karena penjelasan hanya berfungsi sebagai tafsir resmi dari pasal yang terdapat dalam batang tubuh.
Fungsi dan peran Lampiran peraturan perundang-undangan
Fungsi dan peran dari suatu lampiran memang tidak dijelaskan UU 12/2011, namun disebutkan dalam Angka 192 Lampiran I UU 12/2011 bahwa dalam hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan. Lalu, menurut Angka 193 Lampiran I UU 12/2011, lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa.
Contoh pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundang-undangan adalah pengaturan Pasal 44 ayat (2) UU 12/2011 yang menentukan bahwa:
“Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.”
Jadi, suatu peraturan perundang-undangan yang memerlukan suatu lampiran misalnya untuk memuat uraian, tabel atau peta, dapat memuat lampiran sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundang-undangan itu sendiri. Sehingga lampiran harus dibaca sebagai satu kesatuan dengan pasal-pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan, dan memiliki kekuatan mengikat layaknya peraturan perundang-undangan itu sendiri.
Dari penjelasan kami sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
-Hanya pasal-pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan yang mengandung suatu norma, sedangkan penjelasan hanya memberikan tafsiran resmi pada pasal-pasal tersebut. Penjelasan peraturan perundang-undangan tidak dapat berisi suatu rumusan norma baru atau memperluas/mempersempit/menambah norma yang terkandung dalam pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan.
-Lampiran suatu peraturan perundang-undangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundang-undangan. Karena itu, sebuah lampiran dapat saja memuat uraian lebih lanjut dari uraian atau norma yang sudah ada di dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan. Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, syarat-syarat yang dimuat dalam lampiran keppres tersebut juga mempunyai kekuatan mengikat yang sama dengan batang tubuh keppres.