Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Akta Kelahiran untuk Anak Luar Kawin

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Akta Kelahiran untuk Anak Luar Kawin

Akta Kelahiran untuk Anak Luar Kawin
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Akta Kelahiran untuk Anak Luar Kawin

PERTANYAAN

Bagaimana cara memperoleh akta kelahiran untuk anak luar kawin? Dalam hal ini, ibu kandungnya mengakui dan berniat untuk mengurus akta kelahiran anak tersebut. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana setempat maksimal 60 hari sejak kelahiran. Dengan adanya frasa “setiap kelahiran wajib dilaporkan”, berarti kelahiran anak di luar kawin juga wajib untuk dilaporkan, untuk kemudian dicatatkan pada Register Akta Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

    Lalu, bagaimana cara mengurus akta kelahiran untuk anak luar kawin tersebut? Apa saja persyaratan yang harus dilampirkan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Amrie Hakim, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 10 Maret 2011 dan dimutakhirkan pertama kalinya pada 14 September 2016.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Dinikahkan oleh Wali Nikah yang Tidak Berhak

    Hukum Dinikahkan oleh Wali Nikah yang Tidak Berhak

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa anak beserta orang tua kandung merupakan Warga Negara Indonesia (“WNI”) dan anak dilahirkan di Indonesia.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Anak Luar Kawin

    Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Dalam arti sempit, anak luar kawin dapat didefinisikan sebagai anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah sebagai akibat hubungan antara seorang pria dan wanita yang masih lajang (tidak terikat dalam perkawinan), demikian yang disampaikan P.N.H. Simanjuntak dalam buku Hukum Perdata Indonesia (hal. 228-229).

    Terdapat beberapa keadaan yang mengakibatkan anak berstatus sebagai anak luar kawin, di antaranya yaitu:

    1. Anak lahir dalam perkawinan yang tidak dicatatkan, tetapi perkawinan tersebut sah secara agama. Misalnya, perkawinan siri; atau
    2. Anak lahir dari seorang ibu yang hamil di luar nikah dan tidak menikah dengan ayah biologis si anak, dalam arti tidak pernah ada perkawinan antara ayah biologis dan ibu kandung.

     

    Status Anak Luar Kawin

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur:

    Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

    Artinya, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Namun, anak luar kawin dapat mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologis dan keluarga ayahnya jika dapat dibuktikan keduanya memiliki hubungan darah berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum.

    Lalu, bagaimana ketentuan pencatatan kelahiran bagi anak luar kawin?

     

    Akta Kelahiran Anak Luar Kawin

    Pada dasarnya, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat penduduk berdomisili maksimal 60 hari sejak kelahiran. Dengan catatan, tempat lahir di dalam akta kelahiran tetap menunjuk pada tempat terjadinya kelahiran.[1] Berdasarkan laporan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.[2]

    Dengan adanya frasa “setiap kelahiran wajib dilaporkan”, berarti kelahiran anak di luar kawin juga wajib untuk dilaporkan maksimal 60 hari sejak kelahiran, untuk kemudian dicatatkan pada Register Akta Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

     

    Syarat Mengurus Akta Kelahiran Anak Luar Kawin

    Untuk memperoleh akta kelahiran bagi WNI, pencatatan kelahiran harus memenuhi persyaratan:[3]

    1. Surat keterangan kelahiran;
    2. Buku nikah/kutipan akta perkawinan atau bukti lain yang sah;
    3. Kartu Keluarga (KK); dan
    4. KTP-el.

    Lalu, bagaimana dengan anak yang lahir di luar kawin, bisakah mendapatkan akta kelahiran jika tidak melampirkan buku nikah/kutipan akta perkawinan?

    Sebelumnya, Pasal 52 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 25/2008”) mengatur:

    Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan.

    Namun, kini Perpres 25/2008 telah dicabut dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”).[4] Namun sepanjang penelusuran kami, ketentuan serupa tidak diatur kembali dalam Perpres 96/2018.

    Meski demikian, menjawab pertanyaan Anda, Zudan Arif Fakrulloh, Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (“Disdukcapil”) dalam akun TikTok miliknya pada tanggal 28 Juli 2021 menegaskan, akta kelahiran merupakan hak anak, bukan orang tua. Sehingga apa pun kondisi anak dan orang tuanya, apakah orang tua tersebut menikah siri, hanya ada ibu saja, atau keberadaan kedua orang tua tidak diketahui, anak tetap berhak mendapatkan akta kelahiran. Dalam hal anak lahir di luar perkawinan, tetap dapat dibuatkan akta kelahiran. Namun, dalam akta kelahiran tersebut hanya ada nama ibu saja.

    Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, maka anak luar kawin tetap bisa memperoleh akta kelahiran meskipun tidak melampirkan persyaratan buku nikah/kutipan akta perkawinan.

     

    Cara Mengurus Akta Kelahiran Anak Luar Kawin

    1. Pelapor melaporkan kelahiran ke Disdukcapil setempat

    Penduduk melaporkan peristiwa penting (kelahiran anak), kepada Disdukcapil Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) Disdukcapil Kabupaten/Kota.[5] Pelaporan tersebut dapat dilaksanakan secara manual dan/atau online melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).[6]

    1. Pelapor melampirkan persyaratan pencatatan kelahiran

    Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, Anda dapat melampirkan dokumen untuk memenuhi syarat pencatatan kelahiran untuk mendapatkan akta kelahiran, yakni surat keterangan kelahiran, KK, dan KTP-el.

     

    1. Pejabat Pencatatan Sipil menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran

    Berdasarkan laporan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.[7]

     

    Pengakuan Anak oleh Ayah Biologis

    Sebagai informasi tambahan, jika ingin mencantumkan nama ayah dalam akta kelahiran untuk anak luar kawin, diperlukan penetapan pengadilan sebagai bentuk pengakuan anak tersebut oleh ayahnya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 51 ayat (1) Perpres 96/2018:

    Pencatatan pengakuan anak Penduduk di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah menurut hukum agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.

    Pencatatan atas pengakuan anak tersebut dilakukan dengan membuat catatan pinggir pada register akta kelahiran maupun pada kutipan akta kelahiran dan/atau mencatat pada register akta pengakuan anak dan menerbitkan kutipan akta pengakuan anak.[8]

    Baca juga: Penetapan Asal-Usul Anak Hasil Kawin Siri dan Poligami

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
    3. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

     

    Referensi:

    1. P.N.H. Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana, 2015;
    2. TikTok, diakses pada 5 November 2021 pukul 08.30 WIB.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.


    [1] Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) dan penjelasannya

    [2] Pasal 27 ayat (2) UU Adminduk

    [3] Pasal 33 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”)

    [4] Pasal 81 Perpres 96/2018

    [5] Pasal 64 ayat (1) Perpres 96/2018

    [6] Pasal 64 ayat (3) jo. Pasal 65 ayat (1) Perpres 96/2018

    [7] Pasal 27 ayat (2) UU Adminduk

    [8] Pasal 51 ayat (2) Perpres 96/2018

    Tags

    hukumonline
    hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!