Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perkawinan Campuran

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Perkawinan Campuran

Perkawinan Campuran
Amrie Hakim, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perkawinan Campuran

PERTANYAAN

Kami telah melangsungkan perkawinan secara agama Islam, tapi belum mencatatkan ke KUA karena pada saat itu calon suami belum mendapatkan Certificate of Non Impediment (CNI). Bagaimana cara mencatatkan perkawinan kami? Perlu diketahui pada saat akad nikah semua persyaratan telah dipenuhi (wali, saksi, mahar, dan dokumen-dokumen kecuali CNI). Waktu itu kami mendapatkan sertifikat nikah dan sertifikat masuk Islam untuk suami. Apakah sekarang kami bisa mencatatkan perkawinan kami ke KUA tanpa harus mengulang akad nikah? Atau kami harus ke Pengadilan Agama? Syarat apalagi yang harus diserahkan oleh suami selain: 1. Fotokopi paspor 2. Akte kelahiran 3.surat cerai 4. CNI Sebelumnya terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda warga negara di Indonesia dan salah satu pihaknya berwarganegaraan Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) beserta dengan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan. Untuk perkawinan seperti ini UU Perkawinan menyebutnya sebagai perkawinan campuran.

     

    Berdasarkan UU Perkawinan, perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan kedua mempelai (pasal 2 ayat [1]) dan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 2 ayat [1]). Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (“KUA”).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Dalam hal ini Anda dan pasangan telah menikah secara agama Islam namun perkawinan tersebut belum dicatatkan di KUA. Hal ini berarti Anda dan suami masih berstatus menikah di bawah tangan atau nikah siri. Hal demikian sesuai ketentuan pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

     

    Menurut Drs. H. Tata Taofiqurrohman, S.H., M.H. dalam makalahnya yang berjudul “Isbat Nikah Hubungannya dengan Nikah Massal”, apabila ada orang melakukan perkawinan dengan memenuhi syarat dan rukun nikah tetapi tidak di hadapan/di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah, maka dalam hal ini ada 2 (dua) hal yang harus diselesaikan :

    1.                Orang tersebut telah melanggar ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946, pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu nikah tidak di hadapan Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang;

    2.                Melanggar ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, yaitu nikah tanpa dicatat/ tidak punya akta nikah;

     

    Mengenai pelanggaran yang pertama maka berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1946 dan pasal 45 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dapat dikenakan sanksi pelanggaran yang berupa denda setinggi-tingginya Rp. 7.500, setelah pelanggaran yang kedua diselesaikan.

     

    Mengenai pelanggaran yang kedua maka pihak yang bersangkutan dapat mengajukan Isbat Nikah ke Pengadilan Agama, yaitu mohon agar perkawinan tersebut dinyatakan sah dan diperintahkan kepada PPN/KUA Kecamatan setempat mencatat perkawinan ini dan memberikan Kutipan Akta Nikah berdasarkan Keputusan Pengadilan Agama tersebut (pasal 3 ayat [5] UU No. 22 Tahun 1946, pasal 7 Kompilasi Hukum Islam). Demikian menurut Taofiqurrohman.

     

    Dalam sidang isbat nikah maka Anda dan suami perlu menyiapkan kelengkapan identitas antara lain akte kelahiran suami dan istri, kartu keluarga, fotokopi KTP/Paspor suami dan istri, dan Certificate of Non Impediment (dari Pemerintah/Kedutaan Besar negara asal pasangan WNA). Selain itu, Anda juga perlu menghadirkan dua orang saksi yang membenarkan bahwa Anda dan suami telah menikah.

     

    Permohonan isbat nikah akan dikabulkan hakim apabila perkawinan telah memenuhi syarat rukun nikah menurut hukum Islam yaitu wali dari pihak perempuan, ada ijab kabul, mahar, dan disaksikan dua orang laki-laki baliq serta berakal sehat. Apabila rukun nikah tidak dipenuhi, maka pengadilan akan menolak permohonan isbat nikah.

     

    Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

     
    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak Dan Rujuk Di Seluruh Daerah Luar Jawa Dan Madura

    2.      Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.      Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan

    4.      Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)

     

    Simak dan dapatkan tanya-jawab seputar hukum keluarga lainnya dalam buku “Tanya Jawab Hukum Perkawinan & Perceraian” dan “Tanya Jawab Hukum Waris & Anak” (hukumonline dan Kataelha) yang telah beredar di toko-toko buku.

     

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!