Pajak Penjual dan Pembeli dalam Transaksi Jual Beli Tanah
PERTANYAAN
Apakah penjual dan pembeli dikenakan pajak jika melakukan transaksi jual beli tanah? Dasar hukumnya apa?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah penjual dan pembeli dikenakan pajak jika melakukan transaksi jual beli tanah? Dasar hukumnya apa?
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Pajak Penjual dan Pembeli” yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pernah dipublikasikan pada Jumat, 15 Oktober 2010.
Intisari:
Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya. Besarnya pajak penghasilan adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta peraturan daerah setempat. Seperti misalnya di DKI Jakarta, BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“Perda DKI Jakarta 18/2010”). Berdasarkan Perda DKI Jakarta 18/2010, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pajak Bagi Penjual
Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya (“PP 34/2016”) sebagai berikut:
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
Besarnya pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.[1] Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan hak kepada pemerintah dan pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh.[2]
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan, salah satunya adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.[3]
Pajak Bagi Pembeli
Sementara untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.[4] Hal ini didasarkan pada Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”), yang mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut salah satunya meliputi pemindahan hak karena jual beli.
Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.[5] Untuk itu, mengenai BPTHB Anda perlu melihat kembali peraturan di daerah setempat. Seperti misalnya di DKI Jakarta, BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“Perda DKI Jakarta 18/2010”) serta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2017 tentang Pengenaan 0% (Nol Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) (“Pergub DKI Jakarta 126/2017”).
Berdasarkan Perda DKI Jakarta 18/2010, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).[6]
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada pengenaan 0% atas BPHTB terhadap perolehan hak untuk pertama kali meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru, sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2017 tentang Pengenaan 0% (Nol Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali Dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai Dengan RP2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) (“Pergub DKI Jakarta 126/2017”).
Pengenaan 0% atas BPHTB terhadap perolehan hak pertama kali karena pemindahan hak atau pemberian hak baru ini hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi, yang merupakan Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling sedikit selama 2 (dua) tahun berturut-turut, serta dengan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai dengan Rp2 miliar.[7]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
[1] Pasal 2 ayat (1) huruf a PP 34/2016
[2] Pasal 2 ayat (2) huruf d PP 34/2016
[3] Pasal 6 huruf a PP 34/2016
[4] Pasal 1 angka 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”)
[5] Pasal 88 UU 28/2009
[6] Pasal 6 Perda DKI Jakarta 18/2010
[7] Pasal 3 ayat (1) Pergub DKI Jakarta 126/2017
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?