Karyawan perusahaan yang dalam menjalankan tugas perusahaan ternyata menimbulkan kerugian bagi pihak lain, apakah bisa dituntut secara pidana secara pribadi? Bagaimana tanggung jawab perusahaan yang mempekerjakan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Dalam hal adanya kerugian terhadap pihak lain yang dilakukan oleh karyawan suatu perusahaan dalam menjalankan tugasnya, tuntutan secara pidana dapat dilaksanakan terhadap karyawan tersebut maupun terhadap korporasi atau perusahaan tersebut.
Hal ini antara lain diatur dalam Pasal 15 UU Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi(“UU TPE”). Menurut ketentuan Pasal 15 UU TPE, yang dapat bertanggung jawab terhadap tindak pidana ekonomi yang dilakukan korporasi atau badan yakni:
2.Orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin tindak pidana;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
3.Badan hukum atau korporasi dan orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin tindak pidana.
Selain itu, Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidanajuga menjelaskan mengenai pertanggungjawaban pidana ini yang pada umumnya disebut sebagai doktrin vicarious liability:
1.Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2.Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Dengan demikian, apabila perbuatan tersebut:
1.Dilakukan di luar kewenangannya (karyawan) dan bukan dalam jabatannya; dan
2.Dilakukan tanpa perintah atasan.
Maka karyawan tersebut dapat dituntut secara pribadi baik secara perdata maupun pidana. Namun, SEPANJANG perbuatan tersebut dilakukan memang berdasarkan tugas dan kewenangannya dan berdasarkan perintah atasan maka perusahaanlah yang bertanggung jawab.
Dalam hal ini apabila perusahaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”) maka yang dapat mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah Direksi (lihat Pasal 1 angka 5 jo. pasal 98 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
Demikian pula sebagaimana ditegaskan pengajar hukum pidana Fakultas Hukum Univ. Indonesia Rudy Satriyo Mukantardjo dalam makalah berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Corporate Criminal Liability)”. Dalam makalahnya, Rudi menjelaskan tentang model sistem pertanggungjawaban pidana yaitu (hal. 19):
1.Manusia sebagai penanggungjawabnya (KUHP);
2.Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana masih dibebankan pada pengurus korporasi;
3.Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada “mereka yang memberikan perintah” dan atau “mereka yang bertindak sebagai pimpinan”;
4.Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana dibebankan secara rinci, yaitu: pengurus badan hukum, sekutu aktif, pengurus yayasan, wakil atau kuasa dari perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia dan mereka yang sengaja memimpin perbuatan yang bersangkutan;
Jadi, dalam hal ini apabila tindakan yang dilakukan oleh karyawan masih dalam lingkup tugas dan kewenangannya, maka perusahaanlah yang bertanggung jawab sebagaimana kami sampaikan di atas.