Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Arti Privasi, Derogable Rights, dan Non-derogable Rights

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Arti Privasi, Derogable Rights, dan Non-derogable Rights

Arti Privasi, <i>Derogable Rights</i>, dan <i>Non-derogable Rights</i>
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Arti Privasi, <i>Derogable Rights</i>, dan <i>Non-derogable Rights</i>

PERTANYAAN

Saya mau menanyakan apakah hak privasi itu termasuk non derogable right atau derogable right?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Arti privasi adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mengendalikan interaksi mereka dengan orang lain, baik secara visual, audio, maupun olfaktori untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Salah satu contoh hak privasi adalah hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus diketahui oleh umum.

    Hak privasi termasuk derogable rights karena masih dapat dikurangi dalam keadaan-keadaan tertentu.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hak Privasi yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 17 Februari 2011.

    Sebelum membahas lebih jauh apakah privasi adalah derogable rights ataukah non-derogable rights, ada baiknya kita pahami arti privasi terlebih dahulu.

    KLINIK TERKAIT

    Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional

    Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional

    Arti Privasi

    Privasi adalah suatu kondisi seseorang yang tidak ingin diganggu kesendiriannya oleh orang lain. Mengutip pendapat Rapoport (1977), Syafrizal, dkk. dalam buku Pengantar Ilmu Sosial (hal. 180) menerangkan, arti privasi adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mengendalikan interaksi mereka dengan orang lain, baik secara visual, audio, maupun olfaktori untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

    Sedangkan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari privasi adalah kebebasan atau keleluasaan pribadi. Salah satu contoh hak privasi misalnya hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus diketahui oleh umum.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Mengenal Derogable Rights, dan Non-derogable Rights

    Setelah mengetahui arti privasi, mari kita pahami apa yang dimaksud dengan derogable rights dan non-derogable rights.

    1. Non-derogable rights

    Non-derogable rights adalah hak asasi manusia (“HAM”) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk dalam keadaan perang, sengketa bersenjata, dan/atau keadaan darurat.[1]

    Hak-hak yang termasuk dalam non-derogable rights menurut Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 meliputi:

    1. Hak untuk hidup;
    2. Hak untuk tidak disiksa;
    3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
    4. Hak beragama;
    5. Hak untuk tidak diperbudak;
    6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan
    7. hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

    Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 4 UU HAM dan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang disahkan melalui UU 12/2005.

    1. Derogable rights

    Derogable rights adalah hak-hak yang masih dapat dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara dalam keadaan tertentu.

    Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam non-derogable rights merupakan derogable rights.

    Hak Privasi, Termasuk Derogable Rights atau Non-Derogable Rights?

    Berdasarkan arti privasi yang telah diterangkan sebelumnya, apakah privasi termasuk derogable rights ataukah non-derogable rights?

    Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, salah satu contoh hak privasi adalah hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus diketahui oleh umum. Karena tidak disebutkan dalam daftar non-derogable rights, maka hak privasi termasuk derogable rights sehingga dapat dikurangi pemenuhannya.

    Sebagai contoh, pengurangan hak atas privasi dalam berkomunikasi ini adalah terkait pengaturan tentang penyadapan sebagaimana diatur dalam UU Telekomunikasi. Namun, perlu digarisbawahi bahwasannya Penjelasan Pasal 40 UU Telekomunikasi memang tidak menggunakan terminologi hak privasi melainkan “hak pribadi”, sebagai berikut:

    Pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang.

    Namun, dalam beberapa keadaan, ketentuan tersebut dapat disimpangi sehingga tindakan penyadapan diperbolehkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b UU Telekomunikasi:

    Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas

    1. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

    Hal tersebut ditegaskan pula dalam Pasal 12 ayat (1) UU 19/2019 bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) berwenang melakukan penyadapan.

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, merujuk pada arti privasi, derogable rights, dan non-derogable rights yang telah diuraikan di atas, hak pribadi/privasi seseorang adalah derogable rights karena masih dapat dikurangi dalam keadaan-keadaan tertentu.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
    3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
    4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik);
    6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    Referensi:

    1. Syafrizal, dkk. Pengantar Ilmu Sosial. Yayasan Kita Menulis, 2021.
    2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 7 Februari 2022 pukul 11.00 WIB.

    [1] Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)

    Tags

    privasi
    hak asasi manusia

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!