KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Gaji Terakhir Ditahan Karena Belum Lengkapi Clearance Sheet

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Gaji Terakhir Ditahan Karena Belum Lengkapi Clearance Sheet

Gaji Terakhir Ditahan Karena Belum Lengkapi Clearance Sheet
Umar KasimINDOLaw
INDOLaw
Bacaan 10 Menit
Gaji Terakhir Ditahan Karena Belum Lengkapi Clearance Sheet

PERTANYAAN

Saya bekerja sebagai jurnalis di salah satu perusahaan media televisi nasional di Indonesia. Saya telah mengundurkan diri dari perusahaan pada tanggal 1 Maret 2011 dengan masa kerja 5 tahun 10 bulan. Pada saat pengunduran diri, saya diharuskan melengkapi clearance sheet yang diberikan oleh perusahaan. Dalam perjalanannya clearance sheet tersebut tidak bisa saya lengkapi, karena ada masalah yang berada di luar kewenangan saya. Masalah ini timbul karena sistem perusahaan yang tidak beres. Singkat cerita, perusahaan menahan gaji terakhir saya, berikut dengan uang pengganti cuti selama lebih kurang 48 hari, dan perusahan tidak mau memberikan surat pemberhentian yang akan saya pergunakan untuk mencairkan uang jamsostek. Apa yang harus saya lakukan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sebelum menjawab pertanyan Saudara/(i), perlu kami jelaskan sedikit, bahwa alasan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dapat diklasifikasikan dalam empat macam sebab, yakni:

    a.   PHK karena kehendak majikan (employer);

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Perjanjian Ikatan Dinas Merupakan Perjanjian Kerja?

    Apakah Perjanjian Ikatan Dinas Merupakan Perjanjian Kerja?

    b.   PHK karena kehendak pekerja/buruh (employee);

    c.   PHK karena putusan pengadilan; atau

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    d.   PHK terjadi demi hukum (otomatis);

    Nah, PHK karena mengundurkan diri (resign) adalah merupakan salah satu bentuk PHK yang dikehendaki –sepihak– oleh pekerja/buruh (karyawan).

     

    Ketentuan PHK karena mengundurkan diri (resign), khususnya pada hubungan kerja tetap (melalui PKWTT atau perjanjian kerja waktu tertentu), antara lain diatur dalam Pasal 162 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) yang menyatakan, bahwa pekerja yang di-PHK karena mengundurkan diri atas kemauan sendiri, berhak uang penggantian hak (compensation pay) sebagaimana tersebut dalam Pasal 156 ayat (4) UUK, yang meliputi :

    a) kompensasi (dengan uang) atas hak cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

    b) ongkos pulang pekerja/buruh plus keluarganya ke tempat kerja (kota/daerah) di mana pekerja di-hire;

    c) penggantian perumahan, pengobatan/perawatan = 15% x dari UP dan UPMK (walau bagi pekerja/buruh yang resign = nihil/tidak memenuhi syarat, sesuai surat Menakertrans No.600/Men/SJ-Hk/VIII/2005);

    d) hak-hak lain yang telah diperjanjikan/diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (“PK, PP/PKB”), seperti bonus, insentif, atau bentuk lainnya.

     

    Di samping itu, bagi pekerja/buruh yang resign, diberikan (berhak atas) uang pisah yang besarannya harus –telah– diperjanjikan atau diatur dalam PK dan PP/PKB tersebut. Hak uang pisah dimaksud –pada prinsipnya– hanya berlaku (khusus) bagi pekerja/buruh pada level jabatan yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung (non-management committee, atau lazimnya orang menyebut blue collar), kecuali diatur –dan belaku–  secara umum (vide Pasal 162 ayat [2] UUK).

     

    Selain itu, PHK karena alasan pengunduran diri (resign) tersebut, tidak diperlukan “izin” (penetapan) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial cq. Pengadilan Hubungan Industrial/PHI (vide Pasal 154 huruf b UUK). Walaupun demikian, ada kewajiban-kewajiban –bagi pekerja/buruh– yang harus ditunaikan sebelum resign sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 162 ayat (3) UUK, yakni :

    a.   mengajukan surat permohonan untuk resign selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum berhenti;

    b.   tidak dalam ikatan dinas; dan

    c.   tetap melakukan pekerjaan hingga saatnya berhenti, atau sampai ada penggantinya, (kecuali disepakati lain).

     

    Berkenaan dengan ketentuan tersebut di atas, dalam kaitan dengan kasus Sdr./(i), sebagaimana disebutkan, bahwa Sdr./(i) diharuskan oleh perusahaan (management) untuk melengkapi clearance sheet (lembar pembebasan) pada waktu resign. Menurut hemat kami, itu merupakan salah satu persyaratan (kewajiban) yang harus diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) sebelum saatnya berhenti (tidak bekerja lagi). Apabila syarat dan ketentuan yang diminta oleh management tidak dipenuhi, maka tentu saja management dapat menangguhkan hak-hak Sdr./(i) seperti yang Sdr./(i) sebutkan, yakni gaji terakhir, uang penggantian hak (dalam hal ini, kompensasi –uang cuti tahunan), surat –pernyataan– PHK, dan hak (Jaminan Hari Tua) Jamsostek, termasuk uang pisah serta hak-hak lainnya yang telah ditentukan/diatur.

     

    Sayangnya Saudara/(i) tidak menjelaskan, clearance sheet seperti apa yang perusahaan haruskan untuk dilengkapi, dan kenapa Sdr/(i) tidak bisa melengkapinya (hanya karena sistem di perusahaan yang tidak beres). Namun asumsi kami, dalam suatu clearance sheet, biasanya selain memuat hak-hak pekerja, juga memuat ketentuan yang harus ditunaikan, termasuk kewajiban mengembalikan barang/inventaris perusahaan yang masih ada pada pekerja/buruh. Demikian juga harus menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang terkait dengan hubungan kerja, seperti “ikatan dinas”, tagihan atau ganti rugi, bahkan kewajiban untuk melakukan transfer of knowledge atau alih tugas kepada karyawan baru pengganti Sdr./(i).

     

    Dengan demikian, untuk menuntut hak-hak Sdr./(i), langkah-langkah yang penting dan harus Sdr./(i) lakukan agar perusahaan dapat memenuhi kewajibannya kepada Sdr./(i), adalah menyelesaikan –juga– secara bipartit semua kewajiban-kewajiban Sdr./(i) yang masih merupakan “sangkutan” atau tunggakan. Oleh karena itu lakukanlah renegosiasi, penuhi kewajiban Sdr./(i), berikan hak perusahaan, kami yakin perusahaan juga akan (kooperatif) memberikan kewajibannya memenuhi hak-hak Sdr./(i).

     

    Demikian pendapat kami, semoga dapat bermanfaat.

     
    Dasar hukum:
    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
     
    Referensi lain:

    Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Propinsi dan Kabupaten/Kota Nomor 600/MEN/SJ-HK/VIII2005 tanggal 31 Agustus 2005 mengenai pelurusan penafsiran dari surat Menakertrans Nomor 18.KP.04.29.2004 tanggal 8 Januari 2004, perihal Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan. Surat Nomor 600/2005 tersebut mempertegas kembali surat Dirjen PHI kepada para Kepala Dinas Tenaga Propinsi dan Kabupaten/Kota Nomor B.468/DPHI/VII/2003 tanggal 31 Juli 2003 perihal Penjelasan Pasal 162 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!