KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Surat Kuasa yang Isinya Mengalihkan Tanggung Jawab?

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Bolehkah Surat Kuasa yang Isinya Mengalihkan Tanggung Jawab?

Bolehkah Surat Kuasa yang Isinya Mengalihkan Tanggung Jawab?
Diana Kusumasari, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Surat Kuasa yang Isinya Mengalihkan Tanggung Jawab?

PERTANYAAN

Kpd. Yth. Redaksi Hukumonline, PT A (pemberi order) membuat perjanjian cetak dengan PT B. Pihak PT A diwakili oleh Amrih (selaku Penanggung Jawab) yang mendapatkan kuasa dari Direktur PT A. Ada 2 poin yang dikuasakan (i) kewenangan bertindak atas nama PT A untuk tanda tangan perjanjian; (ii) adanya pelimpahan tanggung jawab, "bahwa segala sesuatu yang terkait dengan Perjanjian cetak menjadi tanggung jawab Amrih (penerima kuasa). Pertanyaannya (1) jika ada tagihan, siapakah yang bertanggung jawab secara hukum, PT A atau Amrih selaku pribadi? (2) apakah isi surat kuasa yang mengalihkan tanggung jawab diperbolehkan secara hukum? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    1.       Ketentuan Pasal 103 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) menyebutkan bahwa Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. Yang dimaksud “kuasa” di sini adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa (lihat Penjelasan Pasal 103 UUPT).

     

    Sedangkan, dasar hukum yang mengatur mengenai surat kuasa dapat kita temui dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (”KUHPerdata”). Pada dasarnya, penerima kuasa tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang melampaui kuasa yang diberikan kepadanya (lihat Pasal 1797 KUHPerdata).

    KLINIK TERKAIT

    3 Perbedaan Surat Kuasa Umum dan Surat Kuasa Khusus

    3 Perbedaan Surat Kuasa Umum dan Surat Kuasa Khusus
     

    Dengan demikian, perlu dilihat kembali dalam surat kuasa yang diberikan oleh Direksi PT A kepada Amrih. Dalam surat kuasa khusus yang diberikan oleh Direksi tersebut kepada Amrih, seharusnya dijelaskan secara rinci tindakan-tindakan apa saja yang boleh dilakukan oleh Amrih. Pada umumnya, pemberian kuasa dari Direksi kepada orang lain hanya untuk mewakili Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu ketika Direksi berhalangan. Dan bukan untuk mengalihkan tanggung jawab.

     

    Namun kami mengamati kalimat dalam surat kuasa tersebut, "bahwa segala sesuatu yang terkait dengan Perjanjian cetak menjadi tanggung jawab Amrih (penerima kuasa)”, kami melihat hal tersebut sebagai pemberian kuasa secara umum. Padahal, surat kuasa umum hanya boleh berlaku untuk perbuatan-perbuatan pengurusan saja. Sedangkan, untuk memindahtangankan benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya boleh dilakukan oleh pemilik, tidak diperkenankan pemberian kuasa dengan surat kuasa umum, melainkan harus dengan surat kuasa khusus (lihat Pasal 1796 KUHPer). Lebih jauh simak Kuasa Umum atau Kuasa Khusus.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Mengingat esensi dari pemberian kuasa dalam konteks pertanyaan di atas adalah untuk dan atas nama PT A, maka apabila penerima kuasa (dalam hal ini Amrih) telah melakukan hal-hal yang dikuasakan dengan iktikad baik dan tanpa kelalaian, maka seharusnya dia tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban. Yang bertanggung jawab adalah PT A.

     

    Penerima kuasa dapat dimintakan pertanggungjawaban bila dia tidak melaksanakan hal-hal yang dikuasakan kepadanya atau lalai dalam melaksanakan yang dikuasakan kepadanya (lihat Pasal 1800 dan Pasal 1801 KUHPerdata). Jadi, apabila ada tagihan yang muncul, seharusnya PT A-lah yang bertanggung jawab untuk melunasinya.

     

    2.       Kemudian, mengenai pengalihan tanggung jawab diperbolehkan sepanjang disetujui oleh Amrih sebagai penerima tanggung jawab. Pengalihan tanggung jawab ini masuk ke dalam skema penanggungan/penjaminan, yaitu melalui penanggungan perorangan/pribadi (personal guarantee), dan bukan pemberian kuasa.

     

    Penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian penanggungan yang diatur pada KUHPerdata (Bab XVII KUHPerdata). Inti dari perjanjian penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk kepentingan si berutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang, apabila pada waktunya si berutang sendiri tidak berhasil memenuhi kewajibannya (lihat Pasal 1820 KUHPerdata). Lebih jauh simak Kepailitan Personal Guarantor.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

    2.      Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
     

    Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!