KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Ganti Kerugian Jika Penumpang Cacat Karena Kesalahan Maskapai

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Ketentuan Ganti Kerugian Jika Penumpang Cacat Karena Kesalahan Maskapai

Ketentuan Ganti Kerugian Jika Penumpang Cacat Karena Kesalahan Maskapai
Diana Kusumasari, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Ganti Kerugian Jika Penumpang Cacat Karena Kesalahan Maskapai

PERTANYAAN

Bagaimana jika penumpang pesawat kemudian mengalami cacat akibat kecelakaan pesawat. Ganti rugi seperti apa yang patut didapatkannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    KLINIK TERKAIT

    2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana

    2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana

    Prof. Mieke Komar Kantaatmadja, ahli hukum udara dan angkasa dari Universitas Padjajaran, berpendapat bahwa dalam setiap kecelakaan pesawat pihak pertama yang harus bertanggung jawab adalah maskapai penerbangan. Lebih jauh, simak artikel hukumonline Kecelakaan Pesawat, Siapa yang Bertanggung Jawab?

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Lebih jauh, tanggung jawab pengangkut atau maskapai penerbangan diatur dalam Pasal 141 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”). Pasal tersebut menentukan bahwa:

    1)     Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

    2)     Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.

    3)     Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.

     

    Dari ketentuan tersebut di atas jelas bahwa pihak pengangkut memberikan ganti kerugian bagi penumpang yang cacat tetap, bukan cacat ringan dan sementara (misal: kulit tergores). Berikut beberapa definisi cacat berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 77/2011”)*:

    a.      Cacat Tetap adalah kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinya salah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secara normal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata, termasuk dalam pengertian cacat tetap adalah cacat mental (angka 14).

    b.      Cacat Tetap Total adalah kehilangan fungsi salah satu anggota badan, termasuk cacat mental sebagai akibat dari Kecelakaan (accident) yang diderita sehingga penumpang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang layak diperoleh sesuai dengan pendidikan, keahlian, ketrampilan dan pengalamannya sebelum mengalami cacat (angka 15).

    c.      Catat Tetap Sebagian adalah kehilangan sebagian dari salah satu anggota badan namun tidak mengurangi fungsi dari anggota badan tersebut untuk beraktivitas seperti hilangnya salah satu mata, salah satu lengan mulai dari bahu, salah satu kaki (angka 16).

    d.      Cacat Mental adalah tidak berfungsi atau kerusakan yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat kerusakan badan atau tenaga (angka 17).

     

    Bagi penumpang yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang (lihat Pasal 3 huruf c angka 1 Permenhub 77/2011).

     

    Cacat tetap total yang dimaksud di sini yaitu kehilangan penglihatan total dari 2 (dua) mata yang tidak dapat disembuhkan, atau terputusnya 2 (dua) tangan atau 2 (dua) kaki atau satu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki, atau kehilangan penglihatan total dari 1 (satu) mata yang tidak dapat disembuhkan dan terputusnya 1 (satu) tangan atau kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki (lihat Pasal 3 huruf d Permenhub 77/2011).

     

    Sedangkan, untuk cacat tetap sebagian diatur dalam Pasal 3 huruf c angka 2 Permenhub 77/2011 diberikan ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Lampiran Permenhub 77/2011 seperti dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

     

    Tabel Besaran Ganti Kerugian Cacat Tetap Sebagian

    Cacat Tetap Sebagian

    Besaran Ganti Kerugian

    a.      Satu mata

    b.      Kehilangan pendengaran

    c.      Ibu jari tangan kanan

    - tiap satu ruas

    d.      Jari telunjuk kanan

    - tiap satu ruas

    e.      Jari telunjuk kiri

    - tiap satu ruas

    f.       Jari kelingking kanan

    - tiap satu ruas

    g.      Jari kelingking kiri

    - tiap satu ruas

    h.      Jari tengah atau jari manis

    - tiap satu ruas

    i.        Jari tengah atau jari manis kiri

    - tiap satu ruas

    Rp. 150.000.000,-

    Rp. 150.000.000,-

    Rp. 125.000.000,-

    Rp. 62.500.000,-

    Rp. 100.000.000,-

    Rp. 50.000.000,-

    Rp. 125.000.000,-

    Rp. 25.000.000,-

    Rp. 62.500.000,-

    Rp. 20.000.000,-

    Rp. 35.000.000,-

    Rp. 11.500.000,-

    Rp. 50.000.000,-

    Rp. 16.500.000,-

    Rp. 40.000.000,-

    Rp. 13.000.000,-

     

    Penjelasan:

    Bagi mereka yang kidal, perkataan kanan dibaca kiri, demikian sebaliknya.

     

    Permenhub 77/2011 tidak mengatur secara khusus mengenai ganti kerugian untuk korban yang mengalami cacat mental yang tidak disertai cacat tetap atau cacat tetap total. Dalam peraturan tersebut hanya disebutkan bahwa cacat mental termasuk dalam lingkup cacat tetap dan/atau cacat tetap total (lihat Pasal 1 angka 14 dan angka 15).

     

    Meski demikian, menurut hemat kami, bukan berarti korban yang menderita cacat mental tanpa disertai cacat tetap/cacat tetap total yang disebabkan kesalahan pengangkut tidak dapat menuntut ganti kerugian. Karena dalam Pasal 23 Permenhub 77/2011 ditegaskan bahwa:

    Besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutup kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

     

    Dengan demikian, korban yang menderita cacat mental tanpa disertai cacat tetap/cacat tetap total yang disebabkan kesalahan pengangkut dapat menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di wilayah Indonesia. Lebih jauh soal konsep ganti kerugian  korban yang mengalami cacat mental atau psikis, Anda dapat simak tulisan dari Imam Nasima yang berjudul Ganti Rugi Psikis atas Korban Meninggal?

     

    Selain itu, di luar ketentuan mengenai besaran ganti kerugian yang dijelaskan di atas, pemerintah memberikan peluang bagi pengangkut dan penumpang untuk dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian yang diatur dalam Permenhub 77/2011 ini (lihat Pasal 166 UU Penerbangan).

     

    Di sisi lain, bila mengacu pada Konvensi Warsawa 1929 tentang Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International by Air**, disebutkan bahwa jumlah nominal uang yang harus diberikan maskapai kepada penumpangnya adalah 125 ribu francs Perancis atau kurang lebih setara dengan 20 ribu dolar Amerika.

     

    Namun demikian, menurut K. Martono, pakar Hukum Penerbangan dari Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti, pada praktiknya di persidangan hakim dapat memutuskan lebih dari ketentuan konvensi itu. Itu tergantung pada penilaian hakim atas hukum dan rasa keadilan dalam perkara ini. Terutama, masih menurut Martono, jika penggugat mampu membuktikan bahwa kecelakaan pesawat terjadi karena kesalahan maskapai penerbangan (willful misconduct), maka maskapai harus membayarkan ganti rugi yang diminta oleh penggugat. Lebih jauh simak Ketika Singapore Airlines Digugat Penumpangnya.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Catatan editor:

    *Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal Permenhub ini ditetapkan. Yaitu 3 (tiga) bulan setelah tanggal 8 Agustus 2011.

     

    ** Dalam salah satu artikel hukumonline, ahli Hukum Penerbangan Udara Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti K. Martono mengatakan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Warsawa 1929 tentang Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International by Air dengan penundukkan pada saat penjajahan kolonial atau lebih dikenal asas konkordansi.

     

    Dasar hukum:

    1.      Konvensi Warsawa 1929 tentang Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International by Air

    2.      Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;

    3.      Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;.

     

    Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

    Tags

    penumpang
    kecelakaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!