Sehubungan dengan terbitnya UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, saya ingin menanyakan mengenai pengertian "transaksi tertentu" dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a. Dalam penjelasannya tidak dijelaskan secara rinci mengenai pengertian ataupun batasan "transaksi tertentu" sehingga dapat menimbulkan kebingungan ataupun multi-interpretasi. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU Mata Uang”) mulai berlaku sejak 28 Juni 2011. Berikut kami kutip bunyi Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU Mata Uang sebagai berikut;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
a.setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b.penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c.transaksi keuangan lainnya,
yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a.transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;
Menurut hemat kami, ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Mata Uang boleh jadi mengacu pada ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU Keuangan Negara”), yang berbunyi:
Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan ini, Menteri Keuangan telah menerbitkan antara lain Peraturan Menkeu No. 249/PMK.05/2010 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara dalam Mata Uang Asing (“Permenkeu 249”). Dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkeu 249 dijelaskan bahwa penerimaan Negara dalam mata uang asing terdiri dari:
a.Penerimaan Perpajakan;
b.Penerimaan Negara Bukan Pajak Non-Migas; dan
c.Penerimaan Pengembalian Belanja yang bukan bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Jadi, yang dimaksud “transaksi tertentu” dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Mata Uang yaitu antara lain penerimaan negara dalam mata uang asing berupa penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak non-migas, dan penerimaan pengembalian belanja yang bukan bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Selain itu, kita juga dapat melihat UU No. 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (“UU APBN 2011”). Di dalam UU APBN 2011 antara lain disebutkan bahwa Negara menerbitkan surat utang negara (“SUN”) dan surat berharga syariah Negara (“SBSN”) dalam mata uang rupiah maupun valuta asing (lihat Pasal 1 angka 35 dan angka 36). Sehingga, “transaksi tertentu” yang dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Mata Uang juga termasuk pembayaran SUN dan SBSN yang diterbitkan dalam valuta asing.
Hal ini juga ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi Perbankan dan Keuangan DPR, Harry Azhar Azis. Harry Azhar Azis yang merupakan salah satu anggota Komisi XI DPR yang terlibat dalam penyusunan RUU Mata Uang mencontohkan yang dimaksud dengan “transaksi tertentu” dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara itu antara lain adalah transaksi pembayaran utang ke beberapa negara lain yang menggunakan valuta asing.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Catatan editor: Klinik Hukum meminta pendapat Harry Azhar Azis melalui sambungan telepon pada 5 Oktober 2011.