Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pengertian 'Transaksi Tertentu' dalam UU Mata Uang

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Pengertian 'Transaksi Tertentu' dalam UU Mata Uang

Pengertian 'Transaksi Tertentu' dalam UU Mata Uang
Diana Kusumasari, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pengertian 'Transaksi Tertentu' dalam UU Mata Uang

PERTANYAAN

Sehubungan dengan terbitnya UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, saya ingin menanyakan mengenai pengertian "transaksi tertentu" dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a. Dalam penjelasannya tidak dijelaskan secara rinci mengenai pengertian ataupun batasan "transaksi tertentu" sehingga dapat menimbulkan kebingungan ataupun multi-interpretasi. Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU Mata Uang”) mulai berlaku sejak 28 Juni 2011. Berikut kami kutip bunyi Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU Mata Uang sebagai berikut;

    KLINIK TERKAIT

    Sewa Apartemen Bertarif Dolar, Haruskah Bayar Pakai Rupiah?

    Sewa Apartemen Bertarif Dolar, Haruskah Bayar Pakai Rupiah?

    Pasal 21

    (1) Rupiah wajib digunakan dalam:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    a.      setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;

    b.      penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau

    c.      transaksi keuangan lainnya,

    yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

     

    (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

    a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;

     

    Menurut hemat kami, ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Mata Uang boleh jadi mengacu pada ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU Keuangan Negara”), yang berbunyi:

     

    Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

     

    Berdasarkan ketentuan ini, Menteri Keuangan telah menerbitkan antara lain Peraturan Menkeu No. 249/PMK.05/2010 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara dalam Mata Uang Asing (“Permenkeu 249”). Dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkeu 249 dijelaskan bahwa penerimaan Negara dalam mata uang asing terdiri dari:

    a.      Penerimaan Perpajakan;

    b.      Penerimaan Negara Bukan Pajak Non-Migas; dan

    c.      Penerimaan Pengembalian Belanja yang bukan bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.

     

    Jadi, yang dimaksud “transaksi tertentu” dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Mata Uang yaitu antara lain penerimaan negara dalam mata uang asing berupa penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak non-migas, dan penerimaan pengembalian belanja yang bukan bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

     

    Selain itu, kita juga dapat melihat UU No. 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (“UU APBN 2011”). Di dalam UU APBN 2011 antara lain disebutkan bahwa Negara menerbitkan surat utang negara (“SUN”) dan surat berharga syariah Negara (“SBSN”) dalam mata uang rupiah maupun valuta asing (lihat Pasal 1 angka 35 dan angka 36). Sehingga, “transaksi tertentu” yang dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Mata Uang juga termasuk pembayaran SUN dan SBSN yang diterbitkan dalam valuta asing.

     

    Hal ini juga ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi Perbankan dan Keuangan DPR, Harry Azhar Azis. Harry Azhar Azis yang merupakan salah satu anggota Komisi XI DPR yang terlibat dalam penyusunan RUU Mata Uang mencontohkan yang dimaksud dengan “transaksi tertentu” dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara itu antara lain adalah transaksi pembayaran utang ke beberapa negara lain yang menggunakan valuta asing.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Catatan editor: Klinik Hukum meminta pendapat Harry Azhar Azis melalui sambungan telepon pada 5 Oktober 2011.

     

    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

    2.      Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011

    3.      Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

    4.      Peraturan Menkeu No. 249/PMK.05/2010 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara dalam Mata Uang Asing

     

    Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!