KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum yang Mengatur Pekerja di Kapal Pesiar Dalam Negeri

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Hukum yang Mengatur Pekerja di Kapal Pesiar Dalam Negeri

Hukum yang Mengatur Pekerja di Kapal Pesiar Dalam Negeri
Kartika Febryanti dan Diana KusumasariSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukum yang Mengatur Pekerja di Kapal Pesiar Dalam Negeri

PERTANYAAN

Yth. Pengelola Hukumonline.com Kami mohon informasi bagaimana membuat perjanjian kerja bagi pekerja yang bekerja di laut di atas kapal pesiar dalam negeri (kapal untuk Diving & Surving)? Apakah peraturannya sama dengan pekerja di darat? Peraturan mana yang mengatur tentang pekerja di laut? Sekian dan terima kasih atas penjelasannya. Hormat kami Lukasp.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sesuai dengan PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (“PP 7/2000”), yang dimaksud dengan pekerja di laut terdiri atas awak kapal dan pelaut. Yang dimaksud awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas atas kapal sesuai dengan jabatannya dalam buku sijil (lihat Pasal 1 angka 2). Sedangkan, Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan sebagai awak kapal (lihat Pasal 1 angka 3).

     

    Mengenai apakah peraturan pekerja di laut sama dengan peraturan pekerja di darat, pernah dijelaskan dalam artikel Klinik Hukum sebelumnya yang berjudul Apa Dasar Hukum Perjanjian Kerja Laut? Dalam artikel tersebut pakar ketenagakerjaan Umar Kasim berpendapat bahwa Perjanjian Kerja Laut (“PKL”) pada prinsipnya mengacu pada Buku II Bab 4 KUHD tentang Perjanjian Kerja Laut, khususnya Bagian Pertama tentang Perjanjian Kerja Laut Pada Umumnya. Ketentuan PKL dalam KUHD tersebut juga mengatur hal-hal bersifat khusus, misalnya: isi (substansi) PKL yang lebih luas dan pembuatan PKL harus di hadapan Syahbandar (vide Pasal 400 dan Pasal 401 KUHD jo Pasal 18 PP No. 7/2000).

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Waktu Kerja Shift

    Aturan Waktu Kerja <i>Shift</i>

     

    Walaupun demikian, (beberapa) ketentuan PKL dalam KUHD tersebut, merujuk lebih lanjut pada ketentuan perjanjian-perjanjian melakukan pekerjaan (Bab Ketujuh A – Buku II) KUHPerdata, seperti misalnya disebut dalam Pasal 396 KUHD, yang menyebutkan bahwa, “Terhadap PKL berlakulah selain ketentuan-ketentuan dari Bab (PKL) ini, (juga berlaku) ketentuan-ketentuan dari Bagian Kedua, Ketiga, Keempat, dan Kelima dari Bab Ketujuh A dari Buku Ketiga KUHPerdata, sekedar berlakunya ketentuan-ketentuan itu tidak dengan tegas dikecualikan”.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Artinya, selain diatur dalam KUHD, PKL juga tunduk pada Bab Ketujuh A (tentang Perjanjian-perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan) dari Buku Ketiga (tentang Perikatan) KUH Perdata, sepanjang tidak diatur khusus (dengan tegas) dalam KUHD.

     

    Saat ini, ketentuan-ketentuan dalam Bab Ketujuh A KUHPerdata dimaksud sebagian besar (hampir seluruhnya) sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Perjanjian kerja tersebut antara lain harus berdasarkan pada kesepakatan, kecakapan, ada pekerjaan yang diperjanjikan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum (lihat Pasal 52 UUK). Perjanjian kerja dibuat secara tertulis untuk perjanjian kerja waktu tertentu dan dapat dibuat lisan untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (lihat Pasal 51 ayat [1] jo Pasal 57 ayat [2] UU Ketenagakerjaan). Dengan demikian rujukan ketentuan dalam KUHPerdata (sebagaimana dimaksud Pasal 396 KUHD) sudah mengacu pada UU Ketenagakerjaan yang sekarang.

     

    Di samping itu, sebagian lagi ketentuan yang bersifat khusus bagi pekerja di laut sebagaimana dimaksud dalam KUHD, juga telah diatur dalam UU Pelayaran (sekarang UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengganti dari UU No. 21 Tahun 1992), khususnya (secara detail) dimuat dalam PP 7/2000 (yang masih merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 21 Tahun 1992 dan masih berlaku sampai ada penggantinya) khususnya pada Bagian Kedua PP No.7/2000 sebagaimana kami uraikan dalam boks berikut:

     

    Bagian Kedua

    Persyaratan Kerja di Kapal

     

    Pasal 17

    Untuk dapat bekerja sebagai awak kapal, wajib memenuhi persyaratan:

    a.         memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan/atau Sertifikat Keterampilan Pelaut;

    b.         berumur sekurangnya-kurangnya 18 tahun;

    c.          sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang khusus dilakukan untuk itu;

    d.         disijil.

     

    Pasal 18

    (1)      Setiap pelaut yang akan disijil harus memiliki Perjanjian Kerja Laut yang masih berlaku.

    (2)      Perjanjian Kerja Laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memuat hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (3)      Hak hak dan kewajiban dari masing masing pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang kurangnya adalah:

    a.      hak pelaut:

         menerima gaji, upah lembur, uang pengganti hari hari libur, uang delegasi, biaya pengangkutan dan upah saat diakhirinya pengerjaan, pertanggungan untuk barang barang milik pribadi yang dibawa dan kecelakaan pribadi serta perlengkapan untuk musim dingin untuk yang bekerja di daerah yang iklimnya dingin dan di musim dingin di wilayah yang suhunya 15 derajat celcius atau kurang yang berupa pakaian dan peralatan musim dingin.

    b.      kewajiban pelaut:

         melaksanakan tugas sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian, menanggung biaya yang timbul karena kelebihan barang bawaan di atas batas ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan, menaati perintah perusahaan dan bekerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian.

    c.       hak pemilik/operator : mempekerjakan pelaut

    d.      kewajiban pemilik/operator : memenuhi semua kewajiban yang merupakan hak-hak pelaut sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

    (4)      Perjanjian Kerja Laut harus diketahui oleh pejabat Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri.

    (5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai Perjanjian Kerja Laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

     

     

    Jadi, dapat kami simpulkan bahwa perjanjian kerja bagi pekerja di laut di atas kapal pesiar dalam negeri secara umum sama dengan perjanjian kerja bagi pekerja di darat yakni harus dibuat sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Namun, ada ketentuan-ketentuan khusus yang juga berlaku bagi pekerja di laut yakni UU No. 17/2008 tentang Pelayaran jo PP No. 7/2000 tentang Kepelautan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);

    2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43);

    3.      Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    4.      Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

    5.      Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.

     

    Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

      

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!