Saya ingin bertanya mengenai status tanah Eigendom Verponding. Kebetulan Saya mempunyai seorang Saudara yang bekerja sebagai seorang broker/makelar tanah. Dia mengatakan kalau sampai sekarang masih ada tanah Eigendom Verponding yang masih bisa ditransaksikan, dengan syarat-syarat tertentu. Saya bingung, karena setahu Saya setelah adanya Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, tanah Eigendom Verponding sudah tidak ada lagi, karena sudah harus dikonversikan ke dalam hak-hak tanah yang baru (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, hak Guna Usaha, dll). Sebenarnya, bagaimana mengenai status tanah Eigendom Verponding tersebut? Thanks. dari Bpk. Yohanes di Jakarta.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Dalam buku “Kamus Hukum” terbitan Indonesia Legal Center Publishing, eigendom berarti hak milik mutlak. Sedangkan, verponding artinya sebagai harta tetap.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
UUPA tidak mengatur mengenai definisi konversi hak atas tanah. Namun, menurut buku “Konversi Hak-Hak Atas Tanah” karangan AP. Parlindungan (hlm. 1), pengertian konversi hak atas tanah adalah bagaimana pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA (dalam hal ini, hak eigendom) untuk masuk dalam sistem dari UUPA, yakni kegiatan menyesuaikan hak-hak atas tanah lama menjadi hak-hak atas tanah baru yang dikenal dalam UUPA.
Selain itu, menurut buku “Hukum Pendaftaran Tanah” karangan Yamin Lubis et.al. (hlm. 218), pemberlakuan konversi terhadap hak-hak barat (termasuk eigendom) dilakukan dengan pemberian batas jangka waktu sampai 20 tahun sejak pemberlakuan UUPA. Artinya, mensyaratkan terhadap hak atas tanah eigendom dilakukan konversi menjadi hak milik selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980.
Namun, ternyata memang sampai saat ini masih ada tanah-tanah berstatus eigendom yang belum dikonversi. Menurut Yamin Lubis et.al. (hlm. 225), terhadap tanah yang masih berstatus eigendom tersebut masih dapat dilakukan konversi menjadi hak milik. Dalam praktik selama ini, sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”), proses konversi hak atas tanah yang berasal dari hak-hak barat (termasuk eigendom) dapat langsung dilakukan konversinya sepanjang pemohonnya masih tetap sebagai pemegang hak atas tanah dalam bukti-bukti lama tersebut atau belum beralih ke atas nama orang lain, serta ada peta/surat ukurnya, maka pembukuannya cukup dilakukan dengan memberi tanda cap/stampel pada alat bukti tersebut dengan menuliskan jenis hak dan nomor hak yang dikonversi.
Lalu, dijelaskan juga oleh Yamin Lubis et.al. (hlm. 220), setelah berlakunya PP 24/1997, pelaksanaan konversi hak atas tanah tersebut oleh PP 24/1997 disebut dengan istilah pembuktian hak lama. Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997 mengatur bahwa:
Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau, pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Dari pengaturan PP 24/1997 tersebut, kiranya jelas sampai saat ini konversi tanah eigendom masih dapat dilakukan melalui pendaftaran hak-hak lama, sehingga statusnya berubah menjadi hak milik.