KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Penanaman Modal Asing pada Industri Fashion

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Aturan Penanaman Modal Asing pada Industri Fashion

Aturan Penanaman Modal Asing pada Industri Fashion
Bimo Prasetio/AsharyantoAdisuryo Prasetio & Co
Adisuryo Prasetio & Co
Bacaan 10 Menit
Aturan Penanaman Modal Asing pada Industri Fashion

PERTANYAAN

Dear hukumonline, Saya ingin bertanya, jika ada suatu perusahaan luar negeri yang bergerak di bidang fashion (merek ternama) ingin melakukan penanaman modal dan membuka toko penjualan di Indonesia (Jakarta), bagaimanakah caranya? Apakah mengenai bidang fashion tersebut diatur dalam DNI, misalnya apakah termasuk dalam jenis perdagangan besar atau direct selling? Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sebelum menjawab pertanyaan Saudara mengenai Industri Fashion, dapat kami sampaikan bahwa pada dasarnya tidak terdapat definisi yang jelas mengenai arti dari kata “fashion”. Fashion sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang menurut Oxford Dictionary Online diartikan sebagai:

     
    “a popular or the latest style of clothing, hair, decoration, or behavior.”
     
    Terjemahan bebasnya:
    Populer atau gaya mode terbaru/kiniakan pakaian, rambut, riasan, atau perilaku.”
     

    Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fashion merupakan suatu cara berpakaian/berbusana beserta asesorisnya yang dapat menentukan penampilan seseorang. Namun, hal tersebut di atas tidak juga menjelaskan mengenai klasifikasi atas Industri Fashion itu sendiri.

     

    Sehubungan dengan pertanyaan saudara tersebut, berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 131/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Fashion (“Permendag 131”), menjelaskan mengenai Industri Fashion. Dalam Permendag 131 terdapat 10 klasifikasi jenis usaha yang termasuk dalam kategori Industri Fashion, yaitu:

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Menanam Modal Asing untuk Bidang Usaha di Luar DNI?

    Bolehkah Menanam Modal Asing untuk Bidang Usaha di Luar DNI?
     

    (a)     Industri Bordir/Sulaman (KBLI 17293);

    (b)     Industri Pakaian Jadi Rajutan (KBLI 17302);

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    (c)     Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan Perlengkapannya (KBLI 18101);

    (d)     Industri Pakaian Jadi (Konveksi) dan Perlengkapannya dari Kulit (KBLI 18102);

    (e)     Industri Bulu Tiruan (KBLI 18201);

    (f)     Industri Pakaian Jadi/Barang Jadi dari Kulit Berbulu dan atau Aksesoris (KBLI 18202);

    (g)     Industri Pencelupan Bulu (18203);

    (h)     Industri Barang dari Kulit dan Kulit Buatan untuk Keperluan Pribadi (KBLI 19121);

    (i)      Industri Barang dari Kulit dan Kulit Buatan untuk Keperluan Teknik/ Industri (KBLI 19122);

    (j)      Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari (KBLI 19201).

     

    Merujuk hal di atas, mengenai Industri Fashion sangat luas cakupannya. Atas hal ini, maka kami berasumsi bahwa Industri Fashion yang Saudara maksudkan untuk didirikan adalah Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan Perlengkapannya, sebagaimana Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI 2005”) dengan Nomor Kode Klasifikasi/Kategori bidang usaha 18101.

     

    Namun, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tersebut di atas telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI 2009”) dan berkenaan terdapatnya perubahan tersebut maka bidang usaha tersebut di atas masuk ke dalam Klasifikasi/Kategori bidang usaha dengan Nomor Kode 47511 dan Nomor 4771.

     

    Penanaman Modal Asing (“PMA”) Untuk Industri Fashion
     

    Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal("UU 25/2007"), khususnya pada Pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa suatu PMA wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Berkenaan hal tersebut, maka suatu PMA harus berbentuk badan hukum, dalam hal ini PT.

     

    Selanjutnya, mengenai cara pendirian PT PMA, sebagaimana diatur dalam UU 25/2007, khususnya pada Pasal 12 ayat (1), bahwa tidak seluruh bidang usaha di Indonesia terbuka untuk penanaman modal asing. Terdapat sektor-sektor bidang usaha tertentu berdasarkan UU 25/2007 termasuk dalam bidang usaha atau jenis usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

     

    Mengenai hal ini diatur dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal ("Perpres 36/2010"), atau yang lebih dikenal dengan Daftar Negatif Investasi (Negative List) (“DNI”).

     

    Walaupun pada kenyataan Industri Fashion tidak secara rinci dinyatakan dalam DNI akan tetapi dapat kami jelaskan lebih lanjut bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal (“PerBKPM 12/2009”) jo Pasal 12 ayat (1) UU 25/2007, yang menyatakan bahwa segala bidang usaha dapat/terbuka untuk PMA sepanjang bidang usaha tersebut tidak termasuk dalam bidang usaha tertutup, yaitu:

    Pasal 10 ayat (1):

    Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan yang penetapannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.

     

    Pasal 12 ayat (1):

    a.    produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan

    b.    bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

     

    Sesuai dengan Perpres 36/2010 bahwa bidang usaha yang Saudara maksud bergerak dalam bidang perdagangan, yang mana berdasarkan informasi yang kami dapatkan bahwa BKPM memperkenankan bagi setiap PMA untuk membuka bidang usaha perdagangan, namun hanya sebatas membuka bidang usaha perdagangan retail. Dan sepanjang persyaratan mengenai toko yang akan dibuka oleh PMA mempunyai luas bersih, lebih besar dari 2000 m2.

     

    Namun berkenaan modal PT PMA, sejak 2012 BKPM telah membuat kebijakan yaitu nilai investasi PT PMA harus lebih besar dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dengan minimum modal yang disetor setara dengan USD 250,000 (dua ratus lima puluh ribu Dollar Amerika Serikat).

     

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Industri Fashion tertutup bagi PMA yang tidak termasuk/tergolong dalam bidang usaha perdagangan retail dan juga tidak memiliki toko dengan luas kurang dari 2000 m2.

    Setelah dilakukannya pemeriksaan mengenai bidang usaha sebagaimana dimaksud di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendirian PT PMA, hal pertama kali yang patut Saudara lakukan adalah mengajukan aplikasi kepada Badan Kordinasi Penanaman Modal (“BKPM”), yaitu dengan mengisi formulir aplikasi yang telah ditentukan dalam Lampiran I PerBKPM 12/ 2009.

    Berikut kami paparkan proses pembuatan PT PMA:

     

    A.    Melengkapi identitas PT yang akan didirikan pada Notaris, yang meliputi:

    1. Nama perusahaan;
    2. Kota sebagai tempat domisili usaha/perusahaan
    3. Jumlah modal;
    4. Nama pemegang saham dan persentase modal;
    5. Susunan Direksi dan Komisaris.
     

    B.    Pengajuan permohonan PT PMA pada BKPM (Lampiran I, PerBKPM 12/2009), dengan melampirkan dokumen-dokumen berikut:

    1.    Photocopy Paspor Warga Negara Asing (KTP WNI apabila ikut pemegang saham)

    2.    Surat Kuasa (Power of Attorney) untuk mengajukan PT PMA dan menghadap ke Notaris;

    3.    Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) PMA dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah;

    4.    Surat Kuasa asli bermeterai cukup untuk pengurusan permohonan PT PMA di BKPM yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/Direksi perusahaan (di-Waarmerking oleh Notaris Indonesia);

    5.    Permohonan Pendaftaran ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum).

    Catatan: untuk angka 2 (dua) dan 3 (tiga)  dokumen-dokumen tersebut wajib dilegalisasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (“KBRI”) pada negara asal PMA.

     

    Sebagai tambahan catatan, berdasarkan Pasal 16 ayat (3) PerBKPM 12/09, PMA yang telah memiliki pendaftaran PMA dari BKPM selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkan pendafataran PMA wajib untuk merealisasikan pembentukan badan hukum dan bilamana dalam jangka waktu dimaksud, PMA tersebut belum juga membentuk suatu badan hukum (PT) maka pendaftaran PMA yang dimiliki batal demi hukum.

     

    C.    Pendirian PT

    Bahwa, setelah didapatkannya pendaftaran PMA dari BKPM dimaksud maka proses dilanjutkan kepada pembuatanakta pendirian PT, dan sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (4) UUPT yang mensyaratkan suatu PT memperoleh status badan hukum pada saat tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan PT dan untuk mendirikan suatu PT wajib berdasarkan UUPT, yang mana syarat dalam mendirikan PT adalah sebagai berikut:

     

    1.    Memiliki minimal 2 (dua) pemegang saham.

    2.    Memiliki modal dasar minimal Rp 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah), yang paling sedikit 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal dasar tersebut telah ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian;

    3.    Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham;

    4.    Didirikan dengan akta otentik (Notaris).

     

    Adapun PT memiliki suatu karakteristik, dalam hal ini terdapat pada pemisahan kekayaan para pemegang saham/pengurus PT dengan kekayaan badan usaha, sehingga para pemegang saham/pengurus PT hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya jika memang dalam melaksanakan/menjalankan PT didasarkan pada iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, hal ini didasarkan pada Pasal 97 ayat (5) UUPT.

     

    Mengenai pembahasan lebih rinci mengenai karakteristik suatu badan usaha yang berbadan hukum dapat Anda lihat pada jawaban kami sebelumnya yaitu Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya.

     

    Selanjutnya, masuk ke dalam proses Pendirian PT PMA (setelah keluarnya, izin pendaftaran PMA dari BKPM) adalah sebagai berikut:

     

    1.    Pembuatan Akta Pendirian Perseroan pada Notaris yang ditunjuk berdasarkan daerah asal domisili PT PMA (izin pendaftaran PMA dari BKPM dimaksud, akan memasukkannya dalam Akta Pendirian PT PMA);

    2.    Membuat Surat Keterangan Domisili Perusahaan (“SKDP”) pada kelurahan tempat PT PMA berkedudukan;

    3.    Membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) atas nama PT PMA dimaksud.

    Catatan:NPWP yang dibuat untuk PT. PMA harus NPWP khusus PT. PMA. Dan pada tahap ini dapat sekaligus mengurus Surat PKP (Pengusaha Kena Pajak) pada Kantor Pajak Pratam (“KPP”) khusus PMA tersebut. dan nantinya akan dilakukan survei/ tinjau lokasi perusahaan.

    4.    Pembukaan rekening atas nama PT PMA dan menyetorkan modal saham dalam bentuk uang tunai ke kas PT PMA Bukti setornya diserahkan kepada Notaris untuk kelengkapan permohonan pengesahan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

    5.    Pengajuan Pengesahan Pendirian PT pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

    6.    Pengumuman Anggaran Dasar Perseroan di Berita Negara.

     
     
    Izin Usaha Untuk Industri Fashion
     

    Setelah mendirikan PT PMA terdapat izin-izin pendukung untuk menjalankan kegiatan usaha Saudara. Adapun izin-izin tersebut, antara lain:

     

    1.    Surat Izin Usaha Perdagangan (“SIUP”);

    2.    Tanda Daftar Perseroan (“TDP”);

    3.    Ijin Undang-Undang Gangguan (“HO”);

    4.    Wajib Lapor Ketenagakerjaan (UU No. 7 Tahun 1981);

    5.    Nomor Pengenal Importir Khusus Tekstil dan Produk Tekstil (“NPIK TPT”);

    6.    Rencana Impor Produk Tertentu untuk 1 tahun Rencana impor produk tertentu (jumlah, jenis barang, HS 10 digit dan pelabuhan tujuan)

    7.    Nomor Identitas Kepabeanan (“NIK”);

    8.    Angka Pengenal Importir Umum (“API-U”);

    9.    Importir Terdaftar (“IT”) Produk Tertentu - Pakaian Jadi;

    10.Persetujuan dan/atau izin lain dari BKPM.

    Catatan: Mengenai izin-izin lain terkait PT PMA, lebih lanjut kami sanrankan agar Saudara melihat bahasan mengenai Pendirian PT PMA.

     
    Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

    2.    Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

    3.    Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenaga Kerjaan di Perusahaan.

    4.    Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.(lampiran:Daftar Negatif Investasi).

    5.    Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

    6.    Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 131/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Fashion.

    7.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah.

    8.    Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor. 57/M-DAG/PER/12/2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.

    9.    Peraturan Menteri Perdagangan No 27 Tahun 2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Impor.

    10.Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia.

    11.Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.

    12.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.04/2011 tentang Registrasi Kepabeanan.

    13.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2007 tentang Registrasi Importir.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!