KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Meminta Warisan Ketika Ibu Masih Hidup?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bisakah Meminta Warisan Ketika Ibu Masih Hidup?

Bisakah Meminta Warisan Ketika Ibu Masih Hidup?
Ilman Hadi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Meminta Warisan Ketika Ibu Masih Hidup?

PERTANYAAN

Apakah seorang anak berhak meminta hak waris jika sang ibu masih hidup?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Di Indonesia, sistem pewarisan menggunakan tiga sistem yaitu sistem hukum waris Islam, sistem hukum kewarisan perdata barat dari Burgerlijk Wetboek (BW) atau umum dikenal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), dan sistem hukum adat. Saudara tidak menyebutkan keluarga yang dimaksud menggunakan sistem hukum waris yang mana, berikut ini kami akan uraikan beberapa sistem hukum yang ada.

     

    a.    Sistem hukum waris Islam.

    Kewarisan Islam di Indonesia merujuk pada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai dasar hukumnya.  Di dalam Pasal 171 KHI diatur pengertian pewaris, harta warisan, dan ahli waris, dan dapat disimpulkan bahwa pewarisan hanya dapat dilakukan apabila pewaris telah meninggal dunia atau dinyatakan meninggal dunia oleh Pengadilan. Jadi, menurut hukum Islam, seorang anak tidak berhak menuntut harta waris bila ibunya masih hidup.

    KLINIK TERKAIT

    Hak Waris Janda dan Anak Menurut Hukum Hindu

    Hak Waris Janda dan Anak Menurut Hukum Hindu
     

    b.    Sistem hukum waris perdata barat.

    Sistem hukum waris perdata barat berlaku untuk orang non muslim dan yang tidak menundukkan dirinya pada hukum adat. Pada Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dengan jelas disebutkan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Jadi, menurut BW, seorang anak sebagai ahli waris tidak berhak menuntut harta waris kepada pewaris (ibunya) bila pewaris (ibunya) masih hidup.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    c.    Sistem hukum waris adat.

    Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Hukum Adat Indonesia (hal.259), hukum adat waris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Sistem kekeluargaan di Indonesia ada yang patrilineal, matrileineal dan parental.

     

    Contoh hukum waris adat patrilineal adalah hukum adat Bali dimana ahli waris adalah anak laki-laki kandung, kemudian berikutnya orang tua laki-laki, kemudian berikutnya saudara laki-laki yang mewaris setelah kematian pewaris. Perempuan bukanlah ahli waris, sehingga istri hanya berhak atas harta bersama saja, sedangkan anak perempuan tidak mewaris kecuali sudah diubah status hukumnya sebagai laki-laki melalui upacara adat karena pewaris tidak punya anak laki-laki.

     

    Contoh hukum waris adat matrilineal adalah Minangkabau. Dalam buku yang disusun oleh Mochtar Naim yang berjudul Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau (hal. 122) disebutkan bahwa ahli waris adalah anak perempuan atau kemenakan dari pewaris. Harta warisan dibagi dua yaitu pusako tinggi dan pusako rendah. Harta pusako tinggi (tanah, sawah, ladang, atau rumah) harus diturunkan menurut adat yaitu ke garis keturunan anak perempuan, sedangkan pusako rendah (harta hasil mata pencaharian) boleh diturunkan menurut hukum Islam karena dalam adat Minangkabau dikenal prinsip: adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Jadi untuk pusako rendah digunakan hukum waris Islam.

     

    Contoh hukum waris adat parental adalah hukum kewarisan adat Riau dimana anak laki-laki maupun anak perempuan dapat mewaris dari ayahnya maupun ibunya.

     

    Prinsip utama dari sistem waris adat adalah harus ada yang meninggal dunia. Soerjono Soekanto dalam bukunya Hukum Adat Indonesia (hal.262) menegaskan bahwa bila seorang meninggal maka ahli waris adalah anak-anak dari si peninggal harta. Walaupun beliau mengutip pendapat Soepomo (hal.259) bahwa proses peralihan harta bisa dimulai sejak pewaris masih hidup, tetapi Soerjono Soekanto menegaskan (hal.270) bahwa pengalihan harta dalam keluarga sendiri hanyalah bersifat sementara, itu pun biasanya hanya terjadi pada keluarga dengan sistem patrilineal atau parental untuk anak laki-laki yang sudah dewasa tetapi tetap bukan merupakan peristiwa pemberian harta warisan.

     

    Pendapat lain diberikan oleh Iman Sudiyat dalam bukunya Hukum Adat Sketsa Asas (hal.158-160). Pemberian dari orang tua kepada anak adalah suatu “pembekalan” untuk membentuk keluarga sendiri, tetapi setelah orang tua meninggal harta yang telah diberikan akan diperhitungkan kembali sebagai harta peninggalan. Pemberian tanah kepada anak yang akan kawin merupakan suatu pengoperan wajar dalam lingkungan kerabat.

     

    Penelitian mengenai pewarisan menurut hukum adat ini pernah ditulis oleh Ni Luh Putu Asthy Rosmilawati (2008) yang berjudul Hak Waris Janda atas Harta Peninggalan Suami yang mengambil objek penelitian dari sistem waris adat Bali. Dalam isi penelitiannya, ia mengutip pendapat Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Waris Adat (hal.95-100) yang disarikan sebagai berikut:

    Pewarisan dalam hukum waris adat dapat terjadi pada saat pewaris masih hidup dengan tiga cara:

    1. Penerusan atau pengalihan: saat pewaris masih hidup ada kalanya ia sudah melakukan pengalihan atas jabatan adat atau harta kekayaan kepada ahli waris, terutama pada anak laki-laki tertua menurut prinsip patrilineal, kepada anak perempuan tertua menurut prinsip matrilineal, atau kepada anak tertua laki-laki atau anak tertua perempuan menurut prinsip parental. Biasanya dilakukan karena orang tua telah berusia lanjut dan anak tersebut telah mantap berumah tangga.
    2. Penunjukan: pewaris menunjuk ahli waris atas hak atau harta tertentu. Tetapi penguasaan dan pemilikannya baru berpindah sepenuhnya setelah pewaris meninggal dunia. Sebelum pewaris meninggal ia masih berhak menguasai harta tersebut tetapi pengurusan, pemanfaatan, dan penikmatan hasil sudah berada pada ahli waris.
    3. Pesan atau wasiat: biasanya dilakukan karena pewaris sudah sakit parah atau hendak bepergian jauh sehingga ia berpesan untuk anak dan hartanya. Pesan atau wasiat dari orang tua kepada ahli warisketika hidupnya itu biasanya harus diucapkan dengan terang dandisaksikan oleh para ahli waris, anggota keluarga, tetangga danpara tetua desa.
     

    Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa dalam sistem waris adat dimungkinkan seorang pewaris menyerahkan hak warisnya kepada ahli waris saat masih hidup, akan tetapi, secara hukum kepemilikan atas harta baru akan berpindah sepenuhnya setelah pewaris meninggal dunia.

     

    Jadi, berdasarkan sistem hukum waris Islam dan sistem hukum waris perdata barat (BW), seorang anak tidak dapat menuntut hak waris dari orang tuanya (dalam hal ini ibu) bila orang tuanya masih hidup karena pewarisan kepada ahli waris hanya akan terjadi setelah pewaris meninggal dunia. Sedangkan menurut sistem waris adat dimungkinkan pengalihan harta waris kepada ahli waris saat pewaris masih hidup tetapi status hukum harta tersebut baru benar-benar berpindah setelah pewaris meninggal dunia.

     

    Di sisi lain, jika yang Anda maksud adalah bisakah harta mendiang ayah dibagikan padahal ibu masih hidup, simak penjelasannya dalam artikel Pembagian Harta Warisan Ayah, Ketika Ibu Masih Hidup.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)(Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847);

    2.    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!