1. Bila seorang duda cerai mati yang sudah mapan ingin menikah dengan seorang wanita lajang yang juga sudah sama-sama mapan, jika mereka tidak membuat perjanjian pra-nikah (pisah harta), apakah jika terjadi perceraian harta bawaan masing-masing harus diperlakukan sebagai harta gono gini? Yang saya tahu harta bawaan (harta sebelum pernikahan) tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun karena itu adalah milik masing-masing pihak. 2. Misalkan bahwa setelah menikah dan tidak ada surat perjanjian pra-nikah yang mengatur pisah harta, duda itu meninggal dan dia mewariskan harta kekayaan untuk anak-anaknya, apakah si istri (ibu tiri anak-anaknya) juga berhak mendapatkan harta itu yang sebenarnya adalah harta bawaan? 3. Apakah untuk kasus seperti itu sebaiknya dibuatkan surat perjanjian pra-nikah? 4. Berapa kisaran biaya untuk pembuatan perjanjian pra-nikah yg mengatur tentang pisah harta di notaris di Indonesia? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang samayang dibuat olehIlman Hadi, S.H.danpernahdipublikasikanpadaRabu, 04 Juli 2012.
Harta bawaan masing-masing akan tetap menjadi penguasaan masing-masing pihak kecuali ditentukan lain oleh para pihak dalam perjanjian kawin.
Hak dari janda atas harta dalam perkawinan adalah terhadap harta bersama, sedangkan untuk harta bawaan suami tetap merupakan penguasaan suami, kecuali harta bawaan tersebut telah dimasukkan ke dalam harta bersama melalui perjanjian perkawinan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Mengenai harta bawaan masing-masing, akan tetap menjadi penguasaan oleh masing-masing pihak kecuali ditentukan lain oleh para pihak.[1] Cara menentukan lain mengenai penguasaan atas harta bawaan dilakukan dengan membuat perjanjian perkawinan.
(1)Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
(2)Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3)Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
(4)Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.
Jadi, harta bawaan menjadi hak dari suami atau istri, tidak diperlakukan sebagai harta gono gini karena bukan merupakan harta bersama, kecuali para pihak (suami istri) menentukan lain.
2.Bila terjadi cerai karena kematian, maka bagi pasangan yang masih hidup berhak atas setengah dari harta bersama serta bagian warisan.[2]
Jadi, hak dari janda atas harta dalam perkawinan adalah terhadap harta bersama, sedangkan untuk harta bawaan suami tetap merupakan penguasaan suami (untuk kemudian diwariskan kepada anak-anaknya), kecuali harta bawaan tersebut telah dimasukkan ke dalam harta bersama melalui perjanjian perkawinan.
Tetapi perlu diingat bahwa si suami harus menentukan dalam wasiat bahwa harta-harta tertentu (harta bawaannya) diberikan hanya kepada anak-anaknya. Jika tidak ada wasiat, si istri (janda) sebagai salah satu ahli waris juga berhak atas warisan tersebut.
3.Apabila yang Anda maksud dengan membuat perjanjian perkawinan adalah untuk memperjanjikan pemisahan harta karena ada kekhawatiran harta bawaan duda cerai mati menjadi milik istri setelah si duda meninggal, menurut hemat kami hal tersebut tidak perlu dilakukan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, harta bawaan si duda dalam hal ini dilindungi sebagai harta si duda (untuk diwariskan kepada anak-anaknya) dan tidak termasuk sebagai harta bersama, kecuali ditentukan lain seperti yang telah dijelaskan dalam poin sebelumnya.
(2)Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3)Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
a.sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b.di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
c.di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.
(4)Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Dalam praktiknya, biaya pembuatan perjanjian perkawinan di tiap Notaris bisa berbeda-beda. Ada baiknya Anda menghubungi notaris yang Anda kenal di wilayah tempat tinggal Anda.
Jadi, harta bawaan masing-masing pihak tidaklah menjadi harta bersama dalam perkawinan apabila para pihak (suami istri) tidak menghendaki dan memperjanjikannya. Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami istri sejak dalam perkawinan yang disebut juga gono gini. Apabila terjadi perceraian karena kematian, harta bersama akan dibagi dua terlebih dahulu sebelum diwariskan kepada para ahli waris, sedangkan harta bawaan tetap menjadi bagian masing-masing sepanjang tidak diperjanjikan lain dan langsung diwariskan kepada para ahli waris.