Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum Khitan Perempuan di Indonesia

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Hukum Khitan Perempuan di Indonesia

Hukum Khitan Perempuan di Indonesia
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukum Khitan Perempuan di Indonesia

PERTANYAAN

Apakah ada hukum yang mengatur soal sunat perempuan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan, khitan perempuan adalah makrumah, pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan.

    Lebih lanjut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan, yang pada pokoknya menyatakan penyelenggaraan khitan perempuan tetap harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang dikhitan serta dengan tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan.

    Pemerintah lalu memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang dikhitan serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan, namun sepanjang penelusuran kami, hingga saat ini belum terdapat pedoman yang dimaksud.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Sunat Perempuan yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 27 Juli 2012, kemudian dimutakhirkan pertama kalinya pada 19 Februari 2020.

    Khitan Perempuan Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia

    KLINIK TERKAIT

    Prosedur Hukum Penggantian Jenis Kelamin

    Prosedur Hukum Penggantian Jenis Kelamin

    Dikutip dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan dalam laman Majelis Ulama Indonesia, ditetapkan bahwa:

    1. Khitan/sunat, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
    2. Khitan terhadap perempuan adalah makrumah, pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan;
    3. Pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syari’ah, karena khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam;
    4. Namun, dalam pelaksanaannya, khitan terhadap perempuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
      1. Khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris.
      2. Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan dlarar.

    Hukum Khitan Perempuan di Indonesia

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Hukum khitan bagi perempuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan (“Permenkes 6/2014”).

    Pada Konsiderans huruf a Permenkes 6/2014 disebutkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalam bidang kedokteran harus berdasarkan indikasi medis dan terbukti bermanfaat secara alamiah.

    Bahwa khitan perempuan hingga saat ini bukan merupakan tindakan kedokteran, karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.[1]

    Berdasarkan aspek budaya dan keyakinan masyarakat Indonesia hingga saat ini masih terdapat permintaan untuk dilakukannya khitan perempuan yang pelaksanaannya tetap harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta dengan tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation).[2]

    Oleh karena itu, keberadaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan (“Permenkes 1636/2010”) sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan kebijakan global, sehingga perlu ditetapkan peraturan yang baru yang mencabut Permenkes 1636/2010.[3]

    Pasal 2 Permenkes 6/2014 mengatur bahwa pemberian mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan.

    Pelaksanaan Khitan Perempuan di Indonesia

    Selain itu, sepanjang penelusuran kami, dikutip dari Persimpangan antara Tradisi & Modernitas Hasil Kajian Kualitatif Pemotongan/Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) di 10 Provinsi 17 Kabupaten/Kota pada laman Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan diterangkan bahwa keberadaan Permenkes 6/2014 dianggap ambigu dalam isu Pemotongan/Pelukaan Genitalia Perempuan (“P2GP”) di Indonesia (hal. 78).

    Dalam kajian tersebut, dipertanyakan apakah pemerintah hendak menghentikan P2GP atau justru mengizinkan P2GP berlangsung asalkan sesuai dengan kaidah keagamaan yang berlaku? Bahkan hingga saat ini, berdasarkan hasil temuan lapangan, P2GP masih tetap ditemukan dan dilakukan oleh bidan ataupun dukun dengan cara yang beragam (hal. 78).

    Tentu hal ini tidak mengherankan, karena memang tidak pernah ada tindak lanjut dari Pasal 2 Permenkes 6/2014, yaitu Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k yang diberikan kewenangan untuk membuat pedoman mengenai penyelenggaraan khitan perempuan. Namun hingga kini, tidak ditemukan hasil dari mandat tersebut (hal. 78).

    Maka, praktik P2GP atau khitan perempuan, baik oleh bidan maupun dukun, tidak memiliki landasan sumber yang jelas dan berpeluang membahayakan perempuan dan anak perempuan (hal. 182).

    Namun patut diperhatikan bahwa berbeda dengan Fatwa MUI, lembaga keumatan lain, yaitu Muhammadiyah justru tidak menganjurkan khitan perempuan (hal. 61).

    Maka, bisa disimpulkan bahwa khitan bagi perempuan di Indonesia masih menuai kontroversi baik dari sisi medis, agama, maupun aspek legalitasnya.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan.

    Referensi:

    1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan, diakses pada 18 Februari 2020, pukul 15.30 WIB.
    2. Persimpangan antara Tradisi & Modernitas Hasil Kajian Kualitatif Pemotongan/Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) di 10 Provinsi 17 Kabupaten/Kota, diakses pada 18 Februari 2020, pukul 16.35 WIB.

    [1] Konsiderans huruf b Permenkes 6/2014

    [2] Konsiderans huruf c Permenkes 6/2014

    [3] Konsiderans huruf d dan e Permenkes 6/2014

    Tags

    kesehatan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Pemindahan Kepemilikan Perusahaan (Akuisisi) oleh Pemegang Saham

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!