KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Tidak Menafkahi Mantan Istri Pasca Bercerai?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bolehkah Tidak Menafkahi Mantan Istri Pasca Bercerai?

Bolehkah Tidak Menafkahi Mantan Istri Pasca Bercerai?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Tidak Menafkahi Mantan Istri Pasca Bercerai?

PERTANYAAN

Apakah suami berhak tidak menafkahi istri setelah perceraian, karena yang berkemauan perceraian dari pihak istri? Terima kasih

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     
    Intisari:
     

    Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Jadi, kewajiban mantan suami menafkahi mantan istri itu ditentukan oleh pengadilan. Hal ini bergantung pada pertimbangan hakim.

     

    Jadi, jika perceraian merupakan kehendak istri, bisa saja hakim tidak mewajibkan mantan suami untuk menafkahi mantan istrinya itu. Dapat pula hakim menghukum mantan suami untuk menafkahi mantan istrinya meskipun perceraian itu merupakan kehendak mantan istrinya.

     

    Tapi jika hakim telah memutuskan mantan suami berkewajiban menafkahi mantan istrinya pasca bercerai namun ia menolaknya, maka ini termasuk pembangkangan atas putusan pengadilan dan ada langkah hukum yang dapat dilakukan oleh mantan istrinya.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
    Ulasan:
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    Kewajiban Mantan Suami Menafkahi Mantan Istrinya Pasca Perceraian

    Kewajiban mantan suami pasca memberi nafkah pasca perceraian merupakan salah satu akibat perceraian yang pengaturannya dapat kita lihat dalam Pasal 41 c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):

     

    Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

    KLINIK TERKAIT

    Pembagian Gaji setelah Perceraian PNS

    Pembagian Gaji setelah Perceraian PNS
     

    Dari bunyi pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa kewajiban mantan suami menafkahi mantan istri itu ditentukan oleh pengadilan. Hal ini bergantung pertimbangan hakim. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, jika pengadilan tidak mewajibkan mantan suami untuk menafkahi mantan istrinya, maka mantan suami itu tidak menafkahi mantan istrinya.

     

    Lebih khusus lagi, dalam Islam diatur bahwa bila perkawinan putus karena talak (karena kehendak suami), maka bekas suami wajib memberi nafkah dan kiswah (pakaian) kepada bekas istri selama dalam iddah. Kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba'in (talak yang tidak bisa rujuk sebelum istri menikah dengan orang lain terlebih dulu) atau nusyuz (istri durhaka kepada suami) dan dalam keadaan tidak hamil.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Ini artinya, secara a contrario, jika memang perceraian karena kehendak istri, hakim dapat saja memutus untuk tidak mewajibkan suami memberi nafkah kepada bekas istrinya. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Agama Lamongan Nomor 1110/Pdt.G/2012/PA.Lmg. Penggugat (istri) menggugat cerai suaminya selaku Tergugat karena alasan kurangnya nafkah yang diberikan suami kepada istrinya. Tergugat kurang mampu memberi nafkah belanja Penggugat, Tergugat bekerja namun Penggugat tidak pernah merasakan hasil kerja Tergugat. Keadaan ini menimbulkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang tidak dapat didamaikan lagi antara keduanya. Hakim dalam putusannya tidak menghukum tergugat untuk menafkahi penggugat. Hakim akhirnya mengabulkan gugatan Pengugat dan menjatuhkan talak satu ba'in sughro Tergugat terhadap Penggugat.

     

    Sementara, ada pula putusan pengadilan yang menghukum mantan suami untuk memberikan nafkah kepada mantan istrinya pasca bercerai meskipun perceraian itu merupakan kehendak istrinya,  seperti sebagaimana yang dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama Samarinda12/Pdt.G/2012/PTA. Smd. Penggugat (istri) menggugat cerai suaminya selaku Tergugat. Tergugat selama lebih 2 (dua) tahun ini tidak memberi nafkah kepada Penggugat, Tergugat sering melontarkan kata-kata kotor kepada Penggugat padahal ia seorang guru, dan Tergugat apabila bertengkar dengan Penggugat sering mengancam Penggugat dengan senjata tajam. Hakim akhirnya menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah/biaya pemeliharaan dan pendidikan kepada ketiga orang anaknya.

     

    Hakim juga menghukum Tergugat untuk membayar nafkah selama masa iddah kepada Penggugat sebesar Rp. 30 juta dan membayar mut’ah kepada Penggugat sebesar Rp. 50 juta rupiah. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding.

     

    Jika Menolak Putusan Pengadilan untuk Menafkahi Mantan Istri

    Namun, apabila pengadilan telah mewajibkan mantan suami untuk menafkahi mantan istrinya namun ia menolaknya, maka hal itu merupakan bentuk pembangkangan atas putusan pengadilan. Terkait hal ini, Pasal 196 HIR menyebutkan bahwa:

    “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.”

     

    Jadi, apabila mantan suami tidak mau menjalankan putusan Pengadilan Agama, maka langkah yang dapat dilakukan adalah mantan istri mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Agama tersebut agar Ketua Pengadilan memanggil dan memperingatkan mantan suami agar memenuhi isi putusan tersebut dan bukan dengan somasi. Karena berdasarkan Pasal 195 HIR, pelaksanaan putusan di pengadilan tingkat pertama adalah atas perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan yang dalam prakteknya dijalankan oleh panitera.

     

    Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikel-artikel berikut:

    ¾      Masalah Pemberian Nafkah Selama Proses Perceraian

    ¾      Langkah Hukum Jika Mantan Suami Menolak Menafkahi Mantan Istri

    ¾      Kejarlah Nafkah Sampai ke Pengadilan

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
    2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
     

    Putusan:

    1. Putusan Pengadilan Agama Lamongan Nomor 1110/Pdt.G/2012/PA.Lmg;
    2. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Samarinda 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd.

     


    [1] Pasal 149 huruf b Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) 

    Tags

    klinik hukumonline
    hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!