KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Prosedur Menjual Aset Yayasan yang Bubar

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Prosedur Menjual Aset Yayasan yang Bubar

Prosedur Menjual Aset Yayasan yang Bubar
Ilman Hadi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Prosedur Menjual Aset Yayasan yang Bubar

PERTANYAAN

Yayasan kami tidak lagi aktif sejak pemberlakuan UU Yayasan. Jadi, yayasan tidak melakukan penyesuaian dan atau membentuk kepengurusan baru sesuai ketentuan yang berlaku. Baru-baru ini para pendiri yayasan sepakat untuk menjual aset berupa rumah dan tanah HGB a.n. Yayasan. Mohon petunjuk, karena umumnya notaris di kota kami menyatakan sulit memproses penjualannya sampai pada terbitnya AJB.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Pengaturan Yayasan di Indonesia diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU 16/2001”) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU 28/2004”). Berdasarkan maksud pertanyaan Saudara, kami mengambil asumsi bahwa Yayasan tersebut akan segera dilakukan pembubaran. Menurut Pasal 62 UU 16/2001, suatu Yayasan menjadi bubar karena:

    a.         jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;

    KLINIK TERKAIT

    Status Harta Suatu Yayasan yang Bubar

    Status Harta Suatu Yayasan yang Bubar

    b.         tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;

    c.         putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    1)         Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;

    2)         tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau

    3)         harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.

     

    Dalam hal yayasan bubar karena alasan yang disebut Pasal 62 huruf a dan huruf b UU 16/2001, maka Pembina Yayasan yang bubar tersebut kemudian menunjuk likuidator untuk membereskan sisa harta kekayaan yayasan (Pasal 63 ayat [1] UU 16/2001). Bila tidak ditunjuk likuidator, maka Pengurus yayasan yang akan menjadi likuidator (Pasal 63 ayat (2) UU 16/2001). Jadi, dalam hal Yayasan tidak menunjuk likuidator, undang-undang memperbolehkan pengurus yayasan yang bersangkutan bertindak selaku likuidator.

     

    Likuidator berwenang melakukan pemberesan hak dan kewajiban terhadap harta kekayaan yayasan yang bubar (Pasal 65 UU 16/2001). Dengan demikian, jika pengurus selaku likuidator hendak menjual rumah dan tanah aset yayasan dalam rangka likuidasi, maka hal tersebut diperbolehkan sepanjang memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa dalam hal jual beli tanah, perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Akta PPAT tersebut adalah bukti adanya peralihan hak atas tanah karena jual beli tersebut (Pasal 73 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Mengenai dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam jual beli tanah, silakan simak artikel Akibat Hukum Jual Beli Tanah Warisan Tanpa Persetujuan Ahli Waris.

     

    Likuidator wajib mengumumkan pembubaran yayasan, proses likuidasi, dan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia (Pasal 65 dan Pasal 66 UU 16/2001). Likuidator melaporkan hasil likuidasi kepada Pembina yayasan (Pasal 67 ayat [1] UU 16/2001). Apabila setelah proses likuidasi ternyata masih terdapat sisa harta kekayaan, maka berdasarkan Pasal 68 UU 28/2004:

    (1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.

    (2) Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.

    (3) Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar.

     

    Selain itu, menurut penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan, Yayasan yang telah selesai likuidasinya, diberitahukan kepada Menteri oleh likuidator.

     

    Eryanto Nugroho di dalam artikel Status Harta Suatu Yayasan yang Bubar menjelaskan bahwa Penyerahan kekayaan sisa hasil likuidasi kepada Yayasan lain (dengan maksud dan tujuan yang sama) ataupun kepada negara disebabkan karena pada dasarnya kekayaan yayasan sebenarnya dimiliki oleh maksud dan tujuan (misi) dari yayasan tersebut. Pendiri(-pendiri) dari yayasan telah bersepakat untuk mendirikan yayasan dengan memisahkan sebagian hartanya untuk maksud dan tujuan tertentu. Hal inilah yang menyebabkan mengapa maksud dan tujuan yayasan tidak boleh diubah (Pasal 17 UU 16/2001).

     

    Jadi, pengurus yayasan dapat bertindak sebagai likuidator apabila tidak ditunjuk likuidator khusus dalam hal pembubaran yayasan. Sisa harta kekayaan setelah likuidasi tidak untuk dibagikan kepada pembina, pengurus, atau pengawas yayasan tetapi diserahkan pada pihak sebagaimana diatur Pasal 68 UU 28/2004.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

    2.    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

    3.    Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

    4.    Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

    5.    Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

    6.    Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

     
     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!