Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum bagi Pelaku Pencabulan terhadap Penderita Gangguan Mental

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Hukum bagi Pelaku Pencabulan terhadap Penderita Gangguan Mental

Jerat Hukum bagi Pelaku Pencabulan terhadap Penderita Gangguan Mental
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum bagi Pelaku Pencabulan terhadap Penderita Gangguan Mental

PERTANYAAN

Ada anak perempuan (18 tahun) yang punya keterbelakangan mental dinodai sampai 4 kali. Anak itu mau gara-gara dia tidak mengerti tentang risiko setelah melakukan hubungan badan itu. Selain itu, pelaku (laki-laki) itu melakukan pemerasan uang terhadap anak itu, dan lagi-lagi anak itu juga mau ngasih uang gara-gara dia tidak mengerti arti "dimanfaatkan". Sekarang laki-laki itu tertangkap oleh polisi. Pasal apa saja yang bisa diterapkan pada kasus ini?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, perempuan tersebut dikategorikan sebagai orang dewasa.
     
    Apabila hubungan tersebut dilakukan antara wanita dan pria yang sudah dewasa dan tidak terikat dalam perkawinan, pria tersebut tidak dapat dipidana. Akan tetapi karena dalam hal ini, si wanita memiliki keterbelakangan mental, maka laki-laki tersebut dapat dijerat dengan Pasal 286 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu tindak pidana persetubuhan di luar perkawinan, dimana si pria tahu bahwa si wanita dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Perbuatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
     
    Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya, silakan simak ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 18 Oktober 2012.
     
    Intisari:
     
     
    Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, perempuan tersebut dikategorikan sebagai orang dewasa.
     
    Apabila hubungan tersebut dilakukan antara wanita dan pria yang sudah dewasa dan tidak terikat dalam perkawinan, pria tersebut tidak dapat dipidana. Akan tetapi karena dalam hal ini, si wanita memiliki keterbelakangan mental, maka laki-laki tersebut dapat dijerat dengan Pasal 286 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu tindak pidana persetubuhan di luar perkawinan, dimana si pria tahu bahwa si wanita dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Perbuatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
     
    Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya, silakan simak ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pertama-tama, perlu diketahui bahwa seseorang dengan usia 18 tahun tidak lagi dianggap sebagai anak, tetapi sudah termasuk orang dewasa karena berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, perempuan tersebut dikategorikan sebagai orang dewasa.
     
    Tindak Pidana Persetubuhan Pada Wanita yang Tidak Berdaya
    Berdasarkan cerita Anda, apabila hubungan tersebut dilakukan antara wanita dan pria yang sudah dewasa dan tidak terikat dalam perkawinan, pria tersebut tidak dapat dipidana (untuk lebih jelasnya Anda dapat membaca artikel Pelaku Persetubuhan Karena Suka Sama Suka, Bisakah Dituntut?). Akan tetapi karena dalam hal ini, si wanita memiliki keterbelakangan mental, maka laki-laki tersebut dapat dijerat dengan Pasal 286 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang berbunyi:
     
    Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
     
    Dalam kasus Anda, wanita tersebut dalam keadaan tidak berdaya karena memiliki keterbelakangan mental sehingga tidak dapat berpikir seperti layaknya orang dewasa pada umumnya yang berakibat pada tidak mengertinya wanita tersebut atas apa yang diperbuatnya.
     
    Selain Pasal 286 KUHP, si pelaku dapat juga dijerat dengan Pasal 290 ayat (1) KUHP, yang berbunyi:
     
    “Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
    Ke-1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
    ……”
     
    Yang dimaksud dengan perbuatan cabul dalam pasal ini menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 212) adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya.
     
    Contoh Kasus
    Penggunaan Pasal 286 dan Pasal 290 KUHP untuk menjerat pelaku persetubuhan dengan orang yang memiliki keterbelakangan mental dapat dilihat antara lain dalam Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 377/Pid.B/2011/PN.BB. Dalam kasus tersebut si pelaku melakukan persetubuhan dengan korban yang merupakan seorang wanita dengan IQ 40, dan atas kejahatan tersebut, Majelis Hakim memutuskan bahwa pelaku bersalah melanggar Pasal 286 jo. Pasal 64 KUHP.
     
    Tindak Pidana Pemerasan dan Penipuan
    Sedangkan, untuk tindakan pria tersebut yang meminta uang dari si wanita, perbuatan itu dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan jika dilakukan dengan paksaan yang disertai kekerasan atau ancaman kekerasan. Pasal 368 ayat (1) KUHP berbunyi:
     
    “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
     
    Tetapi, jika tindakan pria tersebut tidak dilakukan dengan paksaan yang disertai kekerasan atau ancaman kekerasan, maka pria tersebut dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan yang diatur Pasal 378 KUHP, yang berbunyi:
     
    “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia – Bogor.
     
     

    Tags

    persetubuhan
    acara peradilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!