Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

PERTANYAAN

Apakah yang dimaksud putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap? Kapan putusan pengadilan dikatakan telah memperoleh kekuatan hukum tetap? Apakah suatu putusan yang dimintakan peninjauan kembali masih belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Arti putusan berkekuatan hukum tetap adalah putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding, putusan banding tidak diajukan kasasi, dan putusan kasasi.

    Selain hal tersebut, cara mengetahui putusan berkekuatan hukum tetap pada perkara pidana dan perdata memiliki kriteria tersendiri. Apakah itu?

     Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap? yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 30 November 2012 kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Kamis, 15 September 2022.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Bagaimana Cara Membuat Surat Gugatan Perdata?

    Bagaimana Cara Membuat Surat Gugatan Perdata?

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap satu per satu; pada perkara perdata dan pidana.

    Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara Pidana

    Perlu diketahui bahwa putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap disebut dengan inkracht van gewijsde. Ketentuan mengenai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana tertuang dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Berdasarkan bagian penjelasan tersebut, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap memiliki tiga arti. Pertama, putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap adalah putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh KUHAP. Kedua, putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap adalah putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh KUHAP. Ketiga, putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap adalah putusan kasasi.

    Adapun, berdasarkan KUHAP, cara mengetahui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap adalah dengan memastikan sejumlah kriteria sebagai berikut.

    1. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir, kecuali untuk putusan bebas (vrijspraak), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechts vervolging), dan putusan pemeriksaan acara cepat karena putusan-putusan tersebut tidak dapat diajukan banding.[1]
    2. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu 14 belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.[2]
    3. Putusan kasasi.

    Bagaimana jika putusan berkekuatan hukum tetap tersebut diajukan peninjauan kembali (“PK”)? Apakah putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap?

    Mengenai hal ini, menurut M. Yahya Harahap dalam Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, upaya PK tidak dapat dilakukan pada putusan yang belum berkekuatan hukum tetap, sebab putusan yang belum inkracht hanya dapat ditempuh dengan banding atau kasasi. PK baru terbuka setelah banding atau kasasi telah tertutup dan PK tidak boleh melangkahi keduanya (hal. 615).

    Dengan demikian, putusan yang bisa diajukan PK haruslah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Permintaan peninjauan kembali dilakukan karena putusan sudah tidak dapat lagi dilakukan banding atau kasasi. Bahkan, permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.[3]

    Putusan perkara pidana yang dapat diajukan PK oleh terpidana atau ahli warisnya adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.[4] Ketentuan ini haruslah dimaknai secara eksplisit tersurat dan tidak boleh dimaknai lain, seperti pengajuan PK dilakukan oleh jaksa penuntut umum.[5]

    Adapun, permintaan PK dilakukan atas dasar:[6]

    1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
    2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lain.
    3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

    Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara Perdata

    Dalam perkara perdata, kapan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap inkracht? Untuk menjawab hal tersebut maka perlu merujuk pada ketentuan dalam Penjelasan Pasal 195 HIR, yang berbunyi:

    Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.

    Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.

    Adapun, tenggang waktu yang perlu diperhatikan dalam mengajukan banding atau kasasi dalam perkara perdata adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengajukan banding, permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sejak diucapkan putusan pengadilan negeri atau sejak putusan diberitahukan kepada yang bersangkutan jika ia tidak hadir ketika putusan diucapkan;[7]
    2. Untuk mengajukan kasasi, permohonan disampaikan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada pemohon.[8]

    Dengan demikian, jika ditanya kapan putusan pengadilan dikatakan telah memperoleh kekuatan hukum tetap? Putusan pengadilan dinyatakan berkekuatan hukum tetap adalah ketika putusan tidak diajukan banding atau kasasi setelah 14 hari sejak putusan diucapkan atau diberitahukan kepada pemohon, maka putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.

    Alasan Peninjauan Kembali terhadap Putusan Berkekuatan Hukum Tetap

    Kemudian menjawab pertanyaan Anda tentang apakah putusan yang diajukan PK belum berkekuatan hukum tetap, dapat disimak dalam ketentuan Pasal 67 UU MA. Putusan perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali dengan alasan sebagai berikut:

    1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
    2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
    3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.
    4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
    5. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
    6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

    Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa putusan perkara perdata yang diajukan PK haruslah sudah berkekuatan hukum tetap.

    Perlu Anda perhatikan bahwa seperti halnya dengan perkara pidana, pengajuan PK pada putusan perkara perdata tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.[9]

    Demikian jawaban dari kami tentang putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, baik dalam perkara pidana maupun perdata, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Herzien Inlandsch Reglement (HIR);
    2. Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBG);
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
    5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016.

    Referensi:

    M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.


    [1] Pasal 233 ayat (2) jo. Pasal 234 ayat (1) dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 245 ayat (1) jo. Pasal 246 ayat (1) KUHAP

    [3] Pasal 268 ayat (1) KUHAP

    [4] Pasal 263 ayat (1) KUHAP

    [5] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016, hal. 37 dan 39

    [6] Pasal 263 ayat (2) KUHAP

    [7] Pasal 199 ayat (1) Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBG)

    [8] Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU MA”)

    [9] Pasal 66 ayat (2) UU MA

    Tags

    banding
    kasasi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!