KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Dipaksa Pacar Kedua untuk Tidak Menikahi Pacar Pertama

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jika Dipaksa Pacar Kedua untuk Tidak Menikahi Pacar Pertama

Jika Dipaksa Pacar Kedua untuk Tidak Menikahi Pacar Pertama
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika Dipaksa Pacar Kedua untuk Tidak Menikahi Pacar Pertama

PERTANYAAN

Saya pacaran dengan seorang wanita (A) 29 tahun. Setelah beberapa tahun, saya kenalan dengan wanita lain (B) 30 tahun, dan berpacaran (tapi saya belum putus hubungan dengan wanita A). Saya berkenalan dengan wanita B dengan mengatakan bahwa saya belum punya pacar, tapi setelah kurang lebih 3 bulan pacaran, baru saya mengatakan bahwa saya telah mempunyai pacar. Selama pacaran dengan B, saya sudah melakukan ciuman dan pegang-pegang/meraba dari kepala sampai ke kaki, tapi belum pernah melakukan hubungan suami-istri. Pertanyaan saya: 1. Saya sudah memutuskan untuk tidak mau melanjutkan hubungan dengan wanita B, dan dia meminta pertanggungan jawab dalam bentuk membuat surat perjanjian untuk tidak menikahi wanita A, apakah itu sesuai dengan hukum? 2. Saya tidak mau melakukan apa yang diminta pada no. 1, dapatkah wanita B memperkarakan saya untuk menuntut pertanggungjawaban di pengadilan? Terima kasih sebelumnya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya pacaran bukan merupakan hubungan hukum, sehingga tidak menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihaknya. Merujuk pada prinsip dasar yang telah kami sebutkan, B tidak bisa menuntut pertanggungjawaban serta memaksa Anda untuk tidak menikahi A.
     
    Kalaupun Anda berhubungan seksual dengan B, B tetap tidak dapat menuntut pertanggungjawaban karena Anda dan B keduanya sudah dewasa dan melakukannya tanpa paksaan (suka sama suka). Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki tersebut.
     
    Jika perbuatan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dewasa secara sadar tanpa paksaan saja tidak dapat dituntut secara pidana, apalagi dengan pacaran yang tidak sampai melakukan hubungan seksual.
     
    Lagipula, selain itu, dilihat dari segi hukum perdata tentang perjanjian, suatu perjanjian itu tidak boleh dibuat karena paksaan.
     
    Jadi, B tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mempermasalahkan Anda secara hukum, baik secara pidana maupun perdata.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 20 Desember 2012.
     
    Intisari:
     
     
    Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya pacaran bukan merupakan hubungan hukum, sehingga tidak menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihaknya. Merujuk pada prinsip dasar yang telah kami sebutkan, B tidak bisa menuntut pertanggungjawaban serta memaksa Anda untuk tidak menikahi A.
     
    Kalaupun Anda berhubungan seksual dengan B, B tetap tidak dapat menuntut pertanggungjawaban karena Anda dan B keduanya sudah dewasa dan melakukannya tanpa paksaan (suka sama suka). Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki tersebut.
     
    Jika perbuatan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dewasa secara sadar tanpa paksaan saja tidak dapat dituntut secara pidana, apalagi dengan pacaran yang tidak sampai melakukan hubungan seksual.
     
    Lagipula, selain itu, dilihat dari segi hukum perdata tentang perjanjian, suatu perjanjian itu tidak boleh dibuat karena paksaan.
     
    Jadi, B tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mempermasalahkan Anda secara hukum, baik secara pidana maupun perdata.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    1. Sebelumnya, perlu dipahami bahwa pada prinsipnya pacaran bukan merupakan hubungan hukum, sehingga tidak menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihaknya.
     
    Kemudian, terkait dengan masalah yang Anda hadapi dengan usia kedua pacar Anda yaitu A 29 tahun dan B 30 tahun, maka kami asumsikan usia Anda tidak terlalu jauh berbeda dengan mereka, sehingga hubungan pacaran ini dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa secara hukum.
     
    Merujuk pada prinsip dasar yang telah kami sebutkan, B tidak bisa menuntut pertanggungjawaban serta memaksa Anda untuk tidak menikahi A.
     
    Mengutip artikel Pasal Apa Untuk Menjerat Pacar yang Menolak Bertanggung Jawab? kalaupun Anda berhubungan seksual dengan B, dia tetap tidak dapat menuntut pertanggungjawaban karena keduanya sudah dewasa dan melakukannya tanpa paksaan (suka sama suka). Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki tersebut.
     
    Hubungan seksual yang dapat dipidana adalah hubungan seksual dengan anak yang belum berusia 18 tahun[1], perbuatan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang salah satunya terikat dalam suatu perkawinan yang disebut dengan perzinahan sepanjang adanya pengaduan dari pasangan resmi salah satu atau kedua belah pihak[2], dan hubungan seksual yang dilakukan dengan paksaan atau pemerkosaan[3].
     
    Jika perbuatan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dewasa secara sadar tanpa paksaan saja tidak dapat dituntut secara pidana, apalagi dengan pacaran yang tidak sampai melakukan hubungan seksual.
     
    Jadi, menurut hemat kami, secara hukum B tidak berhak memaksa Anda untuk membuat surat perjanjian supaya tidak menikah dengan A. Hal ini karena hubungan pacaran bukanlah hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihaknya.
     
    Lagipula, selain itu, dilihat dari segi hukum perdata tentang perjanjian, suatu perjanjian tidak boleh dibuat karena paksaan. Untuk lebih jelasnya, kita perlu ketahui tentang syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu:
    1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. Suatu hal tertentu;
    4. Suatu sebab yang halal.
     
    Dalam Pasal 1321 KUH Perdata dikatakan bahwa tiada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Dari sini kita bisa ketahui bahwa jika Anda dipaksa untuk sepakat pada suatu perjanjian untuk tidak menikahi pacar pertama, maka perjanjian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan. Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak Keabsahan Perjanjian yang Dibuat di Bawah Ancaman.
     
    1. Jika situasinya adalah seperti yang Anda ceritakan, berdasarkan penjelasan yang telah kami sampaikan pada poin 1, menurut hemat kami, B tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mempermasalahkan Anda secara hukum, baik secara pidana maupun perdata.
     
    Lain halnya jika Anda pernah berjanji akan menikahi B, kemudian Anda mengingkari janji tersebut. Jika itu yang terjadi, maka B bisa menggugat Anda karena telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan meminta sejumlah ganti rugi kepada Anda karena tidak menepati janji menikahi. Penjelasan lebih jauh mengenai hal ini dapat disimak di dalam artikel Menggugat Janji-janji Kekasih, Bisakah? dan Langkah Hukum Jika Pacar Tidak Berani Pertanggungjawabkan Perbuatannya.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
     
     
     
     
     
     

    [1] Pasal 81 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”)
    [2] Pasal 284 KUHP
    [3] Pasal 285 KUHP

    Tags

    persetubuhan
    perjanjian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!