KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penabrak Perampok Hingga Tewas, Apakah Tidak Dihukum?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Penabrak Perampok Hingga Tewas, Apakah Tidak Dihukum?

Penabrak Perampok Hingga Tewas, Apakah Tidak Dihukum?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Penabrak Perampok Hingga Tewas, Apakah Tidak Dihukum?

PERTANYAAN

Ketika kelompok perampok bersepeda motor sedang melakukan perampokan dengan menyetop sebuah mobil yang di dalamnya terdapat dua orang. dan diteriakin rampok oleh salah satu korban, perampok panik dan melarikan diri tanpa membawa mobil tersebut. Kemudian, si korban mengejar para perampok tersebut hingga tertabrak dan 2 orang tewas dan yang lainnya luka-luka. Apakah si korban dapat terlepas dari jeratan hukum berlindung dari keadaan memaksa? Karena pada saat pengejaran itu korban tidak dalam keadaan terancam?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Kenapa Orang yang Membunuh Karena Membela Diri Tetap Ditahan Polisi? dalam ilmu hukum pidana dikenal alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf:

    1.    Alasan pembenar berarti alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif). Misalnya, tindakan 'pencabutan nyawa' yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati (Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - “KUHP”);

    KLINIK TERKAIT

    Membunuh karena Membela Diri, Tetap Ditahan Polisi?

    Membunuh karena Membela Diri, Tetap Ditahan Polisi?

    2.    Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44 KUHP).

     

    Hal serupa juga dikatakan oleh Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 81-83). Dalam buku tersebut dikatakan bahwa satu dari dua macam alasan menghilangkan sifat tindak pidana adalah menghilangkan sifat melanggar hukum, yaitu:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    1.    Keperluan membela diri atau noodweer (Pasal 49 ayat (1) KUHP);

    2.    Adanya suatu peraturan undang-undang yang pelaksanaannya justru berupa perbuatan yang bersangkutan (Pasal 50 KUHP);

    3.    Apabila perbuatan yang bersangkutan itu dilakukan untuk melaksanakan suatu perintah jabatan yang diberikan oleh seorang penguasa yang berwenang (Pasal 51 ayat (1) KUHP).

     

    Karena alasan yang dihilangkan itu adalah sifat melanggar hukum sehingga perbuatan si pelaku menjadi “diperbolehkan”, maka alasan menghilangkan sifat tindak pidana ini juga dikatakan alasan yang membenarkan atau menghalalkan perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana. Macam kedua dari alasan-alasan menghilangkan sifat tindak pidana adalah bahwa semua unsur tindak pidana, termasuk unsur sifat melanggar hukum tetap ada, tetapi ada hal-hal khusus yang menjadikan si pelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya. Alasan yang kedua ini juga dinamakan “hal memaafkan si pelaku”.

     

    Macam-macam dasar pemaaf (hal yang memaafkan pelaku) adalah:

    1.    Pasal 44 ayat (1) KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang itu berdasar kurang bertumbuhnya atau ada gangguan penyakit pada daya piker seorang pelaku itu;

    2.    Pasal 48 KUHP yang menyatakan, tidak dapat dihukum seorang yang, untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan, didorong oleh suatu paksaan yang tidak dapat dicegah (overmacht).

    3.    Pasal 49 ayat (2) KUHP yang menyatakan, tidak dapat dihukum seorang yang melanggar batas membela diri disebabkan oleh suatu perasaan goyang sebagai akibat serangan terhadap dirinya (overschrijding van noodweer atau noodweerexces).

    4.    Pasal 51 ayat (2) KUHP yang menyatakan bahwa suatu perintah jabatan yang tidak sah tidak menghilangkan sifat tindak pidana, kecuali apabila si pelaku sebagai orang bawahan secara jujur mengira bahwa si pemberi perintah berwenang untuk itu, dan lagi perbuatan yang bersangkutan berada dalam lingkungan pekerjaan seorang bawahan tadi.

     

    Dalam hal peristiwa yang Anda sampaikan, perbuatan si pengemudi mobil yang menabrak hingga tewas orang-orang yang sebelumnya hendak merampoknya hingga tewas dan sebagian lainnya luka, tidak dapat digolongkan dalam noodweer atau pembelaan darurat. Mengenai noodweer yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai pembelaan terpaksa, harus dapat dipenuhi tiga macam syarat, yaitu:

    1.    Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa untuk mempertahankan (membela). Pertahanan atau pembelaan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Disini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya.

    2.    Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu adalah badan, kehormatan, dan barang diri sendiri atau orang lain.

    3.    Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga. Melawan hak artinya penyerang melakukan serangan itu melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu. Misalnya seorang pencuri akan mengambil barang orang lain. Di sini orang itu boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barangnya yang dicuri itu sebab pencuri telah menyerang dengan melawan hak. selanjutnya serangan itu harus sekonyong-konyong atau mengancam pada ketika itu juga, maksudnya serangan itu masih panas mengancam.

     

    Berdasarkan uraian di atas, maka perbuatan si pengemudi mobil tersebut tidak dapat digolongkan dalam pembelaan terpaksa karena perbuatan menabrak perampok dilakukan setelah tidak ada lagi serangan dari perampok kepada si pengemudi yang bersangkutan. Melainkan pada saat itu perampok sudah pergi tanpa membawa mobil yang dia kendarai.

     

    Kami kurang jelas apa maksud dari si pengemudi mobil mengejar perampok, apabila ada kesengajaan untuk menabrak perampok, maka korban perampokan tersebut dapat dipidana dengan Pasal 338 KUHP yang berbunyi:

     

    “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

     

    Akan tetapi, apabila tujuan si pengemudi mobil itu mengejar perampok hanya untuk menangkap perampok, tetapi yang terjadi adalah perampok tertabrak oleh korban, maka korban dapat dipidana dengan Pasal 359 KUHP, yang berbunyi:

     

    “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!