Pengulangan Tindak Pidana oleh Terpidana yang Telah Diberi Grasi
PERTANYAAN
Bagaimana tindakan penegak hukum terhadap terpidana yang diberikan grasi melakukan perbuatan kembali tindak pidana narkoba?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bagaimana tindakan penegak hukum terhadap terpidana yang diberikan grasi melakukan perbuatan kembali tindak pidana narkoba?
Sebelumnya, perlu saya jelaskan terlebih dahulu bahwa Grasi adalah salah satu hak yang dimiliki oleh Presiden untuk mengubah, meringankan, mengurangkan, atau menghapus pelaksanaan (hukuman) pidana atas permohonan dari terpidana/kuasanya, dengan sebelumnya memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung.
Ketentuan tentang grasi tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010.
Dalam hal seorang terpidana yang diberikan grasi melakukan kembali tindak pidana narkoba (narkotika), maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai Pengulangan Tindak Pidana (residive). Residive yang dilakukan oleh seorang pelaku Tindak Pidana Narkotika (residivis) adalah suatu alasan pemberat hukuman bagi residivis tersebut.
Sayangnya, Anda tidak menjelaskan secara spesifik, ketentuan tindak pidana mana yang dilanggar oleh Terpidana tersebut, jeda waktu terjadinya residive dari tindak pidana sebelumnya, dan jenis hukuman pidana apa yang dijatuhkan terhadap terpidana tersebut.
Sebagai gambaran untuk Anda, saya akan mengutip ketentuan Pasal 144 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ("UU Narkotika"):
(1)Ā Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga).
Dari ketentuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang Residivis Tindak Pidana Narkotika yang melanggar ketentuan tindak pidana tersebut (dalam kurun waktu 3 tahun sejak perkaranya berkekuatan hukum tetap), dapat dilakukan penuntutan oleh Penegak Hukum (Jaksa) dengan pidana maksimum dari pasal tersebut, yang ditambah (diperberat) 1/3 (sepertiga).
Namun sebagai catatan penting untuk Anda, ancaman pidana dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun (vide: Pasal 144 ayat [2] UU Narkotika)
Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.
1.Ā Ā Ā Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945
2.Ā Ā Ā Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010
3.Ā Ā Ā Undang -Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?