KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penyelesaian Dualisme Kepemimpinan Serikat Pekerja

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Penyelesaian Dualisme Kepemimpinan Serikat Pekerja

Penyelesaian Dualisme Kepemimpinan Serikat Pekerja
Umar KasimINDOLaw
INDOLaw
Bacaan 10 Menit
Penyelesaian Dualisme Kepemimpinan Serikat Pekerja

PERTANYAAN

Assalamualaikum, salam sejahtera. Di perusahaan kami ada dua lembaga serikat pekerja yang diakui oleh perusahaan. Salah satu serikat pekerja yang diakui berkonflik di internal serikat pekerja tersebut, yang berakibat muncul dualisme kepemimpinan. Serikat pekerja yang berkonflik ini sama-sama mengakui lembaganya secara de facto de jure sah menurut AD ART lembaga serikat pekerja tersebut. Untuk itu perusahaan jadi repot menentukan sikap dengan siapa mereka bermitra. Mungkinkah di dalam satu perusahaan, mengakui lembaga yang mempunyai bendera yang sama, AD-ART-nya dan anggota yang sama, berdiri dalam satu perusahaan? Saya mohon pendapat dan jawaban bapak untuk menjadi Solusi dalam permasalahan yang terjadi. Terima kasih. Wassalam.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Waalaikum’salam.
     

    Sebelumnya, saya dapat memaklumi kebingungan pengusaha di perusahaan Saudara. Dualisme kepemimpinan di suatu organisasi, tidak terkecuali organisasi serikat pekerja/serikat buruh terkadang memang merupakan suatu fenomena yang lazim dan sering terjadi. Hal ini tentu memusingkan banyak orang. Terlebih apabila undang-undang -yang terkait- tidak mengatur mengenai mekanisme pergantian kepengurusan (suksesi). Demikian juga anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi yang bersangkutan tidak –cukup- mengatur secara jelas, tegas dan terperinci (tuntas) mengenai pergantian kepengurusan.

     

    Menjawab permasalahan Saudara yaitu bagaimana perusahaan (cq. pengusaha) menetukan sikap, pengusaha memang tidak bisa berbuat banyak dalam soal dualisme kepemimpinan serikat pekerja. Dengan kata lain, pengusaha tidak bisa dan -bahkan- tidak boleh melakukan intervensi atau ikut campur dalam soal internal serikat pekerja, termasuk soal kepengurusan. Demikian juga pemerintah (“Disnaker” cq. Mediator) tidak boleh mencampuri urusan dualisme di internal serikat pekerja (Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh – “UU 21/2000”).

    KLINIK TERKAIT

    Syarat dan Prosedur Pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh

    Syarat dan Prosedur Pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
     

    Lantas, dalam kondisi serikat pekerja yang memiliki dualisme kepemimpinan dengan siapa pengusaha bermitra?. Dalam menyusun atau membuat perjanjian kerja bersama (“PKB”), Pengusaha -tentu- bermitra dengan pengurus -yang telah mempunyai legal standing sebagai pihak- dalam kepengurusan serikat (persona standi in judicio). Kalau belum ada pengurus yang legal (terkait adanya dualisme), maka –hemat saya- sikap pengusaha menunggu sampai terbentuknya satu pengurus yang representatif dan resmi serta cakap bertindak (vide Pasal 1320 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [“KUHPer”] jo Pasal 330 dan Pasal 1329 serta Pasal 1330 KUHPer).

     

    Hal (dualisme kepemimpinan) tersebut tentu akan mengganggu proses perundingan dan pembuatan PKB, dan isi PKB menjadi status quo -tidak bisa ada perubahan- sampai ada PKB baru.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Terkait dengan permasalahan yang Saudara sampaikan, saran saya: lakukan konsolidasi (internal –para pengurus- serikat yang berselisih) melalui lembaga musyawarah untuk mencapai mufakat. Ajak pihak (pengurus) lainnya melakukan pertemuan dari hati ke hati demi kepentingan organisasi dan untuk kesejahteraan anggota. Jika dipandang perlu (seandainya masih sangat “alot”), libatkan orang tertentu yang arif dan bijak serta (dipastikan) netral untuk menjadi penengah (“mediator“ atau fasilitator). Tentukan aturan main yang jelas dan tegas sampai pada penyelesaian (dualisme) secara tuntas.

     

    Apabila masih juga menemui jalan buntu, solusinya: selesaikan di “muka hakim”. Apapun yang diputuskan oleh Hakim, itulah yang –setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)- harus diterima dan wajib dipatuhi oleh semua pihak (internal, maupun eksternal serikat), termasuk oleh pengusaha.

     

    Persoalannya, pengadilan mana yang berwenang memeriksa perselisihan seperti dualisme serikat pekerja? Jika mencermati ketentuan Pasal 2 huruf d UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”), bahwa salah satu jenis perselisihan hubungan industrial, (antara lain) adalah perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

     

    Perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, adalah perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan (Pasal 1 angka 5 UU No. 2/2004).

     

    Dari definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan, bahwa perselisihan mengenai dualisme kepemimpinan dalam satu serikat, ternyata tidak termasuk dalam jenis dan wilayah perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004. Dengan perkataan lain, perselisihan mengenai sengketa kepengurusan dalam satu serikat pekerja tidak dapat diselesaikan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau LPPHI (sebagaimana dimaksud Pasal 136 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) yang dilakukan secara berjenjang melalui 4 (empat) tahapan, yakni: (a) mekanisme perundingan bipartit; (b) mekanisme tripartit: mediasi atau –melalui- konsiliasi, ataukah melalui arbitrase; (c) prosedur di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI); dan/atau (d) kasasi Mahkamah Agung (vide Pasal 6, Pasal 8, Pasal 17, Pasal 29, Pasal 56 dan Pasal 114 UU No. 2/2004).

     

    Bahkan, undang-undang tidak menegaskan mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan internal suatu serikat, dan tidak mengatur pemberitahuan dan pencatatan pergantian kepengurusan serikat (vide Bab II dan III Kepmenakertrans No. Per-16/Men/2001). Sebaliknya, undang-undang hanya mengatur penyelesaian perselisihan antar suatu serikat dengan serikat lainnya dalam satu perusahaan (vide Pasal 35 UU No. 21/2000).

     

    Oleh karena perselisihan kepengurusan ganda bukan merupakan kompetensi PHI atau LPPHI, maka tentu harus diselesaikan melalui peradilan umum (yakni Pengadilan Negeri dan seterusnya), bahkan –bisa jadi- juga melibatkan Pengadilan Niaga jika berkenaan dengan separatisme serikat dan terjadi “perebutan” logo, merek (vide Pasal 77 dan Pasal 80 ayat [1] UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek).

     

    Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, pada bagian akhir saya ingin menyarankan dan mengajak untuk mencamkan beberapa hal, bahwa:

    1. untuk menghindari kasus yang sama pada masa-masa yang akan datang, pengaturan mengenai pergantian kepengurusan serikat (rule of the game), sebaiknya diatur secara jelas, tegas dan detail sampai tuntas dalam AD/ART (vide Pasal 11 ayat [2] huruf e UU No. 21/2000);

    2. dalam kasus ini, upayakan penyelesaian dualisme kepemimpinan tersebut bisa diselesaikan pada internal serikat (dengan melakukan konsolidasi);

    3. jika penyelesaian perkara melalui Hakim (termasuk perselisihan kepengurusan ganda) pasti akan memakan waktu yang lama, perjalanan yang panjang dan berliku, biaya yang mahal serta menguras tenaga dan pikiran, sehingga anggota terabaikan (jadi hendaknya hindarilah);

    4. berperkara di muka hakim, di samping mengorbankan waktu, biaya dan tenaga/pikiran, akan merusak citra serikat yang bersangkutan, juga akan dicaci dan dicerca anggota. Sebaliknya dapat menambah pamor dan simpati -pihak- serikat lainnya, baik anggotanya, maupun anggota serikat yang sedang berselisih, serta yang non-anggota.

    5. Waspadalah, bahwa terjadinya perselisihan, kemungkinan adalah campur-tangan pihak tertentu yang -mungkin- memanfaatkan momentum untuk mengadu-domba pihak lawannya, demi kepentingan pencitraan dan popularitas serikat tertentu, sehingga menurunkan populasi anggota serikat. Dan semua itu, -mungkin- tidak disadari. Oleh karena itu, camkanlah dan sadarilah !.

    Demikian opini dari kami. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi bahan masukan dalam penyelesaian perselisihan (internal) serikat di perusahaan di mana Saudara bekerja.

     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
    2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
    3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
    4. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    5. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-16/Men/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

     

    Tags

    serikat pekerja

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!