Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Prosedur dan Syarat Pemecahan Tanah Induk

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Prosedur dan Syarat Pemecahan Tanah Induk

Prosedur dan Syarat Pemecahan Tanah Induk
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Prosedur dan Syarat Pemecahan Tanah Induk

PERTANYAAN

Sudah sekitar 10 tahun saya membeli tanah di Gresik dan sudah lunas tapi hanya diberi bukti kuitansi pelunasan saja oleh penjualnya. Lalu, saya kuasakan kepada orang lain untuk mengurus suratnya dan penjual minta biaya mengurus surat sertifikat sekitar Rp3 juta (katanya tanah induk). Namun, sudah hampir 1 tahun masih belum selesai. Apa membeli tanah dari tanah induk itu prosesnya rumit?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam proses jual beli tanah, biasanya dilakukan dulu melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai pengikatan awal sebelum para pihak membuat Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai bukti peralihan hak atas tanah telah terjadi.
     
    Pada dasarnya, permohonan pemecahan sertifikat tanah induk diajukan oleh pihak yang memegang hak atas tanah, dalam hal ini, oleh penjual.
     
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Prosedur dan Persyaratan Pemecahan Sertifikat Tanah yang dibuat oleh Febiriyansa Tanjung, S.H. dari Leks&Co yang pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 25 April 2013.
     
    Jual Beli Tanah
    Berdasarkan pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa antara para pihak belum menandatangani Akta Jual beli (“AJB”) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), dan tanah yang menjadi objek jual beli merupakan sebagian tanah dari keseluruhan tanah yang dimiliki oleh penjual di dalam satu sertifikat atau biasa disebut sebagai “tanah induk”.
     
    Pada dasarnya, membeli sebidang tanah di dalam tanah induk tidaklah rumit. Dalam praktiknya, para pihak akan terlebih dahulu membuat kesepakatan pendahuluan, misalnya melalui suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”).
     
    Dikutip dari artikel Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Alat Bukti, PPJB adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli suatu tanah/bangunan sebagai pengikatan awal sebelum para pihak membuat AJB.
     
    Ketika menjual sebagian tanah dari tanah induk, penjual akan memecah tanah induk. Kemudian, setelah dipecah dan diterbitkan sertifikat tanahnya sendiri, tanah pecahan tersebut akan dijual kepada pihak pembeli melalui AJB di hadapan PPAT.
     
    Masih bersumber dari artikel yang sama, biasanya PPJB dibuat karena ada syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan AJB.
     
    Berbeda dengan PPJB, Notaris dan PPAT, Fessy Farizqoh Alwi dalam artikel Ketentuan Hibah Harta Bawaan kepada Anak, menerangkan bahwa pembuatan AJB berakibat pada peralihan hak atas tanah, sedangkan pendaftaran tanah (balik nama) hanya bersifat administratif.
     
    Dasar hukum AJB sebagai bukti peralihan hak atas tanah merujuk pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”), yang menerangkan bahwa peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, salah satunya, melalui jual beli, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT.
     
    Berdasarkan pertanyaan Anda, karena belum dibuat AJB, maka belum ada peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, sehingga pemilik atau pemegang hak atas tanah yang Anda maksud adalah penjual.
     
    Baca juga: Siapa yang Menanggung Biaya Pembuatan AJB?
     
    Pemecahan Tanah Induk
    Hak atas sebidang tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah menjadi beberapa bagian berdasarkan pemintaan pemegang hak yang bersangkutan. Masing-masing pecahan tersebut merupakan satuan bidang tanah baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.[1]
     
    Dengan demikian, Anda perlu kembali mempelajari seluruh dokumen terkait jual beli tersebut, termasuk kuasa yang diberikan ke pihak ketiga yang Anda lakukan, karena kewenangan untuk mengajukan permohonan pemecahan tanah induk ada pada pihak penjual selaku pemegang hak atas tanah, bukan Anda selaku pembeli.
     
    Apabila terjadi pemecahan tanah induk yang telah terdaftar, maka dilakukan penetapan batas dan pengukuran kembali, dengan dibuatkan gambar ukur baru dan dilakukan perubahan pada peta pendaftaran tanahnya.[2]
     
    AJB dapat dijadikan dasar untuk melakukan peralihan hak karena jual beli sekaligus melakukan pemecahan tanah induk guna pendaftaran perubahan pendaftaran tanah.[3]
     
    Permohonan pemecahan tanah induk yang telah didaftar, diajukan oleh pemegang hak atau kuasanya ke Kantor Pertanahan dengan menyebutkan untuk kepentingan apa pemecahan tersebut dilakukan dan melampirkan:[4]
    1. sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan; 
    2. identitas pemohon;
    3. persetujuan tertulis pemegang hak tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan.
     
    Status hukum bidang-bidang tanah hasil pemecahan sama dengan status bidang tanah induk dan untuk pendaftarannya, masing-masing diberi nomor hak baru dan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru, sebagai pengganti nomor hak, surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya.[5]
     
    Surat ukur, buku tanah dan sertifikat hak atas tanah semula dinyatakan tidak berlaku lagi dengan mencantumkan catatan sebagai berikut: “Tidak berlaku lagi karena haknya sudah dibukukan sebagai hak atas bidang-bidang tanah hasil pemecahan sempurna, yaitu Hak... Nomor...s /d...(lihat buku tanah nomor ... s/d ...)”, yang dibubuhi tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berikut cap dinas Kantor Pertanahan.[6]
     
    Pencatatan pemecahan tanah induk dikerjakan juga dalam daftar-daftar lain dan peta pendaftaran tanah atau peta-peta lain yang ada dengan menghapus gambar tanah induk dan diganti dengan gambar bidang-bidang tanah pecahannya yang diberi nomor-nomor hak atas tanah dan surat ukur yang baru.[7]
     
    Sebagai informasi, dari laman Portal Informasi Indonesia pada artikel Sentuh Tanahku, Aplikasi Pengecekan Pengurusan Berkas dan Sertifikat Tanah, saat ini Anda dapat mengunduh aplikasi “Sentuh Tanahku” untuk mengecek pengurusan berkas dan sertifikat tanah dengan lebih mudah.
     
    Sebagai contoh, dikutip dari laman Pemerintah Kabupaten Malang pada artikel Layanan Pertanahan - Pemisahan dan Penggabungan Sertifikat, persyaratan pemecahan sertifikat tanah, yaitu:
    1. Permohonan yang disertai alasan pemecahan tersebut;
    2. Identitas pemohon dan/atau kuasanya (fotokopi KTP, KK yang masih berlaku dan dilegalisir pejabat yang berwenang);
    3. Sertifikat hak atas tanah asli yang sudah dicek;
    4. Site plan (untuk kawasan pembangunan perumahan);
    5. Izin perubahan penggunaan tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
    6. Akta PPAT (bila ada peralihan) disertai bukti setor pajak penghasilan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterbitkan dan disahkan Kantor Pelayanan Pajak;
    7. Surat pernyataan tanah tidak ada sengketa atas nama pemegang hak pada sertifikat;
    8. Surat pernyataan tanah dikuasai secara fisik atas nama pemegang hak pada sertifikat.
     
    Baca juga: Pajak Penjual dan Pembeli dalam Transaksi Jual Beli Tanah
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
    2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
     
    Referensi:
    1. Layanan Pertanahan - Pemisahan dan Penggabungan Sertifikat, diakses pada 22 September 2020, pukul 20.27 WIB;
    2. Sentuh Tanahku, Aplikasi Pengecekan Pengurusan Berkas dan Sertifikat Tanah, diakses pada 22 September 2020, pukul 20.00 WIB.
     

    [1] Pasal 48 ayat (1) PP 24/1997
    [2] Pasal 42 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permen Agraria/BPN 3/1997”)
    [3] Pasal 95 ayat (1) huruf a Permen Agraria/BPN 3/1997
    [4] Pasal 133 ayat (1) Permen Agraria/BPN 3/1997
    [5] Pasal 133 ayat (3) Permen Agraria/BPN 3/1997
    [6] Pasal 133 ayat (5) Permen Agraria/BPN 3/1997
    [7] Pasal 133 ayat (6) Permen Agraria/BPN 3/1997

    Tags

    pertanahan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!