Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Recovery File Foto Pribadi di HP dan Masalah Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Recovery File Foto Pribadi di HP dan Masalah Hukumnya

<i>Recovery File</i> Foto Pribadi di HP dan Masalah Hukumnya
Teguh Arifiyadi, S.H., M.H.Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Bacaan 10 Menit
<i>Recovery File</i> Foto Pribadi di HP dan Masalah Hukumnya

PERTANYAAN

Saya dan istri saya dulu sewaktu pacaran pernah saling berkirim foto bugil lewat layanan mms. Perbuatan itu saya lakukan atas dasar suka sama suka tanpa paksaan. Setelah itu, foto istri saya itu langsung saya hapus, begitu juga foto saya di hp istri saya, tak pernah disimpan atau diperlihatkan ke orang lain. Setelah itu, hp saya itu saya jual ke counter. Yang jadi masalahnya adalah, menurut sumber di internet bahwa file yang telah terhapus di hp itu masih bisa dikembalikan lagi dengan aplikasi komputer atau istilahnya di-recovery lagi. Saya jadi cemas dan takut jika foto itu di-recovery lagi dan disebarkan oleh orang yang membeli hp saya itu. Pertanyaan saya: 1. Apakah saya dan pacar saya yang sekarang jadi istri saya melanggar hukum karena telah melakukan saling kirim mms itu? 2. Apakah saya dan istri saya dapat dipidanakan jika foto itu nantinya tersebar?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Secara normatif, perbuatan membuat dan mengirim foto “bugil” atau foto pornografi melalui layanan Multimedia Message Service (MMS) berdasarkan Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
     
    Dapat atau tidaknya dipidana, hal ini ditentukan pada proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan bahkan pada proses pembuktian di persidangan sampai dengan putusan hakim.
     
    Mengenai saran hukum terkait recovery file foto pribadi di HP, silakan baca ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Teguh Arifiyadi, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 14 Maret 2013.
     
    Intisari :
     
     
    Secara normatif, perbuatan membuat dan mengirim foto “bugil” atau foto pornografi melalui layanan Multimedia Message Service (MMS) berdasarkan Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
     
    Dapat atau tidaknya dipidana, hal ini ditentukan pada proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan bahkan pada proses pembuktian di persidangan sampai dengan putusan hakim.
     
    Mengenai saran hukum terkait recovery file foto pribadi di HP, silakan baca ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Menyebarkan Foto Bugil
    Kami asumsikan “foto bugil” yang Anda maksud sebagai foto pornografi yang melanggar norma kesusilaan sebagaimana dikategorikan dalam definisi tentang “pornografi”. Untuk itu, perlu kami jelaskan tentang definisi “pornografi”.
     
    Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”), yang dimaksud dengan pornografi adalah:
     
    Gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
     
    Larangan terkait pornografi tercantum dalam Pasal 4 s.d. Pasal 12 UU Pornografi. Terkait pertanyaan Anda, berdasarkan pertimbangan relevansi, kami hanya akan mengulas secara khusus tentang larangan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi.
     
    Bunyi Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi adalah sebagai berikut:
     
    Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
    1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
    2. kekerasan seksual;
    3. masturbasi atau onani;
    4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
    5. alat kelamin; atau
    6. pornografi anak.
     
    Ancaman dari Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi adalah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.[1]
     
    Secara normatif, artinya perbuatan Anda membuat foto “bugil” merupakan tindak pidana. Pengecualian atas hal tersebut apabila Anda membuat foto tersebut untuk diri sendiri atau kepentingan sendiri (bisa dilihat dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi tentang arti kata “membuat”).
     
    Sampai saat ini, belum terdapat pemahaman yang pasti tentang arti “kepentingan sendiri”. Lalu, apakah perbuatan Anda mengirimkan foto kepada pasangan Anda termasuk perbuatan untuk “kepentingan sendiri”? Dalam pemahaman kami, “kepentingan sendiri” lebih sempit dimaknai sebagai kepentingan yang digunakan oleh individu/pribadi si pembuat. Misalkan, foto bagian tubuh tertentu yang menampilkan alat kelamin, namun sengaja dibuat yang bersangkutan untuk kepentingan medis/kesehatan.
     
    Dalam sudut pandang normatif lainnya, perbuatan Anda mengirim foto “bugil” atau foto pornografi yang melanggar norma kesusilaan melalui layanan Multimedia Message Service (MMS) berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
     
    Bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:
     
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
     
    Terkait pertanyaan Anda, menurut pendapat kami beberapa unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE atas perbuatan Anda secara umum telah terpenuhi, seperti:
    1. “dengan sengaja”, dalam hal ini perbuatan Anda atau pasangan Anda mengirimkan foto tersebut dianggap sebagai delik kesengajaan dengan maksud (delik directus) dan kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan (delik eventualis). “Kesengajaan dengan maksud” dalam hal perbuatan Anda dibuat untuk tujuan/maksud tertentu yang melanggar hukum. “Kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan” karena perbuatan Anda dianggap memiliki konsekuensi yang bisa diperkirakan sebelumnya (misalnya konsekuensi tersebarnya foto tersebut, dll).
    2. “tanpa hak” artinya meskipun Anda atau pasangan Anda sebagai pemilik foto, Anda/pasangan Anda tidak diberikan hak oleh undang-undang (khususnya UU Pornografi) untuk mengirimkan foto tersebut kepada siapapun.
    3. “membuat dapat diaksesnya” informasi elektronik artinya dikirimnya informasi elektronik (dalam hal ini foto pribadi Anda/pasangan Anda) oleh Anda/pasangan Anda melalui layanan MMS memungkinkan dapat diaksesnya konten yang melanggar tersebut oleh orang lain.
    4. “bermuatan kesusilaan” terpenuhi dengan asumsi misalkan foto Anda/pasangan Anda eksplisit memuat persenggamaan, masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan atau alat kelamin sebagaimana cakupan yang dilarang dalam UU Pornografi.
     
    Ancaman dari pelanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016, yaitu:
     
    Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
     
    Tetapi mengenai dapat atau tidaknya dipidana, hal ini ditentukan pada proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan bahkan pada proses pembuktian di persidangan sampai dengan putusan hakim.
     
    Saran Hukum Terkait Recovery File Foto Pribadi di HP
    Saran kami, jika terdapat kekhawatiran atas tersebarnya foto tersebut, Anda atau pasangan Anda dapat melaporkannya terlebih dahulu ke Aparat Penegak Hukum (Penyidik POLRI atau Penyidik UU ITE Kementerian Komunikasi dan Informasi) guna mengantisipasi penyebaran foto tersebut maupun antisipasi kemungkinan terjeratnya Anda/pasangan Anda dalam permasalahan hukum.
     
    Dari kronologi cerita Anda, benar bahwa proses recovery foto yang dilakukan oknum penjual gadget sangat mungkin dilakukan. Banyak aplikasi gratis dalam internet yang berfungsi “menghidupkan”, atau “membangkitkan” kembali sebuah fail (gambar, video, dll.) yang sudah dihapus atau “delete” bahkan telah di-“format” oleh pengguna gadget. Terlebih jika oknum tersebut menggunakan perangkat forensik digital. Perangkat forensik digital memungkinkan seseorang untuk melakukan kloning identik terhadap seluruh fail secara mudah dan cepat.
     
    Pesan kami atas hal tersebut adalah jangan pernah membuat atau menyimpan foto/dokumentasi pribadi pada perangkat gadget ataupun komputer. Jika terlanjur memiliki foto/dokumentasi pribadi Anda dalam gadget maupun komputer dan Anda ingin menghapusnya, gunakan tools atau software yang dapat melakukan penghapusan sebuah fail secara permanen (misalkan aplikasi SDelete, eraser, RightDelete, Active@ KillDisk, dan lain sebagainya) atau cara terbaik jika foto/dokumentasi pribadi Anda hanya tersimpan dalam memory berukuran kecil, Anda dapat menghancurkan fisik memory tersebut. Hal ini sesuai juga dengan ketentuan Pasal 43 UU Pornograf yang mengharuskan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi memusnahkan sendiri produk tersebut atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;

    [1] Pasal 29 UU Pornografi

    Tags

    pribadi
    pornografi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!