Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Definisi “Pengedar”
Kami tidak menemukan definisi “pengedar” dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) maupun dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (“UU Psikotropika”). Namun, Lilik Mulyadi dalam laporan penelitiannya yang berjudul
Pemidanaan terhadap Pengedar dan Pengguna Narkoba (Penelitian Asas, Teori, Norma, dan Praktik Penerapannya dalam Putusan Pengadilan) (hal. 2-3), menjelaskan bahwa secara implisit dan sempit dapat dikatakan bahwa, “pengedar Narkotika/Psikotropika” adalah
orang yang melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika/Psikotropika. Akan tetapi, secara luas pengertian “
pengedar” tersebut juga dapat dilakukan dan berorientasi kepada dimensi
penjual, pembeli untuk diedarkan, mengangkut, menyimpan, menguasai, menyediakan, melakukan perbuatan mengekspor dan mengimpor “Narkotika/Psikotropika”.
Ketentuan Undang-Undang Narkotika tentang “Pengedar”
Dalam ketentuan UU Narkotika, “pengedar” diatur dalam Pasal 114, Pasal 119 dan Pasal 124. Adapun yang membedakan ketiga pasal tersebut adalah sesuai dengan jenis/golongan narkotika.
Pasal 114 UU Narkotika
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 119 UU Narkotika
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)
Pasal 124 UU Narkotika
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Kaitan dengan Kasus
Golongan Narkotika
Melihat pengaturan dalam Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika, narkotika digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
Ketentuan mengenai perubahan penggolongan narkotika diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yaitu Menteri Kesehatan.
[1]
Yang dimaksud dengan “perubahan penggolongan narkotika” adalah penyesuaian penggolongan narkotika berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan nasional.
[2]
Berdasarkan Lampiran Permenkes 50/2018, ganja termasuk ke dalam Daftar Narkotika Golongan I sebagaimana tercantum pada angka 8, sebagai berikut:
Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
[3]
Penerapan Pasal dan Jenis Tindak Pidana
Karena keterbatasan fakta hukum yang diberikan, kami hanya mengacu pada informasi yang diberikan, yaitu barang bukti: satu puntung atau linting ganja; dan alat bukti: keterangan satu orang saksi.
Menurut kami, berdasarkan fakta hukum yang diberikan, pelaku dapat dikenakan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika yaitu:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Unsur-unsur Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika:
Setiap orang
Pelaku adalah subjek hukum perseorangan (
natuurlijk person) pemegang hak dan kewajiban; dan tidak termasuk orang yang dikecualikan sebagai orang yang tidak mampu bertanggung jawab berdasarkan Pasal 44
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Tanpa hak atau melawan hukum
Belum diketahui apakah pelaku memiliki atau menguasai narkotika berupa ganja tersebut sebagai peneliti, dokter, apotek, pedagang farmasi atau rumah sakit. Diasumsikan bahwa pelaku adalah bukan bertindak sebagai pihak-pihak tersebut dan karenanya dianggap tanpa hak atau melawan hukum.
Memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan
Belum diketahui kegiatan apa yang dilakukan oleh pelaku dalam tindak pidana ini. Diasumsikan bahwa setidak-tidaknya pelaku menguasai barang bukti berupa satu puntung ganja tersebut.
Narkotika golongan I bukan tanaman
Dalam Lampiran Permenkes 50/2018, tanaman ganja termasuk dalam Narkotika Golongan I. Dan dalam kasus ini tanaman ganja yang dikuasai tersebut sudah dalam bentuk puntung/linting rokok siap hisap.
Kesimpulan
Untuk dapat dipenuhinya suatu unsur dalam tindak pidana narkotika maka harus dilakukan pemeriksaan yaitu proses penyidikan oleh penyidik, seperti pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi (pembuatan berita acara pemeriksaan), pemeriksaan barang bukti ke laboratorium forensik, maupun upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Penyidikan dilakukan bertujuan untuk memperoleh kebenaran yang lengkap.
Sedangkan, untuk menjawab apakah bisa seorang dikenai pasal pengedar ganja walaupun alat bukti yang ada hanya keterangan satu orang dan barang bukti satu puntung ganja, adalah bisa, apabila dalam perkembangannya ditemukan bukti-bukti lain yang bisa menguatkan dugaan pelaku sebagai seorang pengedar ganja setelah dilakukan penelitian dan penelaahan dari keterangan-keterangan yang diperoleh dalam proses penyidikan. Namun, apakah pasal pidana yang dikenakan kepada pelaku akan terbukti atau tidak, maka haruslah dibuktikan lebih lanjut melalui proses persidangan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
[1] Pasal 6 ayat (3) jo. Pasal 1 angka 22 UU Narkotika
[2] Penjelasan Pasal 6 ayat (3) UU Narkotika
[3] Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika