KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam

Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya, pengangkatan anak oleh orang tua tunggal (single parent) dalam hukum Islam diperbolehkan atau tidak ? Dan apa dasar hukumnya? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Pada dasarnya, Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) tidak mengatur mengenai pengangkatan anak oleh orang tua tunggal. KHI hanya menerangkan terkait hak waris anak angkat. Menurut KHI, yang dimaksud anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan (Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam).

     

    Dalam Hukum Islam, sebagaimana terdapat dalam artikel yang berjudul Mengadopsi Anak Menurut Hukum Islamyang dimuat dalam Republika.co.id, kalangan Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) sejak lama sudah memfatwakan tentang adopsi. Fatwa itu menjadi salah satu hasil Rapat Kerja Nasional MUI yang berlangsung pada Maret 1984. Pada salah satu butir pertimbangannya, para ulama memandang, bahwa Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, yaitu anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan).

    KLINIK TERKAIT

    Keabsahan dan Cara Adopsi Anak dalam Hukum Adat

    Keabsahan dan Cara Adopsi Anak dalam Hukum Adat
     

    Hanya saja, MUI mengingatkan ketika mengangkat (adopsi) anak, jangan sampai si anak putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya. Sebab, hal ini bertentangan dengan syariat Islam. Banyak dalil yang mendasarinya.

     
    Yaitu antara lain Al-Quran surat al-Ahzab ayat 4-5 yang artinya:
     

    "Dan, dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri); yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggilan mereka (anak angkat) itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang paling adil di hadapan Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudaramu seagama dan maula-maula (hamba sahaya yang di merdekakan)."

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Selain itu, dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa, "Dari Abu Dzar RA sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda, "Tidak seorangpun mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur." (HR Bukhari dan Muslim)

     

    Dalam fatwanya MUI memandang, mengangkat anak hendaknya tidak lantas mengubah status (nasab) dan agamanya. Misalnya, dengan menyematkan nama orangtua angkat di belakang nama si anak. Rasulullah telah mencontohkan. Beliau tetap mempertahankan nama ayah kandung Zaid, yakni Haritsah di belakang namanya dan tidak lantas mengubahnya dengan nama bin Muhammad.

     

    Mengenai status anak angkat menurut hukum Islam, dalam tulisan yang berjudul Hukum Pengangkatan Anak dalam Perspektif Islam, Drs. H. Abd. Rasyid As’ad, M.H. (Hakim Pengadilan Agama Mojokerto) menyatakan antara lain Al-Quran surat al-Ahzab ayat 39 menegaskan bahwa anak angkat tidak bisa disamakan dengan anak kandung sehingga mantan isteri anak angkat tetap boleh dinikahi oleh ayah angkatnya.

     

    Sedangkan, jika dilihat dari hukum positif yang berlaku di Indonesia, pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dimungkinkan, dengan syarat bahwa orang tua tunggal tersebut adalah Warga Negara Indonesia dan telah mendapat izin dari Menteri (Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak).

     

    Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dilakukan melalui Lembaga Pengasuhan Anak sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 30 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos No. 110/2009”).

     

    Untuk dapat mengangkat anak melalui Lembaga Pengasuhan Anak, orang tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan (Pasal 32 Permensos No. 110/2009) sebagai berikut:

    a.    sehat jasmani dan rohani baik secara fisik maupun mental mampu untuk mengasuh CAA;

    b.    berumur paling rendah 30 (tiga puluh ) tahun dan paling tinggi 55 (limapuluh lima) tahun;

    c.    beragama sama dengan agama calon anak angkat;

    d.    berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

    e.    tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;

    f.     dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;

    g.    memperoleh persetujuan anak, bagi anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya dan izin tertulis dari orang tua/wali anak;

    h.    membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

    i.      adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial Instansi Sosial Provinsi;

    j.     telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan,sejak izin pengasuhan diberikan; dan

    k.    memperoleh izin pengangkatan anak dari Menteri Sosial untuk ditetapkan di pengadilan.

     

    Sementara itu, Abd. Rasyid As'ad menyatakan bahwa pengangkatan anak bagi orang beragama Islam dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama. Di dalam tulisannya Abd. Rasyid  As'ad mengatakan antara lain:

     

    Setelah lahirnya UU No. 3 Tahun 2006, semakin jelas bahwa pengangkatan anak (adopsi) bagi orang yang beragama Islam adalah menjadi kewenangan penuh Pengadilan Agama. Prosedur yang biasa berlaku di Pengadilan Agama sebelum lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, dalam mengajukan perkara pengangkatan anak, yakni calon orangtua angkat mengajukan perkara permohonan pengangkatan anak sebagaimana lazimnya perkara volunteer (permohonan). Di Pengadilan Agama diproses sesuai dengan hukum acara yang berlaku sampai keluar Penetapan Pengadilan Agama. Sebagai rujukan dalam acara pemeriksaan dan bentuk penetepan dari permohonan pengangkatan anak bisanya dipedomani SEMA No. 2 Tahun 1979 jo SEMA No. 6 Tahun 1983. Pengangkatan anak menurut hukum perdata umum, sebelum perkara diajukan ke Pengadilan Negeri, calon orangtua angkat harus terlebih dahulu mendapatkan izin pengangkatan anak (adopsi) dari Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi. Untuk mendapatkan izin dari Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi, calon orangtua angkat dan anak angkat telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.13/HUK/1993.

     

    “Setelah berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, apakah sebelum mengajukan permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan Agama harus pula terlebih dahulu dilengkapi dengan Izin Pengangkatan Anak dari Kepala Dinas Propinsi?. Menurut hemat penulis, karena pengangkatan anak dalam persepektif hukum Islam tidak memutuskan nasab dengan orangtua kandungnya, maka pengangkatan anak (adopsi) di Pengadilan Agama, tidak perlu izin dari Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi. Kecuali kalau anak yang akan diangkat tersebut berasal dari Panti Asuhan di bawah pengawasan Kementerian Sosial. Namun demikian perlu adanya koordinasi yang baik antara Pengadilan Agama, Kementerian Sosial, dan Dinas/Kantor Kependudukan dan Catatan Cipil Kabupaten/Kota setempat.”

     

    Jadi, pada dasarnya tidak ada pengaturan mengenai apakah orang tua tunggal boleh mengangkat anak atau tidak menurut Hukum Islam. Yang terpenting adalah jangan sampai si anak putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:

    1.    Al-Quran

    2.    Al-Hadits

    3.    Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1986 tentang Peradilan Agama

    4.    Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak;

    5.    Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak;

    6.    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

     
    Referensi:

    1.    Republika.co.id, Mengadopsi Anak Menurut Hukum Islam, http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/06/13/119639-mengadopsi-anak-menurut-hukum-islam diakses pada 16 April 2013.

    2.    Drs. H. Abd. Rasyid As’ad, M.H., Hukum Pengangkatan Anak dalam Perspektif Islam, https://docs.google.com/file/d/0B5DxaF_9ujxbQkwyTjd0RVFfR1U/edit?pli=1 diakses pada 22 April 2013.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!