Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Perusahaan yang Rugi 2 Tahun Berturut-turut Dapat Dipailitkan?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Apakah Perusahaan yang Rugi 2 Tahun Berturut-turut Dapat Dipailitkan?

Apakah Perusahaan yang Rugi 2 Tahun Berturut-turut Dapat Dipailitkan?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Perusahaan yang Rugi 2 Tahun Berturut-turut Dapat Dipailitkan?

PERTANYAAN

Apakah suatu perusahaan yang sudah mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut dan karyawan perusahaan tersebut tidak naik gaji selama 2 kali dalam 3 tahun dapat dipailitkan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sebelumnya, harus kita lihat terlebih dahulu apa persyaratan suatu perusahaan dapat dimohonkan pailit. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, permohonan pailit dapat diajukan terhadap seseorang atau suatu badan jika:

    1.    Seseorang atau badan tersebut memiliki dua atau lebih kreditur. Yang dimaksud dengan kreditur sendiri adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan;

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Kenaikan Gaji Karyawan Menurut UU Cipta Kerja

    Aturan Kenaikan Gaji Karyawan Menurut UU Cipta Kerja

    2.    Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

    3.    Terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa memang ada dua atau lebih kreditur serta ada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Mengenai utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan (hal. 57-58), mengatakan bahwa suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu. Pada perjanjian-perjanjian kredit perbankan, kedua hal tersebut jelas dibedakan. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang dengan lampaunya waktu penjadwalan yang ditentukan di dalam perjanjian kredit itu, menjadi jatuh waktu dank arena itu pula kreditur berhak untuk menagihnya. Jadi dalam dunia perbankan, tidak harus suatu kredit bank dinyatakan due atau expired pada tanggal akhir perjanjian kredit sampai, cukup apabila tanggal-tanggal jadwal angsuran kredit telah sampai.

     

    Lebih lanjut, Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. mengatakan dapat terjadi bahwa sekalipun belum jatuh waktu, tetapi utang itu telah dapat ditagih karena terjadi salah satu dari peristiwa-peristiwa yang disebut events of default. Events of default adalah klausul yang memberikan hak kepada bank untuk menyatakan nasabah debitur cidera janji apabila salah satu peristiwa (event) yang tercantum dalam events of default itu terjadi.

     

    Jadi, dapat dikatakan bahwa ada perbedaan pengertian antara “utang yang telah jatuh waktu” dan “utang yang telah dapat ditagih”. “Utang yang telah jatuh waktu” dengan sendirinya menjadi “utang yang telah dapat ditagih”, namun “utang yang telah dapat ditagih” belum tentu merupakan “utang yang telah jatuh waktu”.

     

    Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan, yang dimaksud dengan "utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

     

    Kami kurang mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai “perusahaan yang sudah mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut dan karyawan perusahaan tersebut tidak naik gaji selama 2 kali dalam 3 tahun”. Jika hanya sebatas perusahaan tersebut mengalami kerugian dan tidak memberikan kenaikan gaji pada karyawannya, maka perusahaan tidak dapat dipailitkan karena tidak terpenuhinya syarat untuk permohonan pailit.

     

    Lain halnya jika kerugian perusahaan tersebut berakibat pada perusahaan memiliki dua utang atau lebih pada pihak lain, yang mana salah satu utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Jika demikian, maka perusahaan dapat dimohonkan untuk dipailitkan.

     

    Atau dalam hal perusahaan tidak membayar gaji karyawan-karyawannya, perusahaan tersebut juga dapat dipailitkan, sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Bagaimana Kedudukan Utang Gaji Karyawan Jika Perusahaan Pailit?.

     

    Jadi, yang menjadi dasar perusahaan tersebut dapat dipailitkan atau tidak, bukanlah apakah perusahaan tersebut mengalami kerugian terus-menerus atau tidak adanya kenaikan gaji bagi karyawannya. Akan tetapi, yang menentukan perusahaan tersebut dapat dipailitkan atau tidak adalah apakah syarat kepailitan (yang telah disebutkan di atas) terpenuhi atau tidak.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

     
    Referensi:

    Sjahdeini, Sutan Remy. 2009. Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Pustaka Utama Grafiti.

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!