Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Syarat dan Prosedur Melakukan Visum sebagai Alat Bukti

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Syarat dan Prosedur Melakukan Visum sebagai Alat Bukti

Syarat dan Prosedur Melakukan Visum sebagai Alat Bukti
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Syarat dan Prosedur Melakukan Visum sebagai Alat Bukti

PERTANYAAN

Ibu saya sudah lama tidak bisa berjalan (menggunakan alat bantu). Masalahnya, 3 hari lalu terjadi keributan di rumah kami, dan ibu saya disudutkan dan ditampar, anggap saja oleh si A. Merasa terpojok dengan kondisi tidak sehat, ibu saya refleks mengambil alat (anggap saja kayu kecil), dan memukul balas si A.

Ibu saya tidak ingin memperpanjang masalah ini dan tidak ingin melaporkan ke polisi, namun si A malah melaporkan kejadian penganiayaan ke pihak berwajib dengan hasil visum berupa luka di dada. Kami sudah berbesar hati untuk meminta maaf, namun ditolak.

Apakah visum merupakan bukti terkuat dalam dunia hukum? Padahal ibu saya yang tidak bisa apa-apa hanya membela diri karena diserang dan ditampar terlebih dahulu. Kondisinya adalah si A punya bukti berupa hasil visum, sedangkan ibu saya tidak mempunyai bukti kalau si A menampar wajah ibu saya, dan dia berbohong kalau dia tidak pernah menampar ibu saya di depan polisi. Apakah ibu saya bisa dihukum karena seperti itu? Apakah ada pembelaan untuk ibu saya? Bagaimana dari segi kekuatan hukumnya? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam hukum acara pidana Indonesia, tidak ada satu alat bukti pun yang dapat dikatakan sebagai alat bukti terkuat. Selanjutnya, mengenai pertanyaan apakah ibu Anda dapat dihukum? Dari segi perbuatan, ibu Anda dapat saja diduga melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP lama yang saat artikel ini terbit masih berlaku dan Pasal 466 ayat (1) UU 1/2023 atau KUHP baru yang baru akan berlaku 3 tahun sejak diundangkan tentang penganiayaan. Namun, mengingat bahwa ibu Anda memukul si A karena ingin membela diri, bisakah ia dipidana?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Seputar Visum: Syarat, Prosedur, dan Biayanya yang dibuat oleh Agustin L. Hutabarat, S.H., dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 26 November 2021.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa sebagai Alasan Penghapus Pidana

    Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa sebagai Alasan Penghapus Pidana

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu visum? Mengutip dari artikel Visum et Repertum, JCT Simorangkir dkk. menerangkan bahwa surat visum adalah surat keterangan atau laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaan terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain. Hasil pemeriksaan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Meninjau fungsi visum dari definisi tersebut, visum artinya dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat sebagaimana tertuang dalam KUHAP.

    Pasal 187 huruf c KUHAP menyebutkan bahwa surat sebagai alat bukti yang sah merupakan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

    Prosedur Melakukan Visum

    Dalam praktiknya, visum et repertum digunakan sebagai bagian dari pemeriksaan pada korban kekerasan, baik fisik, mental, hingga seksual. Untuk melakukan visum, diperlukan permintaan penyidik terlebih dahulu.[1] Jadi, pada dasarnya visum tanpa laporan polisi tidak bisa dilakukan.

    Tes visum berbeda dengan pemeriksaan kesehatan lainnya. Dengan kata lain, tanpa surat permintaan dari penyidik, dokter hanya dapat melakukan pemeriksaan kesehatan dan mengeluarkan surat keterangan sehat.

    Sebagai informasi, tidak ada batas waktu visum setelah kejadian yang pasti. Akan tetapi, akan lebih baik jika visum dilakukan secepatnya setelah ada tindakan pidana agar bukti yang ditinggalkan tidak hilang.

    Cara atau prosedur melakukan visum yang pertama adalah seseorang perlu melaporkan tindak pidana yang terjadi kepadanya di kepolisian. Setelah itu, penyidik akan mengajukan permintaan untuk melakukan visum. Setelah surat permintaan dikeluarkan, penyidik akan menemani korban dalam pemeriksaan visum.

    Aspek dalam Pemeriksaan Visum

    Dalam artikel yang sama dijelaskan mengenai beberapa aspek yang diperiksa dalam pemeriksaan visum, antara lain:

    1. Kondisi umum kesehatan

    Apakah korban dalam keadaan sadar, namun gelisah, panik, takut, kebingungan dan lainnya. Apabila korban mengalami luka serius atau kondisi mental yang tidak terkendali, petugas akan memberikan pertolongan pertama agar proses pemeriksaan dapat berjalan lancar.

    1. Kesehatan fisik

    Pemeriksaan terhadap fisik, meliputi denyut nadi, tekanan darah, bukti kekerasan, luka yang terlihat, atau infeksi penyakit kelamin. Pada pemeriksaan ini, korban akan diminta menceritakan kronologis kejadian dan luka yang ada. Nantinya, petugas akan fokus memeriksa kondisi luka, mulai dari ukurannya, letak luka, sifat derajat luka, dan lainnya akan dicatat dan dianalisis.

    1. Kondisi internal

    Apabila dibutuhkan, jika dicurigai ada luka atau cedera pada bagian dalam tubuh, dokter atau petugas akan melakukan pemeriksaan internal. Bentuknya beragam, bisa berupa kehamilan, patah tulang, pendarahan, dan cedera lainnya.

    1. Analisis forensik

    Jika diperlukan, petugas juga akan melakukan pemeriksaan forensik guna mencari jejak DNA pelaku, seperti darah, cairan ejakulasi, rambut, dan lainnya.

    1. Kondisi psikis

    Kondisi psikis korban juga akan diperiksa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari tahu apakah ada tanda-tanda gangguan psikis pada korban, seperti trauma, depresi, dan lainnya.

    Setelah melakukan pemeriksaan, bagaimana dengan biaya visum? Berapa biaya yang perlu dikeluarkan untuk visum? Biaya visum yang dilakukan untuk kepentingan perkara pidana ditanggung oleh negara.[2] Korban tidak perlu mengeluarkan biaya.

    Kekuatan Visum sebagai Alat Bukti

    Terkait pertanyaan Anda, apakah bukti visum sebagai bukti terkuat dalam hukum? Dapat kami jelaskan bahwa dalam sistem pembuktian pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk).

    Hal ini tergambar dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila ada dua alat bukti yang sah dan hakim telah memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah dan melakukannya.  

    Hal-hal yang dapat dijadikan alat bukti antara lain:[3]

    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk; dan
    5. keterangan terdakwa.

    Dalam hukum acara pidana Indonesia, tidak ada satu alat bukti pun yang dapat dikatakan sebagai alat bukti terkuat. Sebab, setiap putusan pemidanaan nantinya harus tetap didasarkan dengan dua alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim.[4] 

    Tindak Pidana Penganiayaan

    Selanjutnya, mengenai pertanyaan apakah ibu Anda dapat dihukum? Dari segi perbuatan, ibu Anda dapat saja diduga melakukan tindak pidana penganiayaan. Terkait penganiayaan, Pasal 351 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    Lebih lanjut, dalam ketentuan Pasal 466 ayat (1) UU 1/2023 atau KUHP Baru yang berlaku tiga tahun sejak tanggal diundangkan,[5] diterangkan bahwa setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori III atau Rp50 juta.[6]

    Baca juga: Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Penganiayaan

    Namun, mengingat bahwa ibu Anda memukul si A karena ingin membela diri, Beliau tidak dapat dipidana. Sebagaimana diterangkan Pasal 49 ayat (1) KUHP bahwa yang melakukan perbuatan pembelaan untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sat dekat pada saat itu yang melawan hukum, tidak dapat dipidana.

    Hal ini juga diatur di dalam Pasal 34 UU 1/2023 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, tidak dipidana jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri/orang lain, kehormatan (kesusilaan), atau harta benda sendiri/orang lain.

    Dalam hukum pidana pembelaan yang seperti ini dikenal dengan istilah noodweer. Tindakan pembelaan diri tersebut merupakan alasan pembenar yang menghapuskan sifat melawan hukum perbuatannya, sehingga perbuatan yang dilakukan Ibu Anda patut dan benar.[7]

    Akan tetapi, berbicara mengenai hukum tentunya harus didasarkan pada bukti-bukti yang cukup. Dalam hal ini, untuk pembelaan, ibu Anda harus dapat membuktikan bahwa si A lah yang memukul ibu Anda terlebih dahulu.

    Pembuktiannya tentu saja sama dengan sistem pembuktian yang sesuai dengan Pasal 184 KUHAP yang mengatur alat-alat bukti yang sah, dengan pertimbangan minimal 2 alat bukti terpenuhi.

    Baca juga: Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa sebagai Alasan Penghapus Pidana

    Demikian jawaban dari kami terkait kasus visum, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Referensi:

    Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.


    [1] Pasal 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 136 KUHAP

    [3] Pasal 184 ayat (1) KUHAP

    [4] Pasal 183 KUHAP

    [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [6] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

    [7] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 148 dan 149

    Tags

    acara peradilan
    kuhp

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!