Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum Dry Humping di Indonesia

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Hukum Dry Humping di Indonesia

Hukum Dry Humping di Indonesia
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukum Dry Humping di Indonesia

PERTANYAAN

Bisakah dipenjara bila remaja di bawah umur melakukan seks tanpa buka baju (dry humping)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Perbuatan dry humping atau frottage yang dilakukan oleh salah satu atau keduanya masih anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (dan perubahannya) merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) yang termasuk dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, yakni masuk kategori perbuatan cabul.
     
    Apa sanksi pidananya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 10 Oktober 2013.
     
    Intisari:
     
     
    Perbuatan dry humping atau frottage yang dilakukan oleh salah satu atau keduanya masih anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (dan perubahannya) merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) yang termasuk dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, yakni masuk kategori perbuatan cabul.
     
    Apa sanksi pidananya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Arti Dry Humping
    Dry humping menurut laman doktersehat.com sebuah laman kesehatan online yang memberikan informasi kesehatan, tips kesehatan, dan konsultasi online penyakit;  juga dikenal dengan istilah lainnya yaitu frottage, yakni sebuah istilah untuk mengekpresikan gerakan seks untuk saling menggesek untuk meraih kenikmatan seksual tanpa sekalipun melakukan penetrasi.
     
    Karena tidak ada penetrasi, dry humping dilakukan tanpa membuka pakaian, yakni hanya dengan menggesek-gesekkan tubuh dengan tekanan secara bersamaan di daerah rangsangan seksual dengan berpakaian.
     
    Dry Humping yang Dilakukan Terhadap Anak
    Berdasarkan definisi di atas, apabila perbuatan dry humping atau frottage ini dilakukan terhadap remaja di bawah umur (anak), maka perbuatan tersebut dapat diancam pidana sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak(“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perppu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”).
     
    Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 35/2014, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
     
    Jika perbuatan tersebut dilakukan di mana salah satu atau keduanya masih anak–anak, maka perbuatan tersebut melanggar Pasal 76E UU 35/2014:
     
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
     
    Atas pelanggaran pasal tersebut, pelakunya dapat diancam pidana karena pencabulan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Perppu 1/2016 yang berbunyi:
     
    1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
    2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
    4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
    6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
    7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
    8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
     
    Perbuatan Cabul
    Untuk mengetahui apakah perbuatan dry humping atau frottage merupakan kategori “perbuatan cabul” yang dimaksud pada pasal di atas, maka kita mengacu pada penjelasan R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” tentang pembahasan Pasal 289 KUHP.
     
    Arti perbuatan cabul menurut Soesilo adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dsb (hal. 212).
     
    Menurut hemat kami, perbuatan dry humping atau frottage yang dilakukan oleh salah satu atau keduanya masih anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak (dan perubahannya) merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) yang termasuk dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, yakni masuk kategori perbuatan cabul. Oleh karena itu, pelakunya dapat diancam sesuai dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak (dan perubahannya).
     
    Persetubuhan
    Lain halnya apabila perbuatan tersebut dilakukan hingga adanya penetrasi (persetubuhan). Soesilo memberikan penjelasan yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota perempuan, sehingga mengeluarkan air mani (hal. 209).
     
    Apabila perbuatan persetubuhan tersebut dilakukan terhadap anak (belum berusia 18 tahun), maka ancaman pidanya terdapat pada Pasal 81 Perppu 1/2016 jo. Pasal 76D UU 35/2014 yang ancaman pidananya sama dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak.
     
    Melihat dari bagaimana dilakukannya dry humping atau frottage dan persetubuhan, keduanya dilakukan dengan cara berbeda. Dry humping atau frottage dilakukan dengan berpakaian, sedangkan persetubuhan dilakukan dengan membuka pakaian karena tujuan penetrasi itu tadi.
     
    Jadi, meskipun dry humping atau frottage seperti yang Anda tanyakan dilakukan tanpa melepas pakaian, tetap saja perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencabulan yang apabila dilakukan oleh remaja di bawah umur, diancam pidana seperti yang terdapat dalam UU Perlindungan Anak dan perubahannya.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
     
    Referensi:
    1. R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
    2. doktersehat.com, diakses pada 5 Februari 2019 pukul 15.55 WIB
     
     

    Tags

    persetubuhan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!