Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Status dan Gaji Ekspatriat yang Di-PHK karena Kesalahan Berat

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Status dan Gaji Ekspatriat yang Di-PHK karena Kesalahan Berat

Status dan Gaji Ekspatriat yang Di-PHK karena Kesalahan Berat
Umar KasimINDOLaw
INDOLaw
Bacaan 10 Menit
Status dan Gaji Ekspatriat yang Di-PHK karena Kesalahan Berat

PERTANYAAN

Yth. Bapak/Ibu, saya seorang staff HRD pada suatu perusahaan. Kami mempunyai beberapa Tenaga Kerja Asing. Salah satunya telah kami PHK karena melakukan pelanggaran berat. TKA tersebut tidak terima dengan PHK yang kami lakukan dan menuntut perusahaan mengenai pesangonnya, saat ini telah masuk ke tripartit. Kami telah melaporkan pelanggaran yang dilakukannya ke polisi. Yang ingin saya tanyakan, apakah apabila TKA tersebut sedang dalam proses hukum pidana dan proses PHI perusahaan tetap membayar gajinya? (TKA tersebut sudah tidak masuk kerja lagi sejak diberikan surat PHK), selain itu, karena ada proses pidana, apakah tuntutan TKA tersebut tetap berlaku. Mohon pencerahan dari Bapak/Ibu. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan), bahwa “selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”.

     

    Namun dalam ayat (3) berikutnya disebutkan, bahwa “pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan -syarat, pengusaha- tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh”.

     

    Makna dari ketentuan (Pasal 155 ayat (2) dan (3) tersebut, adalah bahwa selama belum ada pernyataan PHK secara resmi (yang inkracht), maka selama itu -seharusnya- pekerja tetap melaksanakan pekerjaannya dan pengusaha harus tetap membayar upahnya si pekerja/buruh (TKA). Kecuali pengusaha melakukan tindakan skorsing, dalam arti pengusaha melepas haknya untuk tidak menerima hasil kerja (pekerjaan) si pekerja/buruh, akan tetapi tidak boleh melepaskan kewajibannya untuk membayar upah sampai proses PHK mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat (final and binding).

    KLINIK TERKAIT

    Apa Itu KITAS/KITAP dan Cara Mengurusnya

    Apa Itu KITAS/KITAP dan Cara Mengurusnya
     

    Hal ini diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 yang menyatakan bahwa frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan tersebut haruslah dimaknai apabila seseorang pekerja di-PHK dan belum ada pernyataan PHK yang bersifat tetap (termasuk belum ada putusan pengadilan yang inkracht atau final and binding), maka selama itu seharusnya pekerja tetap melakukan pekerjaannya dan -sebaliknya- pengusaha harus tetap membayar kewajibannya -termasuk kewajiban upah-.

     

    Dalam kaitan itu, dalam hal seseorang pekerja (termasuk tenaga kerja asing / expatriate) melakukan “kesalahan berat” sebagaimana tersebut dalam eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan, maka sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, merujuk pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE-13/Men/Sj-Hk/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003, menyatakan bahwa :

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    “PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    a. pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum -yang bersifat- tetap;

    b. apabila pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib dan pekerja/buruh tidak dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya, maka berlaku ketentuan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;

    c.   dalam hal terdapat “alasan mendesak” yang mengakibatkan tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan, maka pengusaha dapat menempuh upaya penyelesaian melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

     

    Selanjutnya, berdasarkan Pasal 160 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan (pasca Putusan MK Register Nomor 012/PUU-I/2003), bahwa dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah, tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh (yang bersangkutan) yang menjadi tanggungannya untuk paling lama 6 (enam) bulan takwim, terhitung sejak hari pertama ditahan oleh pihak yang berwajib.

    Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan Saudara: apakah upah pekerja (TKA) yang dalam proses PHK masih harus tetap dibayar?

     

    Hal ini sangat tergantung dengan case-nya. Dalam arti, jika pekerja (TKA) yang bersangkutan dalam proses PHK karena kesalahan berat, dan telah dilaporkan kepada pihak yang berwajib namun tidak ditahan, maka seharusnya ia tetap -dapat- melaksanakan kewajibannya melakukan pekerjaan dan upahnya harus tetap dibayar oleh pengusaha (artinya, ia -TKA- tetap berhak atas upahnya).

     

    Kecuali jika pengusaha tidak menghendaki pekerja yang bersangkutan untuk melakukan pekerjaan lagi (dalam arti, dilakukan tindakan skorsing). Dalam keadaan ini tidak meniadakan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah -dan hak-hak lainnya (yang normal biasa diterima)- sampai adanya pernyataan PHK yang mempunyai kekuatan hukum yang bersifat tetap (inkracht van gewijsde).

     

    Sebaliknya, jika pekerja (TKA) yang bersangkutan dalam proses PHK karena kesalahan berat, kemudian telah dilaporkan dan ditahan oleh pihak yang berwajib, maka pengusaha tidak perlu membayarkan upahnya, akan tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga yang menjadi tanggungannya yang -jumlah- besarannya diatur -ditentukan- undang-undang sesuai dengan jumlah anggota keluarga tanggungannya, yakni: 1 (satu) orang = 25% dari upah; 2 (dua) orang = 35% dari upah; 3 (satu) orang = 45% dari upah; atau 4 (empat) orang atau lebih = 50% dari upah [vide Pasal 160 ayat (1) UU Ketenagakerjaan].

     

    Dalam hal pengadilan (pidana) memutuskan perkara pidananya sebelum -berakhirnya- masa 6 (enam) bulan dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat -langsung- melakukan PHK kepada pekerja/buruh yang bersangkutan [vide Pasal 160 ayat (5) dan (6) UU Ketenagakerjaan].

     

    Demikian juga, setelah pekerja (TKA) yang bersangkutan ditahan lebih dari 6 (enam) bulan dan -karena tentunya- tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, maka -selanjutnya- pengusaha juga -langsung- dapat melakukan PHK terhadap pekerja (TKA) yang bersangkutan [vide Pasal 160 ayat (3) dan (6) UU Ketenagakerjaan].

     

    PHK-PHK sebagaimana tersebut, dapat dilakukan -oleh pengusaha- tanpa “izin” penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial [vide Pasal 160 ayat (6) UU Ketenagakerjaan].

     

    Namum, dalam hal pengadilan (pidana) memutuskan perkara pidana sebelum -berakhirnya- masa 6 (enam) bulan dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan kembali [vide Pasal 160 ayat (4) UU Ketenagakerjaan].

     

    Permasalahan berikutnya, bagaimana jika setelah 6 (enam) bulan berlalu dan kewenangan pengusaha untuk melakukan PHK dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 160 ayat (3)) akan tetapi ternyata pekerja/buruh yang bersangkutan (oleh peradilan pidana) dinyatakan tidak bersalah?

     

    Berdasarkan ketentuan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan, bahwa pekerja/buruh yang di-PHK (tanpa “izin” penetapan) sebagaimana dimaksud Pasal 160 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dan yang bersangkutan tidak dapat menerima -statement- PHK dimaksud, maka pekerja dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu (daluwarsa) paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan PHK.

     

    Menjawab permasalahan berikutnya: apakah tuntutan –gugatan- pekerja (TKA) tersebut atas “pesangon“ (maksudnya, uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja) tetap berlaku atau berhak diterimanya ?.

     

    Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu difahami, bahwa pada dasarnya hanya pekerja/buruh yang bekerja dalam hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) yang berhak atas pesangon (vide Pasal 161, Pasal 163 s/d 167 dan Pasal 169 serta 172 UU Ketenagakerjaan). Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk diperjanjikan -oleh para pihak- yang lebih luas coverage-nya.

     

    Sedangkan pekerja/buruh yang bekerja dalam hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT), hakekatnya tidak berhak atas pesangon, akan tetapi -hanya- berhak atas kompensasi ganti rugi jika pihak pengusaha memutus PKWT atau mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditentukan dalam PKWT dimaksud. Demikian juga sebaliknya, jika pihak pekerja atau buruh memutuskan mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam PKWT, maka juga dikenakan penalty membayar ganti rugi (kompensasi) yang sama (vide Pasal 62 UU Ketenagakerjaan).

     

    Jadi, pada dasarnya tidak ada istilah “pesangon” bagi TKA, karena hubungan kerja TKA dengan perusahaan sponsor didasarkan pada PKWT, walaupun jangka waktu “PKWT”-nya tidak persis sama dengan jangka waktu PKWT yang ditentukan dalam Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 59 ayat (1) huruf b jo Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

     

    Artinya PKWT pada TKA tidak merujuk pada ketentuan waktu PKWT yang dapat diperjanjikan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) tahun, atau PKWT yang dapat diperjanjikan seselesainya suatu “paket” pekerjaan tertetu yang -prediksi penyelesaiannya- paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaruai dengan -prediksi penyelesaiannya- paling lama 2 (dua) tahun [vide Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans No. Kep-100/Men/VI/2004].

     

    Berkenaan dengan itu, bagi TKA yang bekerja di Indonesia, tidak diperkenankan bekerja dalam hubungan kerja secara tetap berdasarkan PKWTT. Sesuai dengan Pasal 42 ayat (4) dan (5) UU Ketenagakerjaan, bahwa TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja, untuk jabatan tertentu dan -untuk- waktu tertentu. Karena filosofi penggunaan pekerja -TKA- hanya dalam rangka transfert of knowledge atau transfert of knowhow (lihat Penjelasan Pasal 45 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan).

     

    Dengan demikian, oleh karena hubungan kerja pekerja TKA hanya -dimungkinkan- untuk waktu tertentu, maka tuntutan –gugatan- pekerja (TKA) atas “pesangon“ menurut hemat saya tidak berlaku baginya, atau tidak berhak diterimanya, karena tidak ada dasar hukumnya. Terkecuali apabila para pihak memperjanjikannya untuk memberikannya terhadap pekerja TKA yang bersangkutan (atau terhadap seseorang TKA tertentu dan pada jabatan tertentu), maka tentu timbul hak pesangon dimaksud secara normatif.

     

    Demikian penjelasan saya, kiranya bermanfaat.

     
    Referensi

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga kerja Asing;

    3. Putusan Mahkamah Konstitusi Register Nomor 012/PUU-I/2003

    4. Putusan Mahkamah Konstitusi Register Nomor 37/PUU-IX/2011;

    5. Putusan Mahkamah Konstitusi Register Nomor 100/PUU-X/2012.

        

    Tags

    kesalahan berat
    tenaga kerja asing

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!