KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Saldo Dipotong Karena Salah Memasukkan PIN, Bolehkah?

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Saldo Dipotong Karena Salah Memasukkan PIN, Bolehkah?

Saldo Dipotong Karena Salah Memasukkan PIN, Bolehkah?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Saldo Dipotong Karena Salah Memasukkan PIN, Bolehkah?

PERTANYAAN

Bung Pokrol, kemarin saya mau melakukan transaksi di ATM, Tapi saya salah PIN sampai dua kali. Eh ternyata uang di rekening saya berkurang. Apakah ada denda kalau kita salah memasukkan PIN ATM? Bagaimana sebenarnya pengaturannya? Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Untuk menentukan sah atau tidaknya pemotongan saldo karena salah memasukan PIN tersebut, perlu dilihat terlebih dahulu isi perjanjian yang telah disepakati nasabah dan bank saat melakukan pembukaan rekening. Dalam hal ini, Anda harus memeriksa apakah ada klausula yang menyatakan bahwa setiap kesalahan pemasukan kode PIN, bank berhak memotong saldo rekening nasabah atau menarik sejumlah biaya yang melekat pada produk bank (ATM) atau tidak.

    Jika dalam perjanjian telah disepakati dan telah diinformasikan secara jelas, maka hal ini bukan merupakan pelanggaran hukum. Lain halnya jika tidak disepakati sebelumnya, maka perbuatan ini melanggar hukum dan oleh karenanya bank dapat dikenai sanksi berupa teguran tertulis.

    Selain itu, perlu diperhatikan pula bunyi ketentuan dalam perjanjian, apakah termasuk klausula baku atau tidak. Sebab, pencantuman klausula yang demikian dinyatakan batal demi hukum.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dipublikasikan pertama kali pada 19 Desember 2013.

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan BI dan OJK dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank

    Perbedaan BI dan OJK dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank

     

    ATM sebagai Produk Bank

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Menurut penjelasan Pasal 57 huruf c Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/7/PBI/2021 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (“PBI 23/2021”), kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah kartu yang dikenal masyarakat sebagai kartu automated teller machine.

    Sebelumnya Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 11 /PBI/2009 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (“PBI 11/2009”) yang saat ini sudah dicabut keberlakuannya mendefinisikan kartu ATM sebagai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    Cecep Maskanul Hakim dalam artikel Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah (hal. 7) menerangkan ATM adalah salah satu produk perbankan.

    Dalam hal ini, yang dimaksud dengan produk bank menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tahun 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (“PBI 7/6/PBI/2005”) adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan atau jasa lembaga keuangan bukan bank yang dipasarkan oleh bank sebagai agen pemasaran. Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap produk bank.[1]

     

    Wajib Informasi Biaya Produk Bank

    Selain itu, bank juga wajib menjelaskan secara berimbang mengenai manfaat, risiko, dan biaya dari produk bank, sebagaimana diatur Pasal 5 ayat (1) PBI 7/6/PBI/2005 yang mengatur informasi karakteristik produk bank minimal meliputi:

    1. Nama produk bank;
    2. Jenis produk bank;
    3. Manfaat dan risiko yang melekat pada produk bank;
    4. Persyaratan dan tata cara penggunaan produk bank;
    5. Biaya-biaya yang melekat pada produk bank;
    6. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan;
    7. Jangka waktu berlakunya produk bank; dan
    8. Penerbit (issuer/originator) produk bank .

    Bank yang tidak menyediakan informasi tertulis sebagaimana tersebut di atas dikenakan sanksi berupa teguran tertulis.[2]

    Mak dari ketentuan di atas, memang benar bahwa bank wajib memberikan informasi tertulis yang lengkap dan jelas kepada Anda selaku nasabah perihal penggunaan ATM sebagai salah satu produk bank, termasuk di dalamnya biaya penggunaan ATM.

    Untuk itu, Anda perlu melihat terlebih dahulu isi perjanjian yang Anda sepakati saat melakukan pembukaan rekening. Dalam hal ini, Anda harus memeriksa apakah ada klausula yang menyatakan bahwa setiap kesalahan pemasukan kode PIN, bank berhak memotong saldo rekening nasabah atau menarik sejumlah biaya yang melekat pada produk bank (ATM) atau tidak.

    Jika bank memang memiliki aturan atau kebijakan seperti itu dan telah diinformasikan kepada Anda secara jelas sesuai dengan ketentuan di atas, maka hal tersebut bukan merupakan pelanggaran hukum.

    Lain halnya apabila dalam perjanjian pembukaan rekening tersebut bank tidak menginformasikan kepada Anda sebagai nasabah bahwa akan ada penarikan biaya yang melekat pada produk bank (ATM) tersebut. Hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan bank yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi teguran tertulis.

     

    Larangan Klausula Baku

    Namun, ada pula bank yang memuat ketentuan tersebut dengan cara lain, yakni dengan mencantumkan klausula yang memiliki pengertian yang luas atau mengandung tafsir yang kurang jelas pada perjanjian pembukaan rekening, seperti: ‘Bank berhak mengubah syarat dan ketentuan yang berlaku tanpa pemberitahuan’.

    Klausula seperti ini dapat disebut sebagai klausula baku yang bertujuan untuk menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.[3]

    Jika ditinjau lebih lanjut, pencantuman klausula baku dilarang sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).

    Jika pelaku usaha tetap mencantumkan klausula baku, konsekuensi hukumnya klausula baku dianggap tidak pernah ada dan tidak berlaku atau dinyatakan batal demi hukum.[4] Selain itu, pelaku usaha juga bisa dikenai pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp2 miliar.[5]

     

    Contoh Kasus

    Sebagai gambaran kasus, bank yang memotong saldo rekening nasabahnya secara sepihak ini dapat ditemukan dalam Jangan Asal Potong Rekening Nasabah. Dalam artikel tersebut diceritakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum Standard Chartered (Stanchart) Bank yang memotong sepihak dana di rekening nasabahnya.

    Pada Oktober 2003, nasabah baru mengetahui kalau Stanchart memotong saldo rekeningnya sebesar Rp200 ribu sebagai Rel Maint Fee. Padahal di awal, nasabah tak pernah membuat kesepakatan soal transaksi Rel Maint Fee itu dengan pihak bank.

    Dalam pembelaannya, Stanchart menyodorkan bukti perjanjian pembukaan rekening yang menyatakan ‘Bank berhak mengubah syarat dan ketentuan yang berlaku tanpa pemberitahuan’.

    Menurut hakim, pernyataan yang terdapat dalam perjanjian pembukaan rekening adalah klausula baku yang jelas-jelas melanggar Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen. Klausula baku dalam suatu perjanjian dinyatakan batal demi hukum. Selain itu hakim juga melihat tindakan Stanchart yang tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur telah nyata melanggar Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen.

    Hakim berpendapat, pemotongan dana dari rekening nasabah tanpa didasari kesepakatan, melainkan didasari klausula yang tidak dapat dipertahankan keabsahaannya maka pemotongan dimaksud adalah tidak sah dan melanggar hak subyektif nasabah. Majelis hakim menghukum bank tersebut membayar ganti rugi kepada nasabah sebesar Rp7,638 juta.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
    2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah;
    3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/7/PBI/2021 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran.

     

    Referensi:

    Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah, diakses pada 9 September 2021 pukul 15.00 WIB.

     


    [1] Pasal 4 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (“PBI 7/6/PBI/2005”)

    [2] Pasal 12 ayat (1) PBI /6/PBI/2005

    [3] Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”)

    [4] Pasal 18 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen

    [5] Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen

    Tags

    perbankan
    nasabah bank

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!