Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tips Aman Oper Kredit Rumah

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Tips Aman Oper Kredit Rumah

Tips Aman Oper Kredit Rumah
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Tips Aman Oper Kredit Rumah

PERTANYAAN

Mohon bantuannya. Teman saya membeli rumah yang masih dalam proses KPR di bank. Proses pembelian ini tanpa diketahui bank. Oleh notaris disarankan membuat 3 akta. Akta jual beli, akta kuasa, dan akta kuasa pengambilan akta tanah di bank jika kredit sudah lunas. Apakah dengan dibuat 3 akta ini kedudukan pembeli sudah kuat jika terjadi sengketa kemudian hari? 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pembelian rumah yang masih menjadi jaminan kredit pemilikan rumah (“KPR”) di bank dalam praktik biasanya dilakukan dengan cara oper kredit, di mana pembeli bertindak selaku debitor pengganti atas penjual (debitor yang sebelumnya).
     
    Dalam hal ini, apakah jual beli tersebut perlu diberitahukan kepada bank?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Cara Melakukan Oper Kredit Rumah yang Aman yang dibuat oleh Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 17 Februari 2014.
     
    Kami asumsikan bahwa jual beli rumah yang dilakukan juga disertai dengan tanahnya, sehingga proses jual beli yang teman Anda lakukan tersebut, masuk dalam kriteria pengoperan hak atas tanah yang masih menjadi jaminan bank. Dalam praktik, biasanya hal tersebut dilakukan dengan cara oper kredit, di mana pembeli bertindak selaku debitor pengganti atas penjual (debitor yang sebelumnya).
     
    Guna menyederhanakan jawaban, kami analogikan kasus tersebut sebagai berikut:  bahwa rumah tersebut masih menjadi objek jaminan kredit pemilikan rumah (“KPR”) oleh bank dengan debitur (A). Lalu si A telah melakukan oper kredit kepada B tanpa pemberitahuan kepada bank.
     
    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pemilikan rumah memang dapat difasilitasi dengan KPR yang dapat dibebani Hak Tanggungan.
     
    Untuk menjawab pertanyaan, kami telah melakukan wawancara dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dradjad Uripno.
     
    Dradjad menjelaskan bahwa oper kredit berarti ada penggantian debitur di bank, di mana harus ada pengajuan kredit baru terlebih dahulu. Jika pengajuan kredit itu disetujui oleh bank, maka akan diberikan pengikatan kredit baru. Pembayaran atas pengikatan kredit baru ini dihitung dari sisa outstanding pinjaman.
     
    Setelah itu, Dradjad menambahkan, perlu dilakukan roya (pencoretan) Hak Tanggungan terlebih dahulu dan baru dilakukan jual beli melalui pembuatan Akta Jual Beli antara debitur lama (A) dan debitur baru (B), dan kemudian rumah tersebut diikat kembali dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (“SKMHT”) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”).
     
    Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT, sedangkan SKMHT dibuat jika pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri untuk memberikan Hak Tanggungan, sehingga ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya.
     
    Adapun Hak Tanggungan hapus karena:[1]
    1. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
    2. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
    3. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
    4. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
     
    Setelah hapusnya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan (atau yang disebut dengan roya Hak Tanggungan) pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya.
     
    Patut diperhatikan pula, Dradjad menyatakan bahwa jika oper kredit dilakukan tanpa sepengetahuan pihak bank, akan timbul risiko, di mana jika terjadi kredit macet, maka nama debitur A masih terdaftar di bank. Sehingga menjadi tidak jelas kedudukan B berdasarkan oper kredit yang sudah dilakukan dengan debitur A.
     
    Dalam kondisi ini, Irma Devita (penulis sebelumnya) berpendapat bahwa kedudukan B selaku pembeli tanpa sepengetahuan/melibatkan bank tidak aman, mengingat kondisi rumah tersebut masih dalam penguasaan bank sebagai objek jaminan KPR.
     
    Karena bank masih menguasai rumah sebagai objek jaminan, maka sewaktu-waktu bank dapat melakukan eksekusi terhadap rumah tersebut jika A sebagai debitur yang terdaftar di bank wanprestasi. Sehingga, walaupun B sudah melunasi pembelian rumah kepada A, akan tetapi jika A tidak melunasinya sesuai perjanjian KPR kepada bank, maka bank dapat mengeksekusi rumah tersebut.
     
    Oper kredit yang dilakukan A dan B seharusnya disertai dengan pemberitahuan baik lisan maupun tulisan kepada bank. Jika tidak melaporkan ke bank, sampai kapanpun bank akan menggangap debitur adalah A, walaupun disebutkan sudah beralih ke B.
     
    Lain halnya jika para pihak bersama-sama melaporkan kepada bank, maka bank akan mencatatkan oper kredit di mana B akan berstatus sebagai debitur yang baru. Karena, jika yang demikian tidak dilakukan, bisa saja pada tanggal akhir pelunasan, A mendatangi bank, menyelesaikan segala proses administrasi, kemudian bank akan menyerahkan semua dokumen terkait kepadanya dan A tidak menyerahkan ke B tetapi menjual kembali ke orang lain. Jika hal ini yang terjadi, bank tidak dapat disalahkan, karena tidak ada pemberitahuan oper kredit tersebut.
     
    Jadi, kami menyarankan agar A dan B segera bersama-sama melaporkan oper kredit tersebut ke bank dengan mekanisme penggantian debitur melalui bank secara resmi.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
     
    Catatan:
    Kami telah melakukan wawancara dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dradjad Uripno via telepon pada 19 Februari 2021 pukul 09.54 WIB.
     

    [1] Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU 4/1996”)

    Tags

    debitor
    kreditor

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!