Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Subjek Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Subjek Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana

Subjek Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Subjek Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana

PERTANYAAN

Tolong dijelaskan apa yang membedakan subjek hukum dalam hukum perdata dengan subjek hukum dalam hukum pidana? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Baik dalam hukum perdata maupun hukum pidana, subjek hukum pada dasarnya terdiri dari orang dan badan hukum. Kedua bidang hukum tersebut mengakui bahwa badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang dikarenakan perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.

    Lantas, apa perbedaan subjek hukum dalam perdata dengan hukum pidana?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Januari 2014. 

    KLINIK TERKAIT

    5 Sumber Hukum Internasional

    5 Sumber Hukum Internasional

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda tentang perbedaan subjek hukum dalam hukum perdata dan subjek hukum dalam hukum pidana, terlebih dahulu kami akan menjelaskan subjek hukum tersebut satu-persatu di bawah ini:

     

    Subjek Hukum Perdata

    1. Orang

    Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 19-21) menyatakan bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum. Sebagaimana kami sarikan, seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam keadaan hidup.

     

    1. Badan Hukum

    Berdasarkan pendapat Subekti masih dalam bukunya yang sama (hal. 21) menyatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.

    Pada sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subjek hukum mandiri; persona standi in judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige handelen; tort). Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

     

    Subjek Hukum Publik (Pidana)

    1. Orang

    Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 59) mengatakan bahwa dalam pandangan KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.

     

    1. Badan Hukum (Korporasi)

    Masih bersumber pada artikel yang sama, dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader).

    Namun demikian untuk perbuatan korporasi sendiri sebenarnya selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen (manusia; natural persoon), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum; legal persoon) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).

    Perlu diingat bahwa dalam sistem KUHP yang berlaku sekarang, yang dapat menjadi subjek tindak pidana hanya manusia saja (natuurlijk persoon). Dengan demikian, badan hukum (rechtspersoon) juga korporasi (berbadan hukum/tidak berbadan hukum) belum diakui sebagai subjek tindak pidana dalam KUHP.[1] 

    Adapun KUHP saat ini belum menerima pemikiran di atas dan menyatakan bahwa hanya pengurus (direksi) korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana (criminal liability). Namun, pada perkembangannya korporasi juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh UU PPLH.

    Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 45 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[2] yaitu tahun 2026 mengatur korporasi merupakan subjek tindak pidana, yang mencakup:

    1. Badan hukum seperti PT, yayasan, koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau yang disamakan dengan itu;
    2. Perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum;
    3. Badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Tindak pidana oleh korporasi dapat dipertanggungjawabkan, jika:[3]

    1. termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi;
    2. menguntungkan korporasi secara melawan hukum;
    3. diterima sebagai kebijakan korporasi;
    4. korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana; dan/atau
    5. korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.

    Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata maupun hukum pidana, subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum perdata dan hukum pidana keduanya mengakui bahwa badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Hal ini karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.

    Selain itu, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata, badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya. Dalam hukum pidana, karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi), maka pelimpahan pertanggungjawaban pidananya terdapat pada manusia, dalam hal ini diwakili oleh direksi. Akan tetapi, pada perkembangannya, dalam peraturan perundang-undangan dikenal juga tindak pidana korporasi.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

     

    Referensi:

    1. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2003;
    2. Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2003;
    3. Rony Walandouw, Unsur Melawan Hukum yang Subjektif dalam Tindak Pidana Pencurian Pasal 362 KUHP, Lex Crimen, Vol. 9, No. 3, 2020.

    [1] Rony Walandouw, Unsur Melawan Hukum yang Subjektif dalam Tindak Pidana Pencurian Pasal 362 KUHP, Lex Crimen, Vol. 9, No. 3, 2020, hal. 252

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] Pasal 48 UU 1/2023

    Tags

    subjek hukum
    perseroan terbatas

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!