Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Mengeksekusi Aset Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Bisakah Mengeksekusi Aset Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara?

Bisakah Mengeksekusi Aset Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara?
John Ferry Situmeang,S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Bisakah Mengeksekusi Aset Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara?

PERTANYAAN

Bagaimana caranya melakukan eksekusi terhadap kepemilikan aset yang telah diputuskan berdasarkan putusan Pengadilan Tata usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap? Apakah bisa mengajukan permohonan eksekusi terlebih dahulu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara setempat?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaannya.

     

    Kami kurang memahami maksud dari pertanyaan ini karena tidak menjelaskan arti sesungguhnya dari kata “kepemilikan” dalam pertanyaan tersebut, apakah kepemilikan dalam arti legalitas (“de jure”) atau kepemilikan dalam arti “de facto”. Namun melihat konstruksi makna dari pertanyaan tersebut, maka kata “kepemilikan” dalam pertanyaan yang pertama di atas, kami maknai dalam arti “de facto”.

     

    Dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara (“Pengadilan”) bukan merupakan Lembaga Peradilan yang berwenang untuk menentukan kepemilikan secara de facto terhadap suatu aset (“benda”). Adapun wewenang Pengadilan adalah untuk memeriksa dan mengadili sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha Negara (secara de jure) yang diterbitkan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara (“Pejabat”), dimana apabila suatu gugatan dikabulkan dengan menyatakan keputusan Pejabat tidak sah, maka Pengadilan dapat menetapkan kewajiban bagi Pejabat yang mengeluarkan keputusan yang sudah dinyatakan tidak sah tersebut untuk mencabut keputusan, atau mencabut keputusan dan menerbitkan keputusan yang baru atau menerbitkan keputusan, namun dalam arti secara legalitas saja (secara de jure).

    KLINIK TERKAIT

    Menggugat Keputusan Presiden ke PTUN

    Menggugat Keputusan Presiden ke PTUN
     

    Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 10 jo. Pasal 53 ayat (1) jo. Pasal 97 ayat (8) dan ayat (9) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun  2009 (“UU PTUN”), yang menyatakan:

     
    Pasal 1 angka 9 UU PTUN:

    Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara  yang  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku,  yang  bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     
    Pasal 1 angka 10 UU PTUN:

    Sengketa  Tata  Usaha  Negara  adalah  sengketa  yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     
    Pasal 53 ayat (1) UU PTUN:

    Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

     
    Pasal 97 ayat (8) UU PTUN:

    Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.

     
    Pasal 97 ayat (9) UU PTUN:

    Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) berupa:

    a.    Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau

    b.    Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau

    c.    Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.

     

    Kemudian UU PTUN juga tidak memberikan wewenang kepada Pengadilan untuk menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kepemilikan secara de facto terhadap suatu benda secara langsung, namun dimungkinkan untuk memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan yang baru atau untuk menerbitkan keputusan yang memberikan alas hak kepemilikan secara de jure untuk memperoleh suatu benda tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (8) dan ayat (9) UU PTUN.

     

    Artinya, yang dieksekusi dalam Peradilan Tata Usaha Negara bukan kepemilikan aset dalam arti penguasaan fisik (de facto), melainkan kepemilikan dalam arti legalitas (de jure). Oleh karena itu, apabila suatu gugatan terhadap keputusan Pejabat, misalnya terkait dengan keputusan yang menerbitkan alas hak atas benda untuk dinyatakan tidak sah atau batal, dan oleh Pengadilan dinyatakan dapat dikabulkan dan memerintahkan Pejabat tersebut untuk menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang baru yang memberikan alas hak kepada pihak lain, maka yang dapat dieksekusi adalah penerbitan alas hak kepemilikan benda tersebut secara de jure, bukan penguasaan fisiknya secara de facto.

     

    Mengingat sifat dari putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang hanya mengatur tentang legalitas keputusan Pejabat secara de jure, maka menjawab pertanyaan di atas, tidak dimungkinkan untuk melakukan eksekusi terhadap kepemilikan aset secara de facto yang telah diputuskan berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkekuatan hukum tetapKarena selain bukan domain dari Pengadilan Tata Usaha Negara, juga karena tidak diatur dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

     

    Sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa obyek perkara yang diadili oleh Peradilan Tata Usaha Negara adalah terkait legalitas keputusan Pejabat (secara de jure). Oleh karena itu, guna pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan dibutuhkan kesadaran secara sukarela dari Pejabat untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tersebut. Lalu, bagaimana jika Pejabat tersebut tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud?

     

    Dalam UU PTUN, untuk menjamin kepastian hukum, diatur mekanisme mengenai pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan secara sukarela maupun secara paksa, yaitu:

     

    1.        Untuk jenis putusan Pengadilan yang memerintahkan Pejabat untuk mencabut keputusan tata usaha Negara yang disengketakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (8) jo. ayat (9) huruf a. UU PTUN, dikenakan batas waktu bagi Pejabat untuk melaksanakan putusan tersebut, yaitu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak Pejabat tersebut menerima putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

     

    Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja, ternyata Pejabat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka secara otomatis, keputusan tata usaha Negara yang disengketakan tersebut, demi kepastian hukum, tidak memiliki kekuatan hukum lagi (Pasal 116 ayat (2) UU PTUN).

     

    2.        Untuk jenis putusan Pengadilan yang memerintahkan Pejabat untuk mencabut keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dan memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan tata usaha Negara yang baru atau memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (8) jo. ayat (9) huruf b. dan huruf c. UU PTUN, dikenakan batas waktu bagi Pejabat untuk melaksanakan putusan tersebut, yaitu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak Pejabat tersebut menerima putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 116 ayat (3) UU PTUN).

     

    Apabila setelah 90 (enam puluh) hari kerja, ternyata Pejabat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka pihak yang berkepentingan (dalam hal ini Penggugat) dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan, supaya Ketua Pengadilan memerintahkan Pejabat tersebut untuk melaksanakan  putusan Pengadilan dimaksud. Jika Pejabat itu tetap tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud, maka tanpa perlu dimohonkan oleh pihak yang berkepentingan (dalam hal ini Penggugat), Ketua Pengadilan berkewajiban untuk :

     

    a.    Menjalankan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administrative kepada dan atau terhadap Pejabat yang tidak bersedia melaksanakan isi putusan Pengadilan tersebut (Pasal 116 ayat (4) UU PTUN); dan

     

    b.    Mengumumkan pada media massa cetak setempat tentang hal tidak dilaksanakannya putusan Pengadilan dimaksud (Pasal 116 ayat (5) UU PTUN); dan

     

    c.    Mengajukan pelaksanaan putusan Pengadilan dimaksud kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi supaya Presiden memerintahkan Pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu (Pasal 116 ayat (6) UU PTUN); serta

     

    d.    Memberitahukan hal tidak dilaksanakanya putusan Pengadilan kepada lembaga perwakilan rakyat, supaya lembaga perwakilan rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasannya (Pasal 116 ayat (6) UU PTUN).

     

    Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikel Masalah Eksekusi Paksa Putusan PTUN dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

     

    Demikian kiranya jawaban kami atas pertanyaan anda, semoga dapat memberi pemahaman dan bermanfaat.

     
    Terima kasih.
     
    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun  2009.

      

    Tags

    tata usaha negara

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!