KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum Membangun Garasi di Jalan Buntu

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Hukum Membangun Garasi di Jalan Buntu

Hukum Membangun Garasi di Jalan Buntu
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukum Membangun Garasi di Jalan Buntu

PERTANYAAN

Apakah orang yang membangun di atas fasilitas umum (jalan buntu) untuk dijadikan garasi bisa dipidanakan?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami berasumsi bahwa jalan buntu yang Anda maksud terletak di kawasan perumahan. Karena pertanyaan Anda spesifik tentang fasilitas umum di kawasan perumahan, untuk menjawab pertanyaan Anda, kami berfokus pada pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU 1/2011”).

     

    Arti perumahan itu sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU 1/2011 adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

    KLINIK TERKAIT

    Hak atas Akses Jalan bagi Pemilik Tanah yang Terkurung

    Hak atas Akses Jalan bagi Pemilik Tanah yang Terkurung
     

    Sepanjang penelusuran kami, tidak ada peraturan yang secara khusus mengatur mengenai penggunaan jalan buntu. Yang diatur adalah mengenai jalam. Jalan erat kaitannya dengan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang pengaturannya kita temui dalam Pasal 28 UU 1/2011 yang berbunyi:

     

    (1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    a.    rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan

    b.    rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.

    (2) Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

    (3) Rencana penyediaan kaveling tanah dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.

     

    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan, maka kita melihat penjelasan Pasal 28 ayat (1) huruf b UU 1/2011 yakni:

    1.    Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling sedikit meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum.

    2.    Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan sarana” paling sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH).

    3.    Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan utilitas umum” paling sedikit meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon.

     

    Dari penjelasan pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa jalan termasuk prasarana. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman (Pasal 1 angka 21 UU 1/2011).

     

    Dengan demikian, jalan merupakan prasarana yang diperuntukkan bagi umum. Dalam UU 1/2011 tidak dimuat sanksi pidana bagi mereka yang mendirikan bangunan (garasi) di atas prasarana. Adapun jika terjadi sengketa, penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana disebut dalam Pasal 147 UU 1/2011.

     

    Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa [Pasal 148 ayat (1) UU 1/2011]. Namun, penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana disebut dalam Pasal 148 ayat (3) UU 1/2011.

     

    Sanksi bagi mereka yang tidak menggunakan prasarana umum sebagaimana mestinya dapat kita jumpai pengaturannya pada peraturan daerah. Sebagai contoh, apabila perumahan dalam cerita Anda tersebut terletak di wilayah DKI Jakarta, maka ketentuan sanksi bagi mereka yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang mengacu pada Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (“Perda DKI Jakarta 1/2012”). Ketentuan sanksi tersebut terdapat dalam Pasal 211 Perda DKI Jakarta 1/2012 yang berbunyi:

     

    (1) “Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administrasi dan/atau pidana.

    (2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    a.    pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang;

    b.    pemanfaatan ruang yang tidak sesuai izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Gubernur;

    c.    pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh Gubernur; dan/atau

    d.    menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.

     

    Lebih lanjut dalam Pasal 239 huruf d Perda DKI Jakarta 1/2012 diatur beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan, antara lain: setiap orang dan/atau badan dilarang memanfaatkan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang (Pasal 239 huruf a Perda DKI Jakarta 1/2012) dan setiap orang dan/atau badan dilarang menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan peraturan perundang-undangan sebagai milik umum (Pasal 239 huruf d Perda DKI Jakarta 1/2012), terutama menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang.

     

    Sanksi bagi mereka yang melanggar berdasarkan Pasal 240 Perda DKI Jakarta 1/2012:

     

    (1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 239 dapat dikenakan sanksi administrasi.

    (2) Sanksi administrasi dapat berupa:

    a.    peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali;

    b.    penghentian sementara kegiatan;

    c.    penghentian sementara pelayanan umum;

    d.    penutupan lokasi;

    e.    pencabutan izin;

    f.     pembatalan izin;

    g.    pembongkaran bangunan;

    h.    pemulihan fungsi ruang; dan/atau

    i.     denda administrasi.

     

    Selain itu, perlu Anda ketahui bahwa untuk membangun rumah atau merenovasi rumah, diperlukan izin mendirikan bangunan atau izin khusus/keterangan membangun yang diterbitkan oleh suku dinas. Untuk mendapatkan izin tersebut, tentu ada persyaratan yang harus dipenuhi, yang salah satunya akan dilihat apakah pihak yang akan membangun memang memiliki hak atas tanah yang akan dibangun. Jika dalam pembangunan garasi tersebut, pihak tersebut tidak memiliki izin, maka ada sanksi yang dapat dikenakan. Lebih lanjut, dapat dilihat dalam artikel Prosedur Perizinan Renovasi Rumah Tinggal dan Sanksi Hukum Jika Tidak Memiliki Izin Mendirikan Bangunan.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

    2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;

    3.    Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

      

    Tags

    jalan
    perumahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!