Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Mantan Istri Tak Patuhi Putusan tentang Hak Asuh, Bisakah Dipidana?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Mantan Istri Tak Patuhi Putusan tentang Hak Asuh, Bisakah Dipidana?

Mantan Istri Tak Patuhi Putusan tentang Hak Asuh, Bisakah Dipidana?
Sigar Aji Poerana, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Mantan Istri Tak Patuhi Putusan tentang Hak Asuh, Bisakah Dipidana?

PERTANYAAN

Saya bapak dari 2 orang anak, bercerai dari istri pertama tahun 2007, tahun 2012 saya mengajukan hak asuh anak di Pengadilan Agama dan sudah ada putusannya namun tidak ada usaha banding dari mantan istri, tapi diapun (mantan istri) tidak mau melaksanakan putusan PA. Pertanyaannya, apakah saya bisa laporkan tindak pidana penculikan dan perbuatan melawan hukum? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Apabila mantan istri Anda tidak kunjung melaksanakan putusan Pengadilan Agama tersebut, maka langkah yang dapat Anda lakukan adalah dengan mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Agama untuk memanggil dan memperingatkan mantan istri Anda agar melaksanakan putusan tersebut.
     
    Atas perbuatannya yang tidak kunjung menyerahkan anak yang Anda maksud kepada Anda yang memperoleh hak asuh, mantan istri Anda dapat dikenai sanksi pidana maupun digugat untuk memberikan ganti kerugian atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan:
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pelaksanaan Putusan Pengadilan Mengenai Hak Asuh Anak
    Kami asumsikan bahwa putusan Pengadilan Agama tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan menyatakan bahwa Anda, mantan suami, berhak atas hak asuh atas anak yang Anda maksud.
     
    Kami sarankan Anda untuk mengupayakan pelaksanaan putusan pengadilan terkait perolehan hak asuh tersebut.
     
    Mengenai pelaksanaan putusan pengadilan, Pasal 196 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) berbunyi:
    Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
     
    Apabila mantan istri Anda tidak kunjung melaksanakan putusan Pengadilan Agama tersebut, maka langkah yang dapat Anda lakukan adalah dengan mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Agama untuk memanggil dan memperingatkan mantan istri Anda agar melaksanakan putusan tersebut.
     
    Maka, silakan Anda mengajukan permintaan pelaksanaan putusan kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara Anda.
     
    Tindak Pidana atas Kemerdekaan Seseorang
    Kami asumsikan bahwa anak yang Anda maksud adalah anak yang masih di bawah umur.
     
    Tindak pidana penculikan yang Anda tanyakan diatur dalam Pasal 328 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
    Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
     
    R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menegaskan bahwa yang dipidana berdasarkan Pasal 328 KUHP adalah yang melarikan atau menculik orang (hal. 234).
     
    Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka harus dibuktikan bahwa pada waktu penjahat itu melarikan orang tersebut, ia harus mempunyai maksud akan membawa orang itu dengan melawan hak di bawah kekuasaan si penjahat atau kekuasaaan orang lain (hal. 234).
     
    Selain dalam Pasal 328 KUHP, penculikan, terkhusus terhadap anak, juga diatur dalam Pasal 76F jo. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang masing-masing berbunyi:
    Pasal 76F
    Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.
    Pasal 83
    Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
     
    Dalam menafsirkan kata “penculikan”, kami merujuk kepada Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 06/Pid.B/2007/PN.SKH yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “menculik” adalah mencuri/melarikan orang lain dengan maksud-maksud tertentu (untuk dibunuh, dijadikan sandera, dan lain-lain). (hal. 28)
     
    Oleh karenanya, kami berpendapat bahwa mantan istri Anda yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Agama semata-mata karena mantan istri Anda mengasuh anaknya dan bukan dengan maksud-maksud tertentu seperti membunuh, menyadera, atau menjual. Sehingga, perbuatan yang dilakukan oleh mantan istri Anda sebagai ibu dari anak-anak Anda tidak bisa serta-merta disebut sebagai tindak pidana penculikan.
     
    Namun, patut diperhatikan pula ketentuan Pasal 330 KUHP:
    1. Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
    2. Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
    R. Soesilo dalam buku yang sama menerangkan bahwa yang diancam dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja mencabut atau melarikan orang yang belum dewasa dari kekuasaan orang yang berhak. Orang yang belum dewasa di sini dimaksudkan sebagai orang yang belum berumur 21 tahun atau belum pernah kawin, baik laki-laki mapun perempuan (hal. 235).
     
    Karena menurut undang-undang, dalam hal ini berdasarkan putusan Pengadilan Agama, Andalah yang berhak atas hak asuh anak, perbuatan istri Anda dapat dikategorikan sebagai penarikan anak Anda dari kekuasaan/pengawasan orang yang berhak, yaitu Anda. Sehingga, dapat memenuhi unsur dalam Pasal 330 KUHP di atas.  
     
    Pasal 331 KUHP kemudian menegaskan sanksi pidana bagi yang menyembunyikan orang di bawah umur yang ditarik dari orang yang berhak tersebut:
    Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang belum dewasa yang ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dan pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari pengusutan pejabat kehakiman atau kepolisian. diancam dengan penjara paling lama empat tahun, atau jika anak itu berumur di bawah dua belas tahun, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
     
    Maka, menurut hemat kami, berdasarkan uraian di atas, pasal yang diduga dilanggar oleh mantan istri Anda adalah Pasal 330 KUHP, dan Pasal 331 KUHP jika mantan istri Anda sengaja menyembunyikan anak Anda.
     
    Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir). Jadi, sebaiknya Anda membicarakan baik-baik secara kekeluargaan mengenai hal ini dengan mantan istri Anda.
     
    Baca juga: Arti Ultimum Remedium.
     
    Perbuatan Melawan Hukum
    Munir Fuady dalam buku Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer menerangkan bahwa unsur melawan hukum meliputi (hal. 11):
    1. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku;
    2. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum;
    3. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
    4. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan; atau
    5. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memerhatikan kepentingan orang lain.
    Berdasarkan uraian tersebut, menurut hemat kami, mantan istri Anda dapat dipandang melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena diduga telah melanggar undang-undang yang berlaku, hak Anda sebagai mantan suami yang memperoleh hak asuh anak, dan melanggar kewajibannya yang harus melaksanakan putusan pengadilan yang Anda maksud.
     
    Atas perbuatan melawan hukum ini, Anda dapat meminta ganti kerugian dari mantan istri Anda.[1]
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    Referensi:
    1. Munir Fuady. Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
    Putusan:
    Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 06/Pid.B/2007/PN.SKH.
    [1] Pasal 1365 KUH Perdata

    Tags

    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!