Saya meminjam sejumlah uang pada teman saya dengan jaminan sertifikat saya. Tetapi menurut notarisnya katanya untuk sertifikat saya harus diurus akte jual beli dulu atas nama teman saya. Apakah ini benar? Padahal uang yang saya pinjam cuma Rp70 juta tetapi jaminan saya senilai Rp300 juta. Saya takut apabila sudah ada akte jual beli jika teman saya ini nakal maka rumah saya bisa dia jual. Apakah asumsi ini benar? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Sebelumnya perlu kami beritahukan bahwa peralihan hak atas tanah maupun pembebanan hak atas tanah hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), sebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”). Jadi mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu atas tanah, aktanya dibuat oleh PPAT supaya dapat didaftarkan, bukan oleh notaris.
Mengenai pertanyaan Anda, benar yang Anda khawatirkan. Anda memang tidak seharusnya menandatangani perjanjian jual beli jika memang dari awal sertifikat tanah Anda hanya akan digunakan sebagai jaminan, bukan sebagai objek jual beli.
Jika tanah dan rumah Anda akan digunakan sebagai jaminan atas utang Anda, maka seharusnya menggunakan hak tanggungan. Menurut Pasal 1 angka 1Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Pasal 10 UU Hak Tanggungan mengatakan bahwa pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) oleh PPAT.
Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan (Pasal 13 ayat (1) UU Hak Tanggungan). PPAT yang akan mengirimkan APHT dan warkah lain yang diperlukan ke Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT, guna pendaftaran tersebut (Pasal 13 ayat (2) UU Hak Tanggungan).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pendaftaran Hak Tanggungan tersebut dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 13 ayat (3) UU Hak Tanggungan).
Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan (Pasal 14 ayat (1) UU Hak Tanggungan).
Jadi seharusnya akta yang dibuat oleh PPAT tersebut adalah APHT, bukan akta jual beli.
Sedangkan jika Anda setuju untuk membuat akta jual beli, Anda harus berhati-hati karena teman Anda dapat melakukan balik nama atas tanah tersebut. Ini karena peralihan hak atas tanah (salah satunya melalui jual beli) dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, yang dalam hal ini adalah akta jual beli yang dibuat oleh PPAT (Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997).
Jika teman Anda telah melakukan balik nama hak atas tanah tersebut berdasarkan akta jual beli yang dibuat bersama Anda itu, maka teman Anda secara yuridis merupakan pemilik dari tanah tersebut. Sebagai pemegang hak atas tanah/pemilik tanah, teman Anda menjadi berhak untuk melakukan tindakan apapun atas tanah tersebut, termasuk menjual tanah tersebut.